Advokat Senior Imbau Cendekiawan (Ilmuwan) Agar Perhatikan Etika dan Moral Saat Berbicara

21
Dr. Jose T.P. Silitonga, S.H., M.A., M.Pd (Kiri) berbicara di podcast Majalah NARWASTU, dan hostnya Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi NARWASTU, Jonro I. Munthe, S.Sos.

Narwastu.id – Cendekiawan, ilmuwan, ahli filsafat atau pengamat politik itu mesti memperhatikan diksi atau kata-katanya saat berbicara di depan banyak orang. Karena sekarang ada sejumlah orang yang suka seenaknya melontarkan kata-kata, termasuk menghina atau melecehkan pemimpin negara seperti Presiden RI Joko Widodo lewat medsos. Pengaruh dari kehadiran media sosial (Medsos) itu sekarang sangat terasa di tengah masyarakat Indonesia. Seseorang bisa melontarkan ucapan-ucapan yang tidak pantas agar yang bersangkutan terkenal atau kontennya viral.

Itu sesungguhnya merusak demokrasi kita. Demokrasi itu sesungguhnya mesti memperhatikan etika. Bicara itu memang hak semua orang, tapi bila ucapannya sudah mengarah pada penghinaan, itu mesti dilaporkan ke aparat hukum. Itulah benang merah yang disampaikan advokat senior dan mantan Ketua DPD PIKI (Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia) DKI Jakarta, Dr. Jose T.P. Silitonga, S.H., M.A., M.Pd saat bicara dalam podcast Majalah NARWASTU pada Selasa pagi, 22 Agustus 2023 di kantor Redaksi Majalah NARWASTU. Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Majalah NARWASTU, Jonro I. Munthe, S.Sos, tampil memandu perbincangan di podcast ke-62 tersebut.

Jose Silitonga yang merupakan aktivis HAM, peraih penghargaan sebagai “Pahlawan Bumi 2007 Pilihan Walhi” kini dipercaya juga sebagai Ketua Dewan Kehormatan Asosiasi Advokat Indonesia (AAI). Menurut pria yang merupakan Doktor Ilmu Pemerintahan dari Institut Pemerimtahan Dalam Negeri (IPDN) Bandung ini, sebagai pengacara ia sangat prihatin dengan sikap sejumlah ahli filsafat atau ilmuwan yang kurang memahami etika dan moral saat bicara di hadapan publik. “Ilmuwan itu mesti cerdas, dan jangan merendahkan martabat seseorang,” ujar anggota jemaat Gereja HKBP ini.

Sekarang, kata Jose yang pernah menjadi kuasa hukum sejumlah pendeta HKBP, masyarakat mesti bijak memanfaatkan media sosial. Sebaiknya media sosial dimanfaatkan untuk memberi informasi yang bermanfaat bagi banyak orang, serta dipakai untuk memberi pencerdasan pada publik. “Medsos jangan dipakai untuk mencari sensasi murahan. Pak Jokowi itu pemimpin kita yang sangat sabar. Dan dia sederhana dan tak terpancing marah saat dirinya dihina. Andai saja di zaman Orde Baru seseorang menghina pemerintah, pasti akan masuk penjara. Jadi hati nurani dan moral dari para cendekiawan mesti dikedepankan bila berbicara di hadapan publik. Janganlah cari sensasi, tapi tunjukkan intelektualmu,” papar pria yang sering dijuluki “Pengacara Pendeta” karena ia kerap mengadvokasi Hamba Tuhan yang terbelit kasus hukum itu. SY 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here