Ketua Umum PDRIS, Kamaruddin Simanjuntak, S.H. Mendirikan Partai, Tak Mau Mengoyak Kain Baru Menambal Kain Lama

2601
Kamaruddin Simanjuntak, S.H. Pengacara handal dan figur nasionalis.

Narwastu.id – Partai politik (Parpol) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia adalah kekuatan. Tentu selain parpol sebagai tempat persamaian calon pemimpin, juga wadah menyaring calon pemimpin, baik di daerah maupun pusat. Selain itu, parpol merupakan tempat untuk menyalurkan aspirasi-aspirasi rakyat yang kemudian diberikan amanat untuk memimpin rakyat. Atas alasan itulah advokat cerdas, nasionalis dan berani, Kamaruddin Simanjuntak, S.H. dan kawan-kawan mendirikan PDRIS (Partai Demokrasi Republik Indonesia Sejahtera).

Berdirinya partai ini, sebagaimana dialaskan untuk memperjuangkan keadilan dan kepentingan kemaslahatan rakyat, termasuk memperjuangkan jaminan kebebasan umat beragama. Dan kaum intoleran tak boleh semena-mena menutupi rumah ibadah. “PDRIS lahir sebagai jawaban permasalahan yang dihadapi bangsa, bermula dari partai politik mahar politik, korupsi, intoleransi, konflik SARA serta kejahatan lainnya,” ujar Ketua Umum PDRIS yang pernah menangani kasus-kasus hukum yang bersinggungan dengan tokoh-tokoh besar di Indonesia ini.

Ditanya pendapatnya, bagaimana menyikapi semakin maraknya kasus intoleransi dan kebencian antarsesama yang terjadi akhir-akhir ini di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), khususnya pasca jatuhnya pemerintahan Orde Baru, atau lahirnya Orde Reformasi? “Kami melihat begitu banyak penyimpangan yang terjadi di berbagai sektor pemerintahan, swasta dan organisasi kemasyarakatan, sehingga sistem pengelolaan bangsa dan negara menjadi sangat jauh dari harapan dan cita-cita luhur para pendiri bangsa,” jelas pria kelahiran Siborongborong, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 21 Mei 1974 ini.

Baginya, negara besar ini mesti dikelola berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dengan konsep keberagaman, yaitu Bhinneka Tunggal Ika dalam kerangka NKRI. Sebab memang Pancasila adalah ideologi dan dasar negara yang merupakan landasan dari segala keputusan bangsa dan negara. “Pancasila seharusnya menjadi satu-satunya ideologi tetap sebagai pemersatu bangsa dan negara, serta mencerminkan kepribadian bangsa. Pancasila yang merupakan dasar dan ideologi bagi bangsa dan negara, dalam hal ini Pancasila seharusnya dipergunakan sebagai sumber segala sumber hukum,” tambah pendiri Kantor Hukum atau pengacara Victoria Law Firm ini.

Pancasila, kata penyuka angka 7 ini, merupakan ide dan gagasan pemersatu bangsa dan negara, dan itu adalah kesepakatan bersama dari para pendiri  bangsa, yang mengutamakan semua kepentingan bersama, dari Sabang sampai Merauke dan dari Mianas sampai Kepulauan Rote. Sejak Orde Reformasi bergulir, selain maraknya kasus-kasus di atas tadi, intoleransi, masih banyak kasus lain yang sangat menonjol dan merusak tatanan hidup berbangsa dan bernegara, yaitu korupsi.

Kamaruddin Simanjuntak, S.H. saat berkunjung ke kantor Majalah NARWASTU dan diterima Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi NARWASTU, Jonro I. Munthe, S.Sos (kiri) dan anggota Redaksi NARWASTU, Hotman Lumban Gaol, S.Th (kanan).

“Kejahatan tindak pidana korupsi dan money politics serta nepotisme yang justru semakin marak dan menggurita di semua lini. Walaupun telah 18 tahun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ada, diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif dan berkesinambungan, akan tetapi yang ada setiap hari, kita telah melihat dan mendengar justru semakin banyak pejabat negara dan politisi bersama pengusaha yang ditangkapi oleh penyidik KPK,” terang pengacara yang pernah mengungkap perkara e-KTP dan perkara Wisma Atlet di Hambang tersebut.

