Narwastu.id – Pada Jumat 28 Februari 2020 lalu, diadakan lagi diskusi bersama Vox Point Indonesia. Acara ini dimulai pada pukul 14.00 WIB dan selesai pukul 17.00 WIB, dan diadakan di Sanggar Prathivi Building, Jakarta Pusat, dengan menghadirkan nara sumber, Yohanes Handoyo Budhisedjati, S.H. (Ketua Umum DPN Vox Point Indonesia), Muhammad Qodari (Direktur Eksekutif Indo Barometer), dan Ferdinand Hutahaean (Politisi Partai Demokrat). Dan acara diskusi kali ini mengambil tema “Jokowi Awal Periode Ke-2.”
Menurut Yohanes Handoyo, di periode pertama Presiden RI Jokowi sangat berhasil dalam bidang infrastruktur. “Dikatakan sangat berhasil, terutama oleh orang-orang seperti saya yang asal dari Semarang, jam 5.00 pagi berangkat dari Jakarta, dan jam 9.00 pagi saya sudah sampai ke Semarang. Cepat sekali. Dan jam 13 siang saya sudah di Yogyakarta, dan ini suatu lonjakan yang tidak pernah kita rasakan sebelumnya. Kalau kita berbicara secara obyektif, bagaimana ke Jawa bisa ditempuh menjadi beberapa jam. Karena dua tahun lalu, saya dari Jakarta ke Surabaya ditempuh dalam waktu empat belas jam. Capeknya bukan main,” kata Yohanes Handoyo, yang termasuk dalam “21 Tokoh Kristiani 2016 Pilihan Majalah NARWASTU” ini.
Ini, kata Handoyo, hal yang patut disyukuri, belum lagi di Kalimantan, Samarinda, bandaranya sudah bagus, bukan main. Dan ini sebuah kemajuan, dan tidak hanya di Jawa tapi di seluruh Indonesia. Lalu mengenai toleransi, kata Handoyo, sudah jelas, Jokowi memerintahkan Kapolri dan Menhankam untuk menangani hal ini. Tapi masih saja terjadi masalah seperti beribadah boleh, tetapi membangun tempat beribadah tidak boleh. Mudah-mudahan Jokowi bisa menyelesaikan masalah ini, karena banyak hal yang bisa membuat beliau berhenti di tengah jalan, karena adanya penumpang gelap. Dan, ujarnya, partai-partai politik pendukung pemerintah tolong bersuara intorelansi, mana partainya. Tidak ada dan tidak bersuara. Ini persoalannya.
Sedangkan menurut Ferdinand Hutahaean yang juga mantan Caleg DPR-RI Partai Demokrat, di awal babak kedua pemerintahan Jokowi, ada kemunduran-kemunduran yang terjadi dari babak pemerintahan Jokowi yang pertama. Dan yang sudah berlangsung, awal babak kedua, Jokowi seperti kehilangan kendali. Menteri-menterinya seperti berjalan semaunya, inilah risiko sebuah bagi-bagi kekuasaan dengan koalisi yang cukup besar.
“Risiko memang seperti ini, apalagi ditambah masuknya Partai Gerindra memang mengagetkan. Tapi permasalahannya banyak muncul di babak kedua ini, semakin berat ketika adanya virus corona yang muncul menyerang jagat raya. Mudah-mudahan segera berlalu, kalau tidak beban ekonomi kita semakin tidak karuan. Dan kelemahan di babak kedua pemerintahan Jokowi adalah di Polhukam. Meskipun di perekonomian cukup berat, tapi pemerintahan masih mampu mendayung perahunya untuk bergeser ke kiri dan ke kanan melawan ombak, melawan angin, tetapi di Polhukam titik lemahnya, seperti tidak dapat berkutik. Dan ditambah masalah intoleransi menjadi isu yang sangat deras. Di awal pemerintahan Jokowi, saya berharap Jokowi akan mengevaluasi kabinetnya dalam waktu dekat. Karena kalau tidak arah langkah negara kita akan tidak karuan,” ujarnya.
Sementara Muhammad Qodari menerangkan, masyarakat Indonesia banyak yang puas dari pada tidak puas akan hasil kerja Jokowi. Masyarakat yang puas pada kinerja Jokowi ada sekitar 70%. “Ini merupakan suatu peningkatan kalau dibanding lima tahun yang lalu. Karena lima tahun yang lalu, waktu Jokowi baru terpilih, pada bulan Maret 2015 lalu, saya survei tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Jokowi ada sebesar 57%. Jadi ada suatu peningkatan. Yang kedua, sebelum pemilihan presiden angkanya sekitar 65% sampai 67% dari kaca mata saya,” kata Muhammad Qodari.
Tingkat kepuasan terhadapĀ kinerja Jokowi mencapai angka 70%, dan ini hal yang bagus. Sedangkan kepuasan terhadap kinerja menteri-menterinya mencapai angka 54%, dan saat ini tugas yang harus diselesaikan Jokowi pada babak kedua ini adalah, ekonomi secara umum, pengangguran dan lapangan kerja. “Masalah ini relatif sama dengan lima tahun yang lalu,” ujar pengamat dan pakar politik yang cerdas dan kritis ini. JK