Narwastu.id – Pakar hukum dan tokoh masyarakat yang dikenal Pancasilais ini memang amat peduli pada persoalan di tengah masyarakat. Makanya sebagai pakar hukum dan mantan Hakim Agung MA-RI, Dr. H.P. Panggabean, S.H., M.S. tak pernah lelah menuangkan pemikirannya dalam buku untuk memberi pencerdasan pada masyarakat. Buku terbarunya berjudul “Perspektif Reforma Agraria Mendukung Revitalisasi Sistem Pemerimtahan Desa Adat” ini dicetak hingga 720 halaman. Buku yang terdiri dari 10 bab ini diterbitkan PT. Alumni Bandung.
Dalam sambutannya di buku ini, Ketua Mahkamah Agung (MA) RI, Dr. H. Muhammad Syarifuddin, S.H., M.H. menuturkan, dalam kondisi seperti ini, buku berjudul “Perspektif Reforma Agraria Mendukung Revitalisasi Sistem Pemerintahan Desa Adat” yang ditulis oleh Dr. Henry P. Panggabean, S.H., M.S. ini hadir di tengah ruang baca kita semua, memperkaya wawasan kita tentang perkembangan dinamika hukum agraria. “Saya menyampaikan apresiasi kepada sosok penulis buku ini, walau telah purnabakti dari jabatan hakim agung, tetapi kecintaan penulis terhadap dunia hukum dan ilmu pengetahuan tidak pernah memudar. Di sela-sela waktu istirahatnya penulis tetap tampil sebagai praktisi hukum, melakoni officium nobile dengan mendirikan firma hukum guna membantu masyarakat mencari keadilan, selain juga aktif sebagai pengajar di perguruan tinggi. Terlebih di tengah suasana pandemi Covid-19 sekarang ini, penulis masih menyempatkan diri menuangkan ide-ide pemikirannya yang bernas, baik melalui goresan pena maupun tuts keyboard, sehingga buku ini hadir memperkaya khazanah intelektual di tanah air,” tulis Ketua MA RI itu.
Tema-tema yang dipotret oleh penulis dalam buku ini, tulisnya, seperti polemik seputar eksistensi peran dan kedudukan hukum adat dan masyarakat adat di Indonesia, serta reformasi agraria dan pembaruan hukum pertanahan di Indonesia, merupakan tema penting dalam konteks hukum agraria. Paparan deskriptif serta wacana yang ditawarkan penulis ini tentu saja menarik untuk dianalisis lebih lanjut dan membuat buku ini semakin menarik untuk ditelaah.
“Kehadiran buku ini tentu saja bukan sekadar untuk meramaikan deretan buku di perpustakaan pribadi di rumah atau kantor kita, tetapi benar-benar merupakan konstribusi positif bagi pembangunan hukum nasional. Saya mendoakan semoga penuis selalu diberikan kekuatan dan kemampuan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk dapat terus berkarya dalam rangka berkonstribusi positif bagi bangsa dan negara,” kata Muhammad Syarifuddin.
“Akhir kata, saya mengucapkan selamat kapada penulis, dengan harapan buku ini dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan serta memberikan manfaat bagi bangsa dan negara ini, khususnya bagi para praktisi, pemerhati maupun penegak hukum, dalam rangka meningkatkan pemahaman hukum, khususnya di bidang hukum agraria dan hukum adat. Selamat membaca,” katanya lagi.
Pakar hukum yang disegani dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. juga menyampaikan, “Saya merasa sangat terhormat untuk sekali lagi diminta oleh Pak Dr. H.P. Panggabean. S.H., M.S. memberikan kata sambutan untuk buku karyanya. Kali ini, bukunya berjudul ‘PERSPEKTIF REFORMA AGRARIA MENDUKUNG REVITALISASI SISTEM PEMERINTAHAN DESA ADAT.’ Di dalamnya dibahas eksistensi hukum adat di Indonesia, konsep Reforma Agraria dari beberapa penulis hukum pertanahan, dan juga pertimbangan dan analisis mengenai pelbagai kasus hukum adat nusantara yang dihadapi oleh penulis selama kariernya sebagai sarjana hukum, khususnya sebagai hakim, hingga pada puncaknya menjadi Hakim Agung di Mahkamah Agung Republik Indonesia,” tulisnya.
Menurutnya, kita harus menyambut gembira prakarsa beliau untuk menuliskan hal ini dalam bentuk buku, karena perhatian para sarjana hukum mengenai kasus-kasus hukum adat ini akhir-akhir ini tergolong sangat kurang, baik di dunia akademis di perguruan tinggi maupun di dunia praktik. Apalagi, sistem peradilan adat sendiri dapat dikatakan hanya ada dan masih diakui eksplisit hanya di lingkungan daerah otonomi khusus Papua dan Papua Barat berdasarkan UU Otsus. Sedangkan di daerah lain, eksistensi peradilan adat secara resmi tidak diakui secara tegas, kecuali hanya atas dasar penafsiran konstitusional terhadap implementasi ketentuan Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dengan undang- undang.” Karena itu, kita ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada penulis untuk prakarsanya ini.
“Semoga buku ini terus mendorong perhatian para sarjana hukum pada umumnya, dan khususnya di kalangan aparat penegak hukum mengenai pentingnya memahami, menghayati warisan tradisi hukum adat nusantara sebagai bagian dari upaya untuk menemukan sumber-sumber kearifan tradisional tentang rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat Indonesia yang sangat kompleks dan majemuk. Putusan-putusan pengadilan, bagaimanapun juga pada akhirnya harus akrab dengan rasa keadilan yang hidup di tengah masyarakatnya. Selamat, dan semoga buku ini juga menginspirasi bagi para sarjana hukum lainnya terutama generasi yang lebih muda untuk meneruskan karya-karya yang sudah dipersembahkan oleh Pak Dr. H.P. Panggabean dengan karya-karyanya yang mencerdaskan dan mencerahkan ini,” tulis Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.
yang juga Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Ketua Pendiri Mahkamah Konstitusi RI 2003-2008, dan Ketua Dewan Penasihat Komnas HAM 2009-2017.
Sekadar tahu, buku inspiratif ini, dapat dijadikan referensi, pembanding, pedoman bagi para hakim di lingkungan peradilan umum, akademisi, teoretisi, praktisi hukum yang ingin lebih mendalami secara intens detail dan mendalami tentang perlunya reforma agraria dengan cara merevitalisasi sistem pemerintahan desa adat. Paling tidak pembaca buku ini dapat menambah ilmu pengetahuan tentang pengertian dan eksistensi hukum adat, pengertian hak ulayat, permasalahan-permasalahan tanah ulayat, kasus-kasus hukum tanah adat, yang disebabkan hilangnya peranan Masyarakat Hukum Adat (MAHUDAT). ST