Perdamaian dan Keharmonisan dalam Masyarakat: Perspektif Kristen

* Oleh: Pdt. Dr. Yohanes Suprandono, M.Th.

39

Narwastu.id – Konflik antarbangsa dan di dalam masyarakat terus mengguncang dunia saat ini. Situasi ini menyoroti kebutuhan mendesak akan perdamaian, yang merupakan tujuan yang sangat berharga bagi umat manusia. Namun, usaha mencapai perdamaian tidaklah mudah, karena sering kali tersandung oleh egoisme, permusuhan, dan ketidakadilan yang merajalela. Peperangan antarbangsa terus menyita perhatian masyarakat global. Di berbagai belahan dunia, dengan beragam latar belakang, orang-orang diminta untuk merespon tindakan agresif dari negara-negara yang berperang. Tanggapan keras biasanya diarahkan kepada agresor. Misalnya, konflik di Timur Tengah adalah salah satu dari banyaknya konflik di berbagai belahan bumi. Ini menyadarkan kita bahwa perdamaian di dunia ini sangat mahal harganya.

Ada berbagai alasan mengapa perdamaian sulit dicapai, salah satunya adalah permusuhan yang berkobar di dalam hati setiap manusia. Individu, kelompok, dan golongan sering kali mempertahankan egonya, keterpusatan pada diri sendiri, kesombongan, dan kerakusan untuk menguasai dan memerintah orang atau bangsa lain. Nasionalisme ekstrem juga sering mengorbankan orang-orang dan bangsa lain. Situasi ini tentu mengusik hati kita yang mencintai perdamaian dunia. Kita hidup di dunia yang penuh tantangan, namun harapan untuk perdamaian tetap ada jika kita bersama-sama berupaya mengatasi ego dan perpecahan. Kita hidup di dunia yang beragam dan penuh perbedaan. Pertanyaannya, bagaimana kita bisa menjaga keutuhan dan kesatuan di tengah perbedaan ini? Bukankah kita semua tinggal di bumi yang sama? Tentu ada berbagai cara untuk membangun hubungan yang baik yang di mulai dari dunia di sekitar kita.

Tantangan Menuju Perdamaian

Salah satu akar dari tantangan mencapai perdamaian adalah sikap permusuhan yang berkobar di dalam hati manusia. Egoisme, kesombongan, dan dorongan untuk dominasi sering kali menjadi penghalang utama. Namun, ada harapan bahwa dengan mengatasi perpecahan ini melalui kerjasama dan komitmen yang kuat, perdamaian dapat diwujudkan. Dalam rangka mencapai perdamaian di dalam kehidupan kita. Dalam menghadapi konflik di masyarakat dan antar bangsa, ada beberapa prinsip penting dari perspektif Kristen:

  • Komunikasi Terbuka: Kita harus sering berbicara satu sama lain dengan jujur dan terbuka. Media dan forum lintas kelompok juga penting untuk mempererat hubungan.
  • Kepemimpinan yang Memperdamaikan: Dibutuhkan pemimpin yang mampu membangun penerimaan dan ikatan antar kelompok yang berbeda. Mereka harus berusaha keras untuk menciptakan dialog dan hubungan yang damai.
  • Perbuatan Baik dan Kasih Sayang: Semua bentuk perbuatan baik dan prinsip kemanusiaan universal harus dijunjung tinggi. Ini meliputi kasih sayang, kemakmuran, kebahagiaan, dan kesejahteraan banyak orang.

Absennya keadilan sering kali memicu permusuhan. Mencapai keadilan memang sulit karena manusia sering merasa dirinya lebih tinggi dari yang lain. Namun, Tuhan menginginkan dan merindukan keadilan, sehingga hal itu pasti tercapai di bumi. Seperti yang tertulis dalam kitab Amos 5:14a, 15b, kita harus mencari yang baik dan menegakkan keadilan. Israel kuno hidup dalam ketidakadilan dan ditegur oleh Tuhan melalui nabi Amos. Bangsa-bangsa yang korup dan jahat juga memerlukan koreksi total. Keadilan harus diwujudkan melalui kejujuran, fairplay, dan hidup dalam kebenaran serta pengampunan. Hukum ditegakkan untuk membatasi kejahatan dan mencegah manusia menjadi predator bagi sesamanya.

