Memperingati 50 tahun usia pernikahan, tentu sesuatu hal yang luar biasa. Sebab tidak semua dapat melaluinya. Inilah yang dirasakan oleh pasangan Dahailam Saragih dan Esti O. Purba. Pada Sabtu, 14 April 2018 lalu, mereka merayakan hari ulang tahun (HUT) ke-50 pernikahan di ruang serbaguna Gereja GPIB Eklesia, Jakarta Selatan. Selain keluarga besar, acara HUT pernikahan ini juga dihadiri oleh jemaat, rekan lansia, dan majelis gereja.
Meski sederhana, perayaan yang diawali dengan ibadah ini berjalan hikmat dan penuh sukacita. Dalam khotbahnya, Pdt. J.A. Lontoh mengungkapkan, langgengnya sebuah pernikahan tidak lepas dari adanya rasa saling mengasihi, dan mau menerima kekurangan dan kelebihan satu sama lain. “Bukan karena cinta, tetapi masing-masing saling mau menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya. Dan ini sudah dilakukan oleh Bapak Saragih dan Ibu Purba,” katanya.
Menurut Dahailam, perjalanan pernikahan mereka yang telah memasuki usia 50 tahun merupakan sesuatu yang luar biasa, dan semua boleh terjadi hanya karena anugerah Tuhan. Diakuinya, semua tidak selalu berjalan mulus. Pertengkaran, perdebatan, konflik, terkadang muncul. Namun semua dapat dilalui karena masing-masing memiliki sikap saling menghargai dan menghormati, serta mau menerima kekurangan dan kelebihannya masing-masing.
Hal senada disampaikan Esti Purba. Menurutnya, semua boleh dilalui hanya karena kebaikan Tuhan, meskipun menurutnya, terkadang kita berbuat sesuatu yang kerap menyakitkan hati Tuhan. “Bagi saya, inilah yang terbaik sudah diberikan Tuhan, terlebih ketika memasuki usia 50 tahun pernikahan kami,” ujarnya.
Lima puluh tahun lalu, tepatnya pada 15 Maret 1968 mereka berdua mengucapkan janji sehidup semati dalam nikah kudus di di Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Bahapal Raya, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Saat menikah Dahailam Saragih berusia 30 tahun, dan Esti. O. Purba 24 tahun. Tuhan mempertemukan mereka lewat salah seorang kerabat, dan dalam waktu singkat, tanpa proses berpacaran, keduanya menuju ke pelaminan.
Seminggu setelah menikah, mereka hijrah menuju Jakarta, untuk memulai babak baru kehidupan sebagai suami istri, di kota besar yang menjanjikan segudang harapan bagi masa depan. Tantangan dan cobaan selalu mendera kehidupan pasangan suami istri yang religius dan harmonis ini. Namun semua itu tidak menggoyahkan iman percaya mereka kepada Tuhan.
Berkat Tuhan yang luar biasa juga mereka terima, yaitu dengan kehadiran 4 orang anak, Dorma Susi Saragih, Helena Dormayanti Saragih, Markus Panangian Saragih dan Imanuel P. Saragih. Sukacita mereka tentu semakin sempurna dengan kehadiran lima orang cucu, Joshua Fernando Hutajulu, Grace Silalahi, Ben Marvel Saragih, Maria Sora Gaudete Saragih, dan Angelica Saragih. Ini merupakan anugerah Tuhan bagi keluarga Saragih. KS