Kalau demikian mengapa tetap sulit pemberantasan korupsi? Menurut alumni Fakultas Hukum Univesitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta tahun 2000 ini, ternyata sulitnya KPK memberantas kejahatan korupsi adalah justru disebabkan oleh partai politik masih menerapkan pungutan berupa mahar politik. “Boleh dikatakan, bahwa akar korupsi dimulai dari partai yang membuat mahar politik. Pungutan dan pengeluaran pribadi dari calon eksekutif dan legislatif yang berlebihan dan jauh melampaui gaji atau pendapatan yang akan diperoleh bila sekiranya yang bersangkutan terpilih menjadi pejabat. Artinya, bahwa sampai kapan pun bila sistem kepartaian masih seperti ini, sarat dengan mahar politik, maka kejahatan tindak pidana korupsi sulit dikendalikan,” ujarnya.

Korupsi, kata Kamaruddin, tak akan bisa hilang, karena parpollah sebagai pencari dan penyaji SDM yang akan duduk mengisi lembaga-lembaga negara, baik eksekutif maupun legislatif. Negara tak boleh lagi dikelola dengan cara-cara lama, yaitu kebencian dan mahar politik, akan tetapi negara harus dikelola dengan cara yang baru, dikelola secara profesional, proporsional dan obyektif, dan terbebas dari semangat intoleransi dan kebencian. Baik pengelolaan pemerintahan dalam negeri maupun luar negeri, serta negara ikut serta melaksanakan ketertiban dunia, dengan konsep kasih, persaudaraan dan saling menghormati di dalam kesetaraan.

Ingin Mengatasi Kebuntuan

Setamat dari SMAN 1 Siborong-borong tahun 1992, Kamaruddin tak pernah berpikir menjadi pengacara apalagi menjadi ketua partai. Dulu merantau ke Jakarta hanya untuk mengadu nasib. Berbekal kenekadan, karena tak punya uang untuk kos dan tak mau menyusahkan saudara, dia tinggal di bawah kolong jembatan di daerah Klender, Jakarta Timur. Selama tiga bulan hidupnya gelandangan, kerja serabutan sekadar untuk bertahan hidup. Hanya berbekal ijasah SMA dia kemudian mencoba melamar kerja di perusahaan. Tahun 1993, dia diterima bekerja sebagai costumer service di sebuah restoran.

Dari sana dia sempat mencoba membangun bisnis kecil-kecilan, tetapi tak berapa lama tumbang. Karena pasang surut dunia bisnisnya, akhirnya jadi sales, tenaga penjual. Dari sana dia tertarik menjadi pengacara. Atas cita-cita itu dia mendaftar kuliah di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Jakarta di tahun 2000.

Kamaruddin Simanjuntak, S.H. bersama pengurus PDRIS.

Filosofi hidupnya mengandalkan Tuhan, maka tak ada yang perlu ditakutkan terhadap probelema apa pun. “Satu-satunya cara untuk meraih kesuksesan hanya dengan mengandalkan Tuhan Elohim. Oleh karenanya, agar bisa bertahan kita harus benar-benar berserah kepada Tuhan Elohim, dan tak ada ketakutan menjalankan profesi yang kita geluti. Tentu keberhasilan hari ini ditentukan oleh apa yang sudah kita lakukan di masa lampau. Semuanya dimulai dari keberanian dan kesiapan diri menggapainya,” ujar anggota jemaat Gereja HKBP Kebon Jeruk, Jakarta Barat, ini

Lalu, mengapa kemudian ia mendirikan partai? Dia ingin mengatasi kebuntuan yang ada. Maraknya kasus intoleransi, kebencian dan kejahatan korupsi perlu disikapi lagi dengan ada partai baru. Atas dasar itulah lahir PDRIS, tepat pada Selasa, 7 Juli 2020. “Kami dirikan partai baru ini untuk memperjuangkan sistem pemerintahan yang terbebas dari kejahatan intoleransi, kebencian dan kejahatan korupsi,” jelasnya.