Kebebasan dan Toleransi

Ada dua jenis kebebasan: Kebebasan palsu dan kebebasan sejati. Kebebasan palsu adalah ketika seseorang bebas melakukan apa saja yang dia suka, sedangkan kebebasan sejati adalah ketika seseorang bebas melakukan apa yang seharusnya. Kebebasan sejati terjadi saat manusia menaati hukum. Hukum inilah yang membatasi perilaku jahat manusia dan menghasilkan toleransi, yakni menghormati hak-hak orang lain yang setara di depan hukum. Setiap orang memiliki kehendak bebas, yang menunjukkan adanya kebebasan bertindak. Namun, kehidupan akan kacau jika setiap individu dan komunitas menggunakan kehendak bebasnya tanpa adanya hukum. Hak-hak sesama akan dilanggar, tidak akan ada toleransi dalam masyarakat, dan hubungan-hubungan akan hancur, sehingga keharmonisan tidak tercapai.

Nasihat Rasul Paulus sangat relevan dalam situasi kita. Paulus berkata, “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih…sebab seluruh hukum tercakup dalam satu firman ini: ‘Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri’” (Galatia 5:13-14). Seseorang yang telah dimerdekakan oleh Kristus tidak bisa tidak mengasihi sesamanya, karena dia hidup dalam sifat baru yang menguasai hidupnya. Sebaliknya, manusia lama yang masih terikat dosa hidup dalam kebebasan palsu.

Sir Edward Heath, seorang negarawan Inggris, menyarankan pola pendekatan yang sesuai dengan kekristenan, yakni menghargai kebebasan dan memberikan toleransi. Heath mengatakan, “Kita percaya sebagai orang Kristen, di dalam kebebasan individu untuk memutuskan dan bertindak atau tidak bertindak. Hal itu berarti bahwa toleransi sangat perlu…dan saya percaya bahwa kemauan untuk bertoleransi adalah sangat pokok jika kita hendak menjamin keberadaan damai, yang harus menjadi salah satu dari tujuan pokok kita.” Heath menyarankan kita belajar karakteristik agama-agama lain dan kekuatan kelompok dunia untuk mencapai perdamaian dalam masyarakat. Ia mengusulkan sistem kerjasama dan keadilan sosial bagi semua orang dari berbagai bangsa dan agama.

Kasih sebagai Dasar Kehidupan. Yesus mengajarkan bahwa hukum yang terutama adalah mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri (Matius 22:37-39). Kasih ini menjadi dasar dari semua tindakan dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Kasih merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, tanpa kasih manusia tidak bisa hidup bersama. Kasih mempersatukan kehidupan setiap manusia, tanpa kasih kehidupan di dunia ini akan kacau karena tidak ada persatuan antara satu dengan yang lain.

Pdt. Dr. Yohanes Suprandono, M.Th.

Kristus mengajarkan bahwa kasih adalah inti dari kehidupan Kristiani. Kasih yang sejati mengatasi batas-batas suku, agama, dan latar belakang sosial. Dengan menghidupi ajaran kasih Kristus, masyarakat dapat menyatu dalam kedamaian dan harmoni. Dalam konteks bermasyarakat, kasih berarti berbuat baik kepada orang lain, tanpa memandang latar belakang, suku, atau agama. Dengan demikian pendidikan kasih perlu diketahui, dihayati serta diamalkan oleh setiap orang dalam kehidupan masyarakat, oleh karena itu penghayatan dan pengamalan ajaran kasih Kristus yang sesuai dengan kebenaran didalam Alkitab, benar-benar dapat dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di mulai dari dalam kehidupan keluarga Kristen.

Pengampunan dan doa untuk perdamaian. Pengampunan adalah prinsip kunci dalam ajaran Kristen. Yesus mengajarkan agar kita mengampuni orang lain sebagaimana Bapa di surga mengampuni kita (Matius 6:14-15). Pengampunan membantu mengurangi konflik dan membangun hubungan yang harmonis. Dalam masyarakat, pengampunan berarti memberikan kesempatan kedua dan tidak menyimpan dendam. Pengampunan adalah kunci untuk mengakhiri siklus dendam dan konflik. Doa punya peran penting dalam membangun ketenangan batin dan memohon kebijaksanaan bagi pemimpin serta seluruh umat manusia. Doa juga merupakan aspek penting dalam mencapai perdamaian dan keharmonisan. Rasul Paulus mendorong jemaat untuk berdoa bagi semua orang, termasuk para pemimpin (1 Timotius 2:1-2), agar mereka dapat hidup dalam kedamaian dan ketenteraman.

