Advokat Senior yang Juga Ketua Dewan Kehormatan AAI Komentari Pengacara yang Injak Meja

15
Advokat senior Dr. Jose T.P. Silitonga, S.H., M.A., M.Pd (Berbatik) saat podcast bersama Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi NARWASTU, Jonro I. Munthe, S.Sos.

Narwastu.id – Di tengah kesibukannya sebagai advokat senior, pria Batak berusia 73 tahun ini, akhirnya bisa dihadirkan Majalah NARWASTU untuk podcast di kantor majalah yang kita cintai ini. Dr. Jose T.P. Silitonga, S.H., M.A., M.Pd adalah Doktor Ilmu Pemerintahan dari Institut Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor-Bandung. Aktivis HAM dan Ketua Forum Peduli Jemaat HKBP ini pun sekarang dipercaya sebagai Ketua Dewan Kehormatan AAI (Asosiasi Advokat Indonesia) hasil Munaslub Juni 2022. Saat podcast bersama Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi NARWASTU, Jonro I. Munthe, S.Sos, peraih award sebagai “Pahlawan Bumi 2003” dari WALHI ini menegaskan, sangat tidak patut seorang pengacara menginjak meja persidangan, seperti yang terjadi baru-baru ini di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

   “Pengacara itu adalah profesi terhormat. Dan kalau ada oknum pengacara menginjak-inak meja dan teriak-teriak di persidangan, apa dia masih patut disebut terhormat. Begitu pula kalau ada seorang saksi atau terdakwa di persidangan, tidak sepatutnya mendatangi lawannya dalam kasus hukum itu, lalu teriak-teriak. Kan, kuasa hukumnya bisa mewakili dia. Jadi sudah benar tindakan organisasi advokat yang bersangkutan untuk menindak anggotanya yang tidak punya etika seperti yang viral kemarin,” ujar advokat yang sering membela warga gereja yang tertindas, dan pernah mengadvokasi pelayan gereja (Perempuan), yang menjadi korban pelecehan seksual oleh seorang oknum pendeta itu.

   Menurut pengacara yang juga mantan Ketua DPD Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI) DKI Jakarta dan sering berbicara di berbagai forum seputar hukum, sosial, kemasyarakatan dan etika Kristen ini, ada saja oknum pengacara yang mencari panggung, misalnya, teriak-teriak di persidangan dan menginjak meja sidang sebagai sebuah ekspresi mencari sensasi. “Apalagi, kan, itu diliput media atau pers, dan mereka ingin diberitakan. Di sisi lain, maraknya sekarang media sosial membuat peristiwa-peristiwa yang heboh di tengah publik mudah untuk diviralkan. Makanya, saya pun meminta media supaya jangan mudah dimanfaatkan oknum-oknum yang suka mencari sensasi. Media harus mencerdaskan masyarakat dan menjadi kontrol sosial di tengah masyarakat, termasuk bagi pengacara,” pungkas mantan anggota Dewan Penasihat LBH Pers Indonesia dan bekas Penasihat Perkumpulan Wartawan Media Kristiani Indonesia (PERWAMKI) ini. SH

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here