Narwastu.id – Ada pemandangan menarik yang terjadi saat Presiden RI Ir. H. Joko Widodo (Jokowi) menghadiri Sidang Tahunan MPR-RI pada 16 Agustus 2021 lalu. Saat itu, Jokowi hadir dengan memakai baju adat suku Baduy Luar yang berwarna serba hitam ditambah dengan ikat kepala (Lomar) dan tas koja. Tentang hal itu Jokowi memesan langsung dari warga Baduy dan langsung disiapkan oleh Kepala Desa Kanekes, Jaro Saija. Terdapat makna yang dalam di balik pakaian sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat Baduy, yakni baju hitam menggambarkan kesederhanaan. Sedangkan lomar atau ikat kepala mempunyai arti persatuan. Seperti dilansir di media nasional, Jaro Saija menerangkan, kain yang di kepala bernama lomar saat sudah dipakai namanya kain ikat yang mempunya arti terikat.
Ikat itu lambang supaya terikat dalam persatuan seluruh bangsa dan negara di bawah undang-undang. Melalui kain ikat tersebut ada harapan yang tersirat bagi warga Baduy, yaitu agar semuanya terikat tenteram, sejahtera, subur, makmur gemah ripah loh jinawi.
Untuk tas koja yang merupakan tas tradisonal masyarakat Baduy yang terbuat dari serat kayu pohon Tereup alias kayu lokal dari Baduy. Makna di balik tas Koja itu sendiri adalah melambangkan kelestarian alam yang masih dijaga oleh masyarakat Baduy sampai saat ini. Dengan penggunaan pakaian adat khas Baduy memberikan rasa bangga dan menjadi sebuah kehormatan bagi masyarakat Baduy sekaligus dari bentuk kepedulian Presiden Joko Widodo terhadap masyarakat di sana. Kendati demikian, ada pula sebagian kecil masyarakat yang justru mencibir Jokowi dengan mengatakan hal-hal yang tidak berguna.
Mereka adalah orang-orang yang katanya melek akan pengetahuan dan teknologi, namun minim sopan santun (Etika) dalam bertutur kata. Sebut saja salah satu cuitan yang ditulis oleh seorang wartawan online di media sosial. Di situ ia menuliskan kata-kata yang tidak pantas dan menjurus pada penghinaan kepada simbol negara, yakni Presiden RI sekaligus masyarakat Baduy. Walaupun, akhirnya wartawan tersebut meminta maaf secara terbuka, akan tetapi olok-olokannya tersebut kadung diketahui oleh warganet dan menjadi viral. Indonesia yang terdiri dari masyakat majemuk dengan keanekaragaman suku dan bahasa merupakan anugerah Tuhan yang patut disyukuri. Mirisnya walaupun Indonesia telah 76 tahun merdeka tapi untuk urusan mengolok-olok suku, agama, ras dan lain sebagainya masih kerap terjadi.
Hal inilah mengapa Indonesia yang dikenal sebagai negeri 1.000 pulau sulit untuk mengalami kemajuan yang siginifikan karena konflik internal di dalam bangsanya. Para pemimpin yang harusnya memberikan teladan kepada rakyatnya justru asyik sendiri dengan dunianya. Kadang kala, lontaran-lontaran para pejabat negara yang tidak sepantasnya dan menimbulkan kegaduhan seringkali terjadi. Biasanya jika sudah menjadi polemik mereka dengan mudah mengatakan “maaf karena khilaf.” Padahal, satu satu ciri ketidakdewasaan seseorang adalah bertindak dahulu baru berpikir. Itu yang ada pada diri sebagian abdi negara Indonesia. Inilah yang akhirnya ditiru oleh rakyatnya karena para pemimpinnya tidak memberikan contoh yang baik.
Jadi jangan salahkan rakyatnya jika pada akhirnya sulit untuk bisa bersopan santun. Sebab para pejabatnya pun minim memberikan teladan. Namun terlepas dari itu semua, sebagai pengikut Yesus, sudah seharusnya kita berdoa dan bekerja melalui semangat untuk membangun bangsa dan negara Indonesia terus dikobarkan. Saya percaya, suatu hari nanti Indonesia pasti akan sejajar dengan negara maju lainnya, tentu dengan masyarakat yang sejahtera. Sebab, hati Tuhan ada untuk Indonesia tercinta. DBS