PDRIS sendiri bernafaskan kebenaran Alkitab dan berazaskan ideologi Pancasila dan Undang-Udang Dasar 1945 dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika dalam kerangka NKRI. Sementara visinya untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokratis dan sejahtera di bidang sosial, ekonomi, politik dan hak-hak sipil, terlindungi, cerdas, adil dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika, serta menjunjung tinggi supremasi hukum dan HAM dalam bingkai NKRI,” ujarnya.

Sedangkan misinya, katanya, membangun masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi penegakan hukum, keadilan, kesetaraan. Membangun kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara yang bebas beribadah sesuai keyakinannya, toleran, rukun dan damai serta saling menghormati, tanpa tekanan dan tanpa perlakuan yang diskriminasi dalam bentuk apapun. Selain itu, membangun masyarakat Indonesia yang mandiri, jujur, cerdas, dan berintegritas serta demokratis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lalu, mendorong dan mendukung pembangunan penguatan sistem pertahanan dan keamanan negara yang berada dalam poros kemaritiman. Baik nasional dan regional, demi terwujudnya kedaulatan wilayah teritorial lewat politik anggaran dan program-program kerja yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kamaruddin Simanjuntak, S.H. dalam sebuah acara jumpa pers. Mari bergabung dengan PDRIS

PDRIS juga memiliki misi membangun kualitas SDM, khususnya generasi muda yang bertalenta dan memiliki karakter serta mampu beradaptasi dengan mengikuti dan terlibat di dalam perkembangan teknologi. Juga untuk membangun ekonomi Indonesia yang maju, sejahtera secara merata dan menyeluruh baik di bidang agraris, yaitu berdaulat di bidang ketahanan pangan kemaritiman, kelautan, dan berdaulat di bidang sumber daya energi, energi terbarukan, air dan ekonomi kreatif yang berbasis teknologi. Jika itu dilakukan darinya akan tercipta masyarakat Indonesia yang solider, berjiwa gotong royong dan ada kesetiakawanan sosial dalam membela Negara. Oleh karenanya, perlu membangun masyarakat Indonesia dan generasi muda yang sehat, cerdas, berprestasi, mencintai lingkungan dan dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Juga membangun masyarakat dan generasi emas yang terbebas dari perilaku korupsi, pencucian uang, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas dan terorisme, serta tindakan lainnya yang bertentangan dengan undang-undang.

Adapun lambang dan arti dari lambang PDRIS adalah terdiri dari merpati dan peta Indonesia, padi dan kapas bersalaman tangan, bintang dengan latar belakang bulatan warna biru, merah dan putih. Sementara burung merpati melambangkan: Roh Kudus, Roh Tuhan Elohim melindungi dan menyinari dengan sinar kasihNya NKRI yang juga melambangkan perdamaian, kasih dan kesetiaan serta takut akan kuasa Tuhan Elohim. Sementara peta Indonesia warna hijau, melambangkan: Yurisdiksi PDRIS  adalah atas seluruh NKRI. Lalu, padi dan kapas melambangkan: Kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemudian gambar bersalaman melambangkan kesepakan dan hubungan yang sangat erat antarsuku, agama, ras dan antargolongan yang sangat harmonis dan baik dalam memupuk persaudaraan serta kerjasama yang baik.

Bintang melambangkan: Perisai rakyat dan kemakmuran. Lalu, jumlah sayap kiri dan kanan burung merpati sebanyak 50 helai melambangkan jumlah pendiri sebanyak 50 orang. Sementara bulu ekor burung merpati 12 helai: Melambangkan jumlah tim kecil yang mempersiapkan seluruh perangkat partai sampai dibuat dan ditandatanganinya akta pendirian PDRIS. Jumlah Pati 7 butir melambangkan: Tanggal pendirian partai pada Selasa, tanggal 7. Jumlah kapas 7 buah melambangkan bulan 7 sebagai pendirian PDRIS. Bulu di leher burung merpati berjumlah 20 helai melambangkan tahun 2020 sebagai tahun pendirian PDRIS. Warna biru melambangkan profesionalisme, kecerdasan, kepercayaan diri dan kekuatan. Merah melambangkan keberanian dan pengorbanan untuk mencapai visi dan misi PDRIS. Warna putih melambangkan kesucian dan kebenaran hakiki PDRIS dalam bersikap dan bertindak mengurus partai, negara dan pemerintahan.

