Pdt. DR. Nus M. Liur, M.Th, CBC Aktivis Gerakan Oikoumene yang Dulu Giat di GMKI dan GAMKI

56
Pdt. DR. Nus M. Liur, M.Th. Dikenal aktivis gerakan oikoumene.

Narwastu.id-Pada Agustus 2023 lalu, hari ulang tahun (HUT) Republik Indonesia ke-78 sudah dirayakan dengan meriah bersama tokoh-tokoh bangsa. Ini merupakan bukti dari terlepasnya Indonesia dari tangan penjajahan Belanda dan Jepang, lalu masyarakat di negeri ini bergembira merayakannya. Kedaulatan yang diterima Indonesia membuat negeri ini berhak menentukan nasibnya sendiri tanpa intervensi dari bangsa lain. Hal yang sama juga berlaku bagi umat Kristen yang telah dimerdekakan dari dosa melalui kematian Yesus di atas kayu salib. Ketika dosa telah dihapuskan melalui kematian Kristus, maka setiap kita bukan lagi menjadi hamba dosa. Lantas apa definisi kemerdekaan rohani dalam kekristenan. Aktivis gerakan oikoumene Pdt. Dr. Nus M. Liur, M.Th., CBC, berpendapat, mengacu pada sejarah bangsa Israel yang dulu, mereka mengalami penindasan di Mesir selama lebih dari 400 tahun, dan Tuhan kemudian membebaskan mereka.

Dan, ujarnya, mereka bebas dari kekuasaan Mesir yang dipimpin Raja Firaun saat itu. Waktu mereka masuk ke padang gurun sebenarnya tidak bebas sepenuhnya dari Raja Firaun. Tapi mereka jatuh pula ke dalam kekuasaan ilahi, kekuasaan Allah. Jadi tidak ada orang yang hidup bebas di alam raya, tidak bisa. Dia punya nilai harus ada pada otoritas-otoritas yang hidup. “Hewan-hewan saja ada otoritas yang mengatur seperti otoritas alam, manusia, hewan satu kepada yang lain. Karena manusia itu bukan hanya makhluk pribadi, tapi dia juga makhluk sosial. Nah, kekristenan kita tidak netral, kekristenan itu berpihak. Ketika memutuskan untuk beribadah kepada Tuhan dalam nama Yesus Kristus berarti berpihak kepada Yesus Kristus dan itu terbuka. Jadi kebebasan fisik juga terbatas karena kita hidup bersama dengan masyarakat. Jadi kebebasan rohani itu pun terbatas, karena ada value yang mengatur dengan cara menghargai sesama manusia,” tegas pendeta yang lahir di Eliasa, Maluku, 27 Mei 1961 serta pernah menjadi aktivis Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan mantan salah satu Ketua DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) itu.

Menurut Pdt. Nus Liur yang juga pernah menjadi pengurus Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI), dengan kata lain, kemerdekaan rohani juga harus diwujudkan dengan tanggung jawab sebagai seorang pengikut Kristus yang berdampak. Seperti yang dituturkannya bahwa saat Tuhan menciptakan Adam pertama kali dikatakanNya, tidak baik manusia seorang diri saja. Di situ sudah ada binatang-binatang, tumbuh-tumbuhan, air dan bumi. Tetapi semua itu tidak cukup untuk mengekspresikan dirinya segambar dengan rupa Allah. Maka Tuhan menciptakan seorang yang sepadan, yaitu Hawa. “Supaya mereka bersosialisasi dan bermultiplikasi. Jadi kebebasan Kristen itu terikat pada value ilahi, yaitu menampakkan gambar dan rupa Allah di bumi. Tujuannya supaya semua orang boleh menyembah Tuhan,” tukas ayah dari Congress Liur dan Kevin Liur ini.

