Pemerintah Pusat Diminta Evaluasi Kebijakan dan Pendekatan di Papua

48
Diskusi secara daring bersama PGI dan Koalisi Kemanusiaan untuk Papua.

Narwastu.id – Sepuluh orang warga sipil, termasuk seorang pendeta, menjadi korban penyerangan kelompok bersenjata di Kampung Nogolait, Distrik Keneyam, Kabupaten Nduga, Papua, pada Sabtu, 16 Juli 2022 lalu. Peristiwa ini menambah daftar panjang kekerasan yang menewaskan warga di Papua. Usman Hamid dari Koalisi Kemanusiaan untuk Papua, menegaskan, apa yang terjadi di Bumi Cenderawasih saat ini menunjukkan eskalasi konflik semakin tinggi. Sebab itu, untuk meredamnya Pemerintah Pusat harus mengoreksi kebijakan Daerah Otonomi Baru (DOM), Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), dan mengoreksi amandemen kedua Undang-Undang Otsus. Pemerintah juga disarankan mengevaluasi pendekatan keamanan di Papua.

Usman menambahkan, pada dasarnya peluang untuk menjadikan Papua tanah damai sudah ada terutama ketika Presiden, Menkopolhukam, Panglima TNI dan Kasad memberikan pernyataan bahwa pendekatan penyelesaian konflik di Papua harus dengan cara damai.  “Tapi pernyataan-pernyataan itu belum dituangkan dalam kebijakan. Maka perlu diformulasikan kepada kebijakan, sehingga bisa menghasilkan perubahan yang signifikan dalam konteks perdamaian di Papua,” ujar Usman dalam diskusi bersama media bertajuk “Eskalasi Konflik Papua, Daerah Otonomi Baru dan Putusan Mahkamah Konstitusi” yang dilaksanakan secara daring oleh PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) bersama Koalisi Kemanusiaan untuk Papua, pada Selasa, 19 Juli 2022.

Pria yang juga Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia ini meyakini jika inisiatif damai ditempuh, maka konflik bersenjata yang selama ini terus terjadi dapat diselesaikan. Apalagi Komnas HAM juga terus mendorong perundingan damai di antara pihak yang bertikai. Pentingnya pendekatan damai di Papua juga ditekankan oleh Ketua Sinode Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII), Pdt. Daniel Ronda. Namun, menurutnya, ungkapan “pendekatan damai” yang selalu didengungkan Pemerintah Pusat itu, jangan hanya sekadar slogan.

Konflik Papua, ujar Pdt. Daniel Ronda, terus menelan korban, termasuk dari kalangan rakyat sipil dan pemuka agama, yaitu Pdt. Eli Baye. “Pdt Eli Baye dibunuh karena mencoba melindungi warga pendatang. Dia menunjukkan kepada kita semua di Indonesia, bangsa di Papua tidak pernah membedakan satu sama lain,” katanya. Pdt. Daniel Ronda menyatakan, Sinode GKII mengecam kekerasan terhadap warga sipil dan tokoh agama. Dia berharap peristiwa seperti itu tidak terulang lagi, dan menyatakan semua pihak yang berkonflik harus menjamin keselamatan warga sipil yang mendiami daerah rawan konflik. ML

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here