Kamaruddin Simanjuntak, S.H. bersama pengurus DPP MUKI.

Menurutnya, partai besutannya perlu hadir untuk mengisi ruang kosong yang selama ini belum diperjuangkan oleh partai yang ada di Senayan, yaitu persoalan ketidakadilan, kesetaraan hukum, terlebih bagi masyarakat yang dianggap minoritas, bagaimana pendirian rumah ibadah masih saja menjadi persoalan, daerah-daerah yang mayoritas Kristen masih tetap tertinggal. Termasuk diskrimanasi Peraturan Bersama 2 Menteri yang mengekang pendirian rumah ibadah khususnya kelompok minoritas.

 

Perlakukan Papua yang masih terkesan berat sebelah, di mana kalau ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh orang-orang Papua begitu cepat diambil tindakan hukum sebaliknya tumpul dan lemah kalau yang melakukan atas nama agama tertentu. Dia ingin memberi peran, sebagai pengacara dia merasakan terbatas perannya, hanya bisa melakukan sebatas membela klien. Maka dia memutuskan berjuang melalui partai politik. Baginya, tak mungkin menitipkan perjuangan ke orang lain. Keadilan harus diperjuangkan.

Putra dari dari (alm.) Midian Simanjuntak dan Nurmaya Pardede ini ingin berdampak dan menjadi berkat  bagi orang lain. Sebagai seorang advokat tentu dirinya banyak membantu klien yang kurang beruntung secara probono-prodeo atau penanganan cuma-cuma atau gratis.

Namun dia tetap merasa penegakan hukum belumlah tegak setegak-tegaknya di negeri ini. “Hukum belumlah menjadi panglima dan masih jauh panggang dari api. Dan diistilahkan tajam ke bawah dan tajam  ke samping/oposisi, namun masih tumpul ke atas. Itulah gambaran kondisi penegakan hukum di Indonesia. Hukum yang seharusnya menjadi alat pembaharuan masyarakat, nyatanya penegakan hukum masih morat-marit dan carut marut.

Mewakafkan Diri

Dulunya dia tak pernah bercita-cita menjadi pengacara, apalagi ingin terjun ke politik. Tetapi itulah jalan hidup, nyatanya jalan hidup membawanya menjadi pengacara, sekarang bertambah tugas berat, menjadi ketua umum partai. Dia menyebut masalahnya politisi kita lebih banyak tak baik. Itu sebabnya, hukum diproduksi bermasalah, termasuk Perda-Perda itu hampir semua bermasalah. Mengapa? Karena diproduksi orang yang tidak baik dan yang tak benar. Sementara penegak hukum menggunakan produk hukum yang tak baik itu.

Maka tepatlah ungkapan yang menyebut, jika air keruh di hulu, maka harus diperbaiki sumber air dari hilirnya. Jadi kalau hukum atau perundang-undangannya tak baik, maka yang diperbaiki bukan di undang-undangnya, tetapi pembuat undang-undang itu, yaitu politisi. Politisi dari mana? Iya dari partai politik. Dia menyebut sejak menetapkan diri menjadi pengacara sudah mewakafkan diri untuk kemaslahatan, siap berjuang untuk itu. “Beberapa kali saya telah diancam akan dibunuh. Tujuh kali lolos dari pembunuhan. Ada yang mengatakan, bahwa saya memiliki tujuh nyawa. Tetapi orang tak pernah bertanya siapa di atas saya. Di atas saya ada Tuhan yang hidup memelihara saya,” ujarnya.

Kamaruddin Simanjuntak, S.H., dalam sebuah kesempatan bersama tokoh masyarakat Batak, Humala Simanjuntak, S.H.

