Narwastu.id – Pada akhir Juni 2021 angka lonjakan kenaikan atau penyebaran virus Covid-19 atau corona begitu tinggi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dan Pulau Jawa. Dan banyak korbannya yang meninggal dan masuk rumah sakit serta menjalani isolasi mandiri. Yang ironis ribuan anak-anak pun ikut terpapar virus varian baru itu. Tokoh Kristen yang juga sesepuh Sinode GEKINDO (Gereja Keesaan Injili Indonesia), Pdt. DR. Anna B. Nenoharan, M.Th menyebut, tingginya angka penyebaran corona ini tak lepas dari disiplin masyarakat yang sering meremehkan protokol kesehatan (Protokes) seperti tidak memakai masker. Baru-baru ini, daerah tempat tinggal salah satu Penasihat Majalah NARWASTU ini di daerah Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat, sampai di-lockdown karena termasuk zona merah. Makanya Pdt. Anna Nenoharan meminta agar masyarakat mentaati protokol kesehatan, menjaga imun agar kuat serta jangan lelah berdoa. “Kalau kita selalu meminta perlindungan pada Tuhan saat kita disiplin mengikuti protokol kesehatan, maka akan sulit terpapar virus corona,” tukas Ibu Pendeta dan pejuang kebebasan beribadah ini.
Nah, melonjaknya kasus positif Covid-19 di Indonesia saat ini, seperti dikutip harian Warta Kota (Minggu, 27 Juni 2021) mengingatkan kejadian yang sama terjadi di India pada Mei 2021 lalu. Prof. Tjandra Yoga Aditama, mantan Direktur WHO Asia Tenggara 2018-2020, yang waktu itu berkantor di New Delhi, mengatakan, ketika kasus di India meningkat tajam, India juga berhasil dengan amat cepat menurunkan kasusnya. Kasus Covid-19 baru harian di India naik 40 kali dari 9.121 orang pada 15 Februari 2021 menjadi tertinggi 414.188 kasus sehari pada 6 Mei 2021. India lalu melakukan berbagai upaya maksimal sehingga angka kasus baru terus turun dengan tajam. Data 22 Juni 2021 menunjukkan 50.848 kasus baru dalam seharinya, jadi turun delapan kali lipat dalam waktu sebulan saja. “Mungkin baik kita lihat apa yang India lakukan, yang pada dasarnya merupakan kaidah umum mengendalikan peningkatan kasus yang tinggi,” kata Tjandra Yoga dalam siaran persnya pada Kamis, 24 Juni 2021.
Ada pun yang dilakukan India saat kasus sedang meningkat tajam, pertama, ketika kasus meningkat tajam di India maka beberapa daerah atau negara bagian di negara itu melakukan berbagai tingkat pembatasan sosial. Ada yang dengan amat memperketat 3 M (yang di India disebut dengan 3 W, wear a mask, wash your hand, watch the distance), ada yang membatasi kegiatan dengan pemberlakuan jam malam, dan ada juga yang “lockdown” sebagian/ parsial dan ada juga yang total penuh sampai beberapa waktu. Lalu, dianalisa dengan menghubungkan pola pergerakan penduduk pada saat pembatasan kegiatan (bahkan sampai “lockdown”) dengan penurunan jumlah kasus dari hari ke hari, dalam bentuk “Movement Restriction and Mobility Change”.
Dan tentu pembatasan kegiatan sosial tidaklah berkepanjangan. New Delhi misalnya, mulai menerapkan “lockdown” total pada 17 April 2021 dan lalu ketika kasus mulai terkendali maka pada 31 Mei 2021 mulai dilakukan pelonggararan dalam bentuk “‘unlocking process” secara bertahap. Kedua, meningkatkan jumlah test secara amat bermakna. Pada Februari 2021 sebelum ada peningkatan kasus, jumlah tes yang dilakukan perhari pernah berkisar antara 700.000 – 800.000. Begitu ada peningkatan kasus, jumlah tes dinaikkkan secara amat besar-besaran dan mencapai lebih dari 2 juta tes seharinya pada Mei 2021. Ketiga, yang juga amat ditingkatkan di India adalah vaksinasi. Begitu kasus meningkat, India melakukan vaksinasi secara amat besar-besaran, dan jumlahnya meningkat amat tajam hampir 15 kali lipat dalam 4 bulan. Sehari dapat sampai 3 juta orang yang divaksin. Tentu saja selain ketiga upaya besar ini, maka pelayanan kesehatan juga amat diperkuat di India pada bulan-bulan kasusnya amat tinggi.
Taati Protokol Kesehatan
Tjandra menerangkan, selain tiga hal itu, masyarakat harus terus memperketat 3M dan juga 5M. Lakukan 3M (menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak). Sementara 5M ditambah dengan menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas. Kalau amat terpaksa keluar rumah, maka lakukanlah tiga hal ini. Pertama, tetaplah patuh untuk jaga jarak, WHO menyebutnya sebagai “farther away from others safer than close together.” Kedua, kalau toh harus berkumpul maka memang akan jauh lebih baik kalau dilakukan di udara terbuka, “open air spaces safer than enclosed spaces.” Kalau betul-betul terpaksa harus di dalam ruangan, maka anjurannya adalah jendela dibuka agar ada ventilasi terbuka dengan udara luar atau diterapkan desain ruangan dengan menerapkan teknologi sirkulasi udara dengan tepat. Ketiga, mengurangi lamanya waktu kalau harus berada di luar rumah, yang disebut “shorter time periods with others are safer.” KL