Dan salah satu bentuk kemerdekaan yang belakangan ini didengungkan sejumlah kalangan adalah maraknya pernikahan sejenis (LGBTQ+), yang dinilai sebagai bagian dari kesetaraan hak asasi manusia (HAM). Selain sudah dilegalkan oleh pemerintah di sejumlah negara, ada pula sebagian gereja yang turut mengambil bagian dan mendukung legalitas para kaum pelangi itu. “Sejak awal waktu Yesus mendirikan gereja pada Matius 16, Ia mengatakan bahwa Aku mendirikan gereja supaya alam maut tidak menguasai. Berarti gereja itu adalah benteng utama dan satu-satunya untuk menghalangi kutuk tidak masuk. Tapi kita harus jujur, di depan mata kita ada begitu banyak alam maut memusuhi gereja yang membolehkan pernikahan sejenis dengan alasan hak asasi manusia. Jadi apakah Alkitab tidak ada hak asasi manusia, apakah Tuhan tidak mengerti hak asasi manusia? Ada pernikahan manusia dengan robot, misalnya program AI (Artificial Intelligence),” tutur Pdt. Nus Liur.

“Sebenarnya semua perlakuan manusia itu adalah bentuk-bentuk baru dari peristiwa Sodom dan Gomora. Dan, kalau kita tidak segera bertobat dan bangkit untuk memulihkan, maka peristiwa Sodom dan Gomora tidak terhindarkan. Sebab itu, kan, mempermalukan Tuhan. Manusia itu diciptakan segambar dengan rupa Allah. Jadi tugas gereja sendiri bukan hanya rapat, sidang, bangun gedung, pergi retreat dan lomba-lomba. Tetapi melakukan apa yang Yesus lakukan, yaitu pemuridan dengan menjadikan semua bangsa murid dan dibaptis mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Jadi firman Tuhan itu kebenaran dan bukan sesuatu yang diperdebatkan,” cetus pendeta yang pernah disebut-sebut sebagai calon Sekretaris Umum PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) di Sidang Raya PGI 2004 di Wisma Kinasih, Bogor, Jawa Barat itu.

Menurut mantan Ketua Sinode GKO (2002-2017) sekaligus trainer dari Christian Mens Network Indonesi (CMNI) ini, mengutip pendapat salah seorang teolog awam bernama Dietrich Benhoffer yang mengatakan, Christianity without discipleship is always Christianity without Christ (Kristen tanpa pemuridan sama dengan Kristen tanpa Kristus). Dikatakan, jika gereja membiarkan hal itu terjadi, maka ia khawatir di banyak gereja tidak ada Kristus, karena tidak ada pemuridan. Ia pun menganologikan bahwa pemuridan sama seperti dengan ikan yang hidup di air laut. Ketika ikan itu keluar dari air laut pasti mati. Kalau tumbuh-tumbuhan keluar dari tanah juga akan mati. “Tapi waktu Tuhan menciptakan manusia, Ia perintahkan diriNya sendiri untuk menciptakan manusia segambar dan serupa denganNya,” ujarnya.

“Jadi seperti ikan keluar dari air akan mati, tumbuh-tumbuhan juga demikian maka manusia keluar dari gambar dan rupa Allah pasti mati. Apa yang mati? potensinya, karakternya dan rohaninya pasti mati,” ujar suami tercinta dari Nana Liur ini kepada Majalah NARWASTU. Salah satu dampak yang paling menakutkan jika pernikahan sejenis terus terjadi adalah lost generation. Oleh sebab itu, sedapat mungkin gereja harus menjalankan fungsinya dengan baik dan tidak boleh menjadi garam yang tawar. Atau bisa dikatakan sejatinya gereja supaya mewariskan Kristus yang hidup, karena Dialah Tuhan dan Juruselamat yang menyelamatkan dunia. Karena dengan melakukan pemuridan secara tidak langsung telah menerapkan gaya hidup Kristus yang bermultiplikasi. “Seperti yang ditegaskan oleh Paulus dalam Roma 8:29, Efesus 2:10 dan Kolose 1:28-29 bahwa semua orang harus dilatih, dididik, dan dituntun menuju keserupaan dengan karakter Kristus. Jadi kemerdekaan kita bukan kemerdekaan yang bebas sembarangan. Melainkan kemerdekaan yang berpusat pada Kristus dan berdampak pada dunia,” ujarnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here