Menyoal Lingkungan Bersih dari “Penyakit LGBT”

* Oleh: Dr. Antonius Natan, Th.M.

78

Narwastu.id – Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), menanggapi putusan itu, sejumlah postingan di media sosial menuduh MK telah melegalkan perbuatan zinah dan homoseksual. Juru Bicara MK Fajar Laksono menegaskan, dalam putusan Nomor 46/PUU-XIV/2016, Mahkamah tidak melegalkan perbuatan seksual sejenis. “Tidak ada satu kata pun dalam amar putusan dan pertimbangan Mahkamah yang menyebut istilah LGBT (lesbian, gay, biseksual dan trans gender), apalagi dikatakan melegalkannya,” ujar Fajar melalui keterangan tertulisnya, Senin (18 Desember 2017) seperti dikutip dari Kompas.com.

Menjadi keprihatinan adalah ternyata urusan amoral dibela dengan gigih oleh kelompok tertentu, dipublikasikan dengan media sosial secara maksimal. Lantas para pemuka agama seakan diam membisu, dan masyarakat seolah menyetujui “penyakit LGBT” berkembang dan menyatakan sebagai urusan pribadi dan searah perkembangan zaman.

Lingkungan Bersih “Penyakit LGBT”

Apakah lingkungan kantor atau gereja kita bersih dari “penyakit LGBT?” mohon tidak terlalu cepat menjawab dengan mengatakan teman-teman semua dalam kehidupan wajar. Apakah pernah survei? Kita hanya berpikir di sekitar kita teman-teman kuat agamanya, suka sholat atau suka doa, suka puasa. Suka menyebut nama Tuhan.

Coba survei kecil-kecilan, kalau memiliki akun FB cari gay. Saya terkesima dan sedih betapa banyaknya akun penjual “penyakit LGBT”, berapa pengikut mereka? Bisa mencapai 1.6 K artinya 1.600 anggota, dan banyak lagi akun akun dengan berbagai istilah mereka yang anggotanya tidak kalah besar. Beberapa group FB (Face Book) ada yang aktif sejak 3 tahun hingga kini aktif. Betapa suburnya perkembangan “penyakit LGBT” ini. Sebagai pendidik sekaligus orang tua, saya merasa gusar saat memperhatikan hasil survei. Anak-anak kita dirusak moralnya tidak sekadar melakukan seks bebas tetapi telah hidup dalam tindakan seks sesama jenis.

Rangkul Anak kita

Mari perhatikan anak-anak kita masing-masing, tidak perlu bangga jika anak kita bisa memiliki HP (Smartphone) atau bahkan Tab di tangannya, anak usia sekolah dengan mudah akses situs apapun dan berjejaring dengan orang asing yang sedang mencari mangsa dan menyebar virus “penyakit LGBT”. Jaga dan bentengi anak-anak kita dengan pengetahuan yang benar tentang Injil kebenaran.

Mari mendekatlah dengan anak-anak kita, rangkul dan peluk mereka dengan kasih sayang dan perhatian, berkomunikasi serta akrab dengan anak-anak, sehingga mereka bisa bertanya dan terhindar dari pengaruh “penyakit LGBT.” Jika Anda sebagai pendidik atau guru lakukan peranan dan fungsi pengawasan, bisa berbagai sebagai sahabat. Mari luangkan waktu sejenak agar anak-anak kita selamat. 

“Penyakit LGBT” Diapakan?

Bagi pembaca dengan kecenderungan “penyakit LGBT” segera mencari konselor atau pendeta untuk mengalami pemulihan, Tuhan menciptakan manusia sempurna, tetapi jika dilahirkan dengan “kelainan’ maka izinkan Tuhan mengerjakan bagiannya agar nama Tuhan dipermuliakan, Allah melakukan inisiatif agar manusia berkeluarga dan memiliki keturunan, hubungan seks dalam pernikahan adalah bagian yang kudus, bukan semata kesenangan.

Yudas 1:7-8, “Sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang. Namun demikian orang-orang yang bermimpi-mimpian ini juga mencemarkan tubuh mereka dan menghina kekuasaan Allah serta menghujat semua yang mulia di sorga.”

Mari kita jaga keselamatan yang sudah Tuhan Yesus berikan dengan mengerjakan hukumNya, mari rangkul para sahabat yang membutuhkan pertolongan. Korintus 6:9-10, “Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.”

Kata pemburit berasal dari teks Alkitab Bahasa Yunani arsenokoites yang artinya adalah “One who lies with a male as with a female, sodomite, homosexual.” Kita harus melawan gerakan yang memasyarakatkan LGBT, perlawan terhadap dosa dan “sekteseksual” adalah tugas dan panggilan bersama dari setiap orang percaya. Gereja, persekutuan dan komunitas harus bergerak, perhatikan lingkungan dan peduli dengan sesama, bersahabat dengan tetangga. #MyHomeIndonesia, #SaveOneSoul, #NDCOneMore.

 

* Penulis adalah Sekretaris Umum PGLII DKI Jakarta.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here