Narwastu.id-Kalau pemantau peristiwa politik ditanya, apa yang sedang heboh, tentu jawabannya adalah Pilkada (Pemilihan kepala daerah) 2024. Pilkada serentak rencananya akan dilaksanakan pada 27 November 2024. Menyambut pesta demokrasi episode terakhir ini, tidak kalah seru dengan Pilpres 2024 beberapa waktu yang lalu. Tokoh yang kalah di Pileg 2024 maupun Pilpres 2024 juga ada yang berencana maju di Pilkada 2024. Saat ini sedang berlangsung mencari tokoh yang bisa dijual menjadi kepala daerah oleh partai-partai sekaligus mencari pendampingnya.
Dan bagi calon yang tidak berpartai sedang mencari partai yang mau mendukungnya. Tentu saja elektabilitas calon menjadi pertimbangan utama dari partai.
Calon juga mencari dukungan partai dengan jumlah kursi yang memenuhi persyaratan pencalonan. Sehingga setiap calon kadang mencari dukungan 2 atau 3 partai. Prosedur untuk sampai menjadi bakal calon pun cukup panjang untuk dilalui. Sebagaimana partai pun biasa lakukan dalam 2 tahap terhadap pemilihan calon. Yang pertama bakal calon diberi surat tugas dan apabila sukses baru akan diberi rekomendasi. Bakal calon harus bekerja keras, karena saat itu elektabilitasnya sedang diuji.
Juga bakal calon harus mempersiapkan dana untuk bayar “mahar” istilahnya kepada partai yang akan mendukung bakal calon itu.
Besaran mahar konon berkisar ratusan juta sampai miliaran rupiah. Setelah fase tersebut dilampaui maka surat penetapan pun akan diterbitkan dan resmi bakal calon tersebut didaftarkan menjadi calon yang didukung partai tersebut. Dan dalam bulan Agustus 2024 ini dimulai pendaftaran ke KPU/KPUD dan dimulai juga masa kampanye. Yang sedang menjadi sorotan publik saat ini adalah Pilkada DKI Jakarta. Nama bakal calon Anies Baswedan masih yang terunggul di Jakarta. Rupanya kesuksesan Anies sewaktu menjadi gubernur periode 2017-2022 tetap ada di hati sebagian besar warga DKI. Saat ini partai sedang berpikir keras untuk melamar atau menjadikan Anies lawan. Tentu saja pertimbangan politik saat Pilpres 2024 masih sangat terasa.
Namun politik itu cair dan dinamis. Dan politik itu tidak hitam putih. Penuh pertimbangan dan bahkan kadang bisa pragmatis. Semua kemungkinan bisa terjadi.Kerjasama antarpartai kadang bisa dipandang tidak rasional namun semua itu adalah usaha mencapai kekuasaan. Dan selanjutnya pertanyaan menarik adalah, kekuasaan itu untuk apa dan untuk siapa?
* Penulis adalah pemerhati masalah ketenagakerjaan dan sosial politik. Ketum Vox Umum DPN Vox Point Indonesia dan kolomnis Majalah NARWASTU.