Kerendahan Hati dan Pelayanan

Kerendahan hati (Yunani: tapeinos) secara literal artinya  direndahkan atau ditempatkan di bawah. Yesus Kristus Sang Putera Allah meninggalkan kemuliaan-Nya dan mengosongkan diri-Nya untuk menjadi manusia (baca: Filipi. 2:5-7).  Dia datang sebagai hamba untuk melayani, yang salah Satunya dibuktikan dengan membasuh kaki murid muridNya (baca:Yohanes 13). Kerendahan hati sebagai penampakan sifat kelembutan hati Kristus. Kristus menyatakan kelembutannya dengan sikap rendah hati, sabar, dan tidak cepat marah dalam berinteraksi dengan orang lain.

Kita mengikuti teladan Kristus berarti mengakui, menghargai, dan mendahulukan kepentingan orang lain sebelum diri sendiri, serta menerima dan merayakan perbedaan. Di  tengah pergaulan masyarakat majemuk sangat penting kerendahan hati. Rendah hati mendahului kesatuan dalam masyarakat. Yesus memberikan teladan dalam kerendahan hati dan pelayanan. Kerendahan hati berarti tidak mementingkan diri sendiri, sedangkan pelayanan berarti membantu orang lain dengan tulus. Dalam masyarakat, kerendahan hati dan pelayanan menciptakan suasana saling membantu dan menghargai. Terkandung di dalam keduanya sifat yang baik hati, tidak pemarah melainkan peramah. “…Kristus yang lemah lembut dan ramah”(2 Kor. 10: 1).

Dengan sikap kerendahan hati sebagai buah kelemahlembutan akan dapat memperkuat hubungan dengan orang lain, akan mengurangi konflik dan mempromosikan perdamaian dengan sesama. Orang cenderung tertarik pada kelembutan karena itu menunjukkan ketulusan dan empati. Sikap rendah hati ditunjukkan dengan mengakui keberadaan orang lain, menghargai orang lain, menempatkan orang lain layak, mendahulukan orang lain,menerima dan merayakan perbedaan,menerima kelebihan dan kekurangan orang lain,bersedia menanggung bersama-sama, dalam keadaan merendah meskipun memiliki posisi yang tinggi atau pada saat mengalami kemenangan atau kesuksesan tidak menjadi sombong.

Pada prinsipnya dimana ada kerendahan hati maka hasilnya adalah kesatuan. Kita perlu mengikuti semboyan ini: dalam hal  yang primer kesatuan, dalam hal yang sekunder kebebasan, dalam segala hal kemurahan hati. Sekali lagi, yang ingin ditekankan bahwa kerendahan hati mendahului kesatuan. Rasul Petrus menegaskan prinsip ini dengan sebuat ajakan dan dorongan: “Demikianlah kamu juga hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: “Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati. Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan pada waktunya.”(1 Petrus 5: 5-6).

Kesimpulan. Mencapai perdamaian dan keharmonisan dalam masyarakat memerlukan komitmen bersama untuk mengatasi egoisme dan membangun hubungan yang berdasarkan kasih, pengampunan, dan keadilan. Dengan menghayati nilai-nilai ini, kita dapat mewujudkan visi perdamaian yang Tuhan inginkan untuk dunia ini. Akhirnya, kiranya Tuhan menolong kita untuk mewujudkan perdamaian dan keharmonisan dalam masyarakat dengan memperhatikan keadilan, kebebasan, toleransi, pengampunan, doa untuk perdamaian, kerendahan hati dan pelayanan. Semua ini dimulai dari tingkat individu, menyebar ke keluarga, komunitas, dan akhirnya ke semua orang di seluruh dunia.

 

* Penulis adalah Ketua I Pengurus Pusat PGLII.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here