Demo, Ahok dan Doa

48

Narwastu.id – Kita tentu masih ingat dengan aksi demonstrasi besar-besan pada 4 November 2016 lalu, yang dimotori sejumlah ormas dan pemuka Islam yang berlangsung di DKI Jakarta, yang saat itu menuntut Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo agar tegas menahan Gubernur DKI Jakarta, Ir. Basuki Tjahaya Purnama, M.M. alias Ahok, karena diduga menista agama Islam. Ketika itu ratusan ribu massa dari daerah Jabodetabek, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur turun ke ibukota untuk menyampaikan aspirasinya.

Masyarakat DKI Jakarta saat itu, wajar merasa tegang, karena khawatir terjadi huru-hara atau kerusuhan, seperti kerusuhan Mei 1998 lalu. Pada Mei 1998 lalu, kala itu pun ratusan ribu mahasiswa atau massa turun ke jalan untuk mendemo Presiden RI H.M. Soeharto agar turun dari tahta yang telah didudukinya selama 32 tahun, karena Soeharto dianggap menyuburkan KKN. Sedangkan demo 4 November 2016 relatif lebih tertib dan aman, karena pendemo bisa dikendalikan para ulama berkat kerjasama dengan aparat TNI/Polri. Sehingga tak terjadi pertumpahan darah atau korban jiwa, seperti pada Mei 1998 silam.

Meskipun di aksi demo 4 November 2016 lalu ada pembakaran mobil polisi, penjarahan sebuah minimarket dan sejumlah pendemo ditahan aparat kepolisian, namun kita patut bersyukur kepada Tuhan, karena aksi tersebut berjalan lancar, damai dan tidak seperti yang dikhawatirkan banyak kalangan. Dan dua minggu setelah aksi itu, Ahok yang dituntut massa agar ditahan polisi, pun ditetapkan Bareskrim Polri sebagai tersangka. Dan biarlah nanti di pengadilan dibuktikan, apakah Ahok sungguh-sungguh bersalah, atau memang dia akan bebas.

Berbicara soal Ahok, memang banyak kalangan menilai, selama ini iasering bicara ceplas-ceplos, sehingga banyak pihak meminta mantan anggota DPR-RI dari Parttai Golkar ini agar lebih santun dan tenang bila berbicara di depan publik. Termasuk Presiden Jokowi mengingatkannya agar bisa menjaga ucapannya, karena setiap ia berbicara di depan publik ada pers atau wartawan yang merekamnya.

Terlepas dari status Ahok yang kini jadi tersangka, suka atau tidak suka, Ahok adalah sosok pejabat fenomenal berlatar belakang Tionghoa dan Kristen di negeri ini. Di tangannya DKI Jakarta lebih tertata baik, dan para koruptor takut mencuri uang negara, karena ketegasannya. Tak heran, ada kalangan, seperti mantan anggota DPR-RI, bekas Sekretaris Umum DPP PIKI yang juga Sekretaris FORKOM NARWASTU, Sterra Pietersz, S.H., M.H. menilai, Jokowi dan Ahok adalah mukjizat dari Tuhan untuk Indonesia. “Sehingga wajar kalau tantangan yang mereka hadapi berat, karena mereka dikirim Tuhan untuk membenahi Indonesia,” ujar mantan Wakil Sekretaris Fraksi PDIP di DPR-RI itu.

Rohaniwan dan Ketua Dewan Pembina PDS, Pdt. Dr. Dr. Ruyandi Hutasoit pun mengatakan kepada majalah ini, kalau sampai ada ratusan ribu orang berdemo hanya untuk meminta Ahok agar ditahan, itu harus dilihat juga dari sisi rohani, bahwa Tuhan sedang bekerja untuk kebaikan bangsa ini. “Di situ (demo 4 November 2016) benar-benar ada kuasa Tuhan. Apa tujuannya hanya ingin mempersoalkan satu orang (Ahok),” ujar Pdt. Ruyandi.

Ruyandi menambahkan, kita tak usah galau menghadapi Tahun Baru 2017, karena pemerintahan Jokowi sekarang sedang berupaya melakukan pembenahan di berbagai sektor di negeri ini. Sehingga Ruyandi sangat optimis bahwa di tangan Presiden Jokowi Indonesia ke depannya akan mengalami kemajuan dan membuat negara lain benar-benar akan angkat topi untuk Indonesia.

Sedangkan mantan Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam tulisannya berjudul “Pulihkan Kedamaian dan Persatuan Kita” saat menyikapi kasus demo 4 November 2016 mengatakan, marilah kita menahan diri untuk tidak bertindak salah dan melampaui batas, sehingga justru akan mengancam kedamaian, keamanan dan ketertiban sosial di negeri ini. “Marilah kita jaga persaudaraan dan kerukunan kita, seberat apapun tantangan yang kita hadapi,” tulisnya di koran Rakyat Merdeka edisi Senin, 28 November 2016. Meskipun ada lawan-lawan politik SBY yang mengkritik tulisan itu, namun kepeduliannya terhadap negeri patut kita apresiasi.

Nah, terlepas dari aksi demo yang sempat mengkhawatirkan pada 4 November 2016, dan dilanjutkan lagi demo pada 2 Desember 2016 lalu, kita patut bersyukur kepada Tuhan, karena lewat persoalan itu pula banyak umat beragama, termasuk umat Kristiani yang semakin tekun berdoa untuk keutuhan, kerukunan dan kedamaian bangsa dan negara ini. Bagi orang percaya, doa adalah sarana untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Lewat doa pula umat yang lemah bisa meminta pertolongan dan perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Rahmat.

Doa-doa yang dipanjatkan anak bangsa ini, pemuka agama, termasuk para pemimpin gereja, kita imani tidak sia-sia. Karena Tuhan maha baik dan maha rahmat, sehingga Dia pasti mendengar doa umatNya yang senantiasa rendah hati untuk meminta agar bangsa Indonesia yang majemuk ini selalu rukun dan damai, dijauhkanNya dari bahaya teroris, dijauhkanNya dari disintegrasi, dan dijauhkanNya dari tangan-tangan jahat elite politik yang pragmatis, hedonis dan vandalisme. Soalnya, di negeri ini banyak politisi yang masih menganut paham politik Niccolo Machiavelly alias menghalalkan cara.

Di Tahun Baru 2017 ini kita harus terus berdoa untuk Indonesia tercinta ini, agar selalu utuh dan semua pihak terus mendukung eksistensi empat pilar persatuan bangsa, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI. Kita pun harus terus berdoa agar keluarga kita dan komunitas di mana kita berkiprah dan bekerja selalu ditolong dan dilindungi Tuhan Yesus. Seperti ditulis di Kitab Mazmur 91 ayat 2, “…Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai…” Dia adalah tempat perlindungan kita, sehingga kita berdoa kepadaNya karena percaya. Selamat menjalani Tahun Baru 2017 dengan mengandalkan Tuhan yang Maha Rahmat. Jonro I. Munthe, S.Sos.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here