Film “Sayap-Sayap Patah” Mengingatkan agar Tetap Mewaspadai Bahaya Radikalisme

45
Produser film "Sayap-Sayap Patah" Denny Siregar, figur anak bangsa yang cerdas, vokal dan Pancasilais.

Narwastu.id – Bukan rahasia umum lagi bahwa Indonesia belum terbebas dari benih-benih radikalisme. Hal itu terbukti dengan beragam kejahatan yang ditunggangi oleh para kader teroris yang ingin meluluhlantakkan republik ini. Dengan kondisi tersebut, maka Pemerintah bersama TNI dan Polri serta semua pihak terus bahu membahu untuk menumpas benih-benih radikalisme yang disinyalir telah tumbuh dengan subur dengan berbagai cara. Salah satunya melalui media film berjudul “Sayap-Sayap Patah.” Film yang diangkat berdasarkan kisah nyata ini bercerita tentang salah satu anggota Densus 88, Iptu Yudi Raspuji yang gugur bersama rekannya yang lain dalam tragedi kerusuhan di Mako Brimob Depok, Jawa Barat, pada 2018 lalu.

Film ini disutradarai sineas handal Rudi Soedjarwo (putra mantan Kapolri Jenderal Pol. Anton Sudjarwo) dan diproduseri oleh penggiat medsos yang cerdas, vokal dan Pancasilais, Denny Siregar. Film yang dikemas secara apik melalui drama keluarga ini, tidak hanya menebarkan sisi kemanusiaan semata melainkan juga ada bumbu romansa dari pasangan muda Aji dan Nani, sekaligus baku tembak yang terjadi antara polisi dengan teroris, sehingga menimbulkan ketegangan.

Diceritakan tentang pasangan muda Aji (Nicholas Saputra) dan Nani (Ariel Tatum) yang tengah menanti kelahiran anak pertama. Sebagai anggota Densus 88 Aji berada di garda terdepan dalam memberantas terorisme, dan hal itu membuat Nani yang sedang hamil tua selalu diliputi rasa khawatir. Ketegangan demi ketegangan yang dirasakan oleh Nani rupanya berimbas pada kandungannya. Dengan kondisi tersebut ia terpaksa harus diungsikan ke rumah ibunya di Jakarta. Hal itu untuk menjaga kondisi sang calon jabang bayi agar tidak mengalami keguguran.

Poster film “Sayap-Sayap Patah” yang kini ditonton lebih dari dua juta orang di Tanah Air.

Beruntung, Aji juga dipindahkan ke Jakarta, yang berarti ia bisa berkumpul kembali dengan sang istri tercinta. Ironisnya, saat Aji bertugas di hari pertama, penjara tempat para teroris ditahan dijebol. Dan hal itu menyebabkan Aji menjadi salah satu petugas yang disandera. Sementara di waktu yang sama, Nani juga tengah berjuang melalui persalinan anak pertamanya.  Walaupun ada sedikit perbedaan cerita dari film tersebut dengan kisah yang sebenarnya, namun tidak mengurangi esensi dari pesan yang ingin disampaikan. Bahwa setiap kita tidak bisa menutup mata tentang keberadaan radikalisme yang memang telah memasuki area bidang kehidupan.

Penyusupan yang senyap dan terselubung dengan mendoktrin ideologi yang berseberangan dengan Pancasila dan UUD 1945 sudah barang tentu harus diperangi. Film ini selain baik untuk dikonsumsi oleh lintas usia dan keluarga juga membantu pemerintah dalam mengedukasi masyarakat bahwa sesungguhnya ancaman radikalisme itu memang ada dan nyata di negeri tercinta ini. Dan di sisi lainnya, film ini sejatinya menjadi momen yang pas bagi Kepolisian Republik Indonesia untuk mengembalikan kepercayaan publik sekaligus memulihkan citranya yang amburadul akibat tingkah laku para oknum polisi yang melanggar kode etik seperti Ferdy Sambo dan kawan-kawannya. DBS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here