Dia merasakan membenahi negara ini jika hanya pengacara sesungguhnya tak cukup kuat. Berbeda jika dibandingkan dirinya menjadi seorang ketua partai. Tentu, sebelum membuka partai dirinya juga aktif menjadi Bendahara Umum DPP Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI), ormas yang berjuang untuk kebebasan umat beragama. Namun dia rasa tetap juga mengalami kendala dalam berjuang. Sadar bersama teman-temannya berkesimpulan, pembenahan dimulai dari partai politik.

Sementara mereka tak melihat ada masa depan di partai politik yang sekarang, karena sudah mapan, “Semua sudah kotor.” Maka tak mungkin yang kotor ini membenahi negara ini. Kamaruddin menyetir perumpamaan Yesus yang mengatakan, tak seorangpun mengoyakkan secarik kain dari baju yang baru untuk menambalkannya pada baju yang tua. Jika demikian, yang baru itu juga akan koyak dan pada yang tua itu tidak akan cocok kain penambal yang dikoyakkan dari yang baru itu.

Dia mencontohkan orang baru yang masuk ke lembaga yang sudah korup, betapa pun idealismenya tak akan mampu bertahan, tetap tergoda dan jatuh. Awalnya menolak, tetapi lama-lama sudah terbiasa akhirnya mau juga. Selain itu, yang membuat dirinya mendirikan partai karena maraknya korupsi. Ternyata seluruh korupsi pemicunya adalah partai politik. Partai politik sudah rusak. Korupsi itu dimulai dari ketua umum partai memungut mahar politik. Praktik mahar politik dapat dipahami sebagai transaksi di bawah tangan yang melibatkan pemberian sejumlah dana dari calon pejabat. Menurutnya, korupsi juga marak oleh karena pemuka agama tak menampilkan suara kenabiannya. Misalnya, ketika orang memberi persembahan besar di gereja, gereja tak ingin tahu asalnya dari mana uang itu.

Alih-alih, alasan itu pembenahannya dimulai memperbaiki harus partai yang baru dan orisinil. Tentu partai baru harus berani membongkar habis kasus-kasus korupsi. Jika membaca namanya, memang seperti nama seorang Arab. Nama itu pemberian ayahnya yang lama merantau di Aceh. Suami dari Joanita Meroline Wenji, S.H. dan ayah dari lima orang puteri masih terus bergairah jika diajak bicara politik. Menurutnya, PDRIS hadir sebagai partai nasionalis dan religius, berdasarkan nilai-nilai universal Alkitab untuk berjuang bagi kemaslahatan umat.

Dia mengatakan, partainya juga terbuka untuk umum. “Yang kami butuhkan untuk pengurus PDRIS bukan ilmu yang tinggi dan bukan untuk uang yang banyak. Ada yang bertanya ke saya, berapa uang dari PDRIS saya katakan bahwa modalnya T besar. Tuhan. Dan yang kami butuhkan di PDRIS adalah orang-orang yang memiliki hati yang baik dan benar,” jelas Kamaruddin Simanjuntak saat berkunjung baru-baru ini ke kantor Majalah NARWASTU di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur.

Adapun target PDRIS adalah ikut serta dalam Pemilu 2024 untuk memenangkan minimal 30% suara, agar bisa menempatkan kader-kader terbaiknya kelak, benar dan militan di Senayan. Jelas, target PDRIS adalah ikut serta dalam Pemilu 2024 kelak. Lagi, tujuan meraup suara minimal tigapuluh persen suara di DPR itu guna mereformasi perundang-undangan agar selaras dengan Bhinneka Tunggal Ika dalam bingkai NKRI. Walau terkesan berlebihan bagi sebagian orang, tetapi baginya, dengan para pengurus target itu tak berlebihan, tak ada yang mustahil bagi Tuhan. Oleh karenanya, untuk meraup suara besar di parlemen, partai ini tengah berjuang membentuk kepengurusan di 34 provinsi. Tentu harapannya partainya bisa membawa perubahan yang lebih baik bagi bangsa dan negara. HM.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here