Narwastu.id – Hakekat spiritualitas pelayanan adalah sikap batin atau arah utama dari diri seseorang atau kelompok. Sumber semangat yang mampu mendorong atau menggerakkan untuk hidup dalam segala aspek kehidupan dalam relasi dengan Allah. Sedangkan masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri atas kelompok-kelompok, yang tinggal bersama dalam suatu wilayah/tempat, tetapi terpisah menurut garis budaya, bahasa, suku, ras, agama, sosial, masing-masing.
Hal tersebut ditegaskan oleh Ketua Tim PKM MPAK UKI Pdt. Dr. Djoys Anneke Rantung, M.Th, dalam webinar bertajuk “Spiritualitas Pelayanan di Tengah Masyarakat Majemuk,” pada Minggu, 12 Juli 2020 lalu. Webinar yang dilaksanakan oleh Tim Pengabdian Kepada Masyarakat Program Magister Pendidikan Agama Kristen (MPAK) UKI Jakarta bekerjasama dengan GMIM Ebenheazer Cikarang ini, sebagai pembinaan untuk jemaat dan mahasiswa yang dilaksanakan dalam dua sesi.
Selain webinar, dilaksanakan kegiatan bakti sosial (Baksos) dan pembinaan kepada jemaat dan mahasiswa. Aksi baksos berupa pemberian sembako dilaksanakan di Jemaat GMIM Ebenheazer Cikarang, pada Sabtu, 18 Juli 2020. Bantuan tersebut diperuntukkan kepada majelis, lansia, janda, korban PHK, dan mahasiswa yang terdampak Covid-19.
Menurutnya, masyarakat Indonesia yang majemuk merupakan rencana Allah. Sebab itu, kita dituntut untuk dapat bekerja sama secara maksimal, sekalipun dalam perbedaan keyakinan/agama, suku dan budaya. Selain itu, mengatur kehidupan yang harmonis dengan Tuhan dan sesama, serta memiliki kepekaan untuk menaruh belas kasihan dan menolong sesama. “Allah juga memiliki tujuan dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, yaitu, agar kita saling belajar hidup dalam perbedaan dan bertoleransi, membangun saling percaya, memelihara saling pengertian serta mewujudkan perjumpaan lintas budaya dan agama,” kata Pdt. Djoys yang termasuk dalam “21 Tokoh Kristiani 2016 Pilihan Majalah NARWASTU.”
Dia menambahkan, dalam pelayanan di tengah masyarakat majemuk banyak menghadapi tantangan, seperti rentan konflik, pengkotak-kotakan, adanya klaim kebenaran, persoalan moral, mudah tersinggung, egoisme/individualisme dan keuangan. Sebab itu, wujud spiritualitas yang harus tercipta dalam dalam pelayanan di tengah masyarakat yang majemuk ialah apa yang tertulis dalam Roma 12:18, yaitu hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang.
Pembinaan sesi kedua, dilaksanakan pada Minggu, 19 Juli 2020. Pada sesi ini, khusus menilik pelayanan kepada generasi muda, dengan menghadirkan narasumber mahasiswa Program MPAK UKI Pdt. Meyke Poluan, S.Th, dan Vivilia Macarauw, S.E. Keduanya melihat pemuda merupakan sumber daya yang sangat penting dalam pelayanan. Sebab itu, pemuda perlu mendapat perhatian serius karena banyaknya tantangan yang dihadapi sekarang ini, mulai dari penyalahgunaan narkoba, seks bebas, serta persoalan sosial lainnya. Belum lagi pengaruh media sosial yang gandrung diminati oleh kaum muda.
Dan kuncinya ada pada keluarga, untuk terus-menerus memberikan bimbingan. Selain itu, gereja harus melibatkan mereka dalam setiap pelayanannya, dengan memperhatikan format pelayanan kreatif agar menarik minat anak muda, dan sekaligus ajang untuk mengembangkan talenta.
Pada kesempatan itu, sebagai penanggap, Dr. Demsy Jura, M.Th, melihat memang tidak mudah melihat persoalan anak muda, karena pada saat itu mereka masih mencari jatidiri. Jika salah memutuskan, maka akan sangat berbahaya. “Maka gereja harus memberdayakan mereka. Jika ada masalah, dijaga atau diawasi, tugas keluarga juga penting. Memang begitulah dinamika anak muda. Maka jika ada yang salah segera lakukan pembinan dengan intens,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Pdt. Djoys Anneke Rantung. Menurutnya, harus dipahami betul apa yang menjadi pergumulan anak muda, terlebih di tengah proses pencarian jatidiri. Sebab itu, pentingnya asupan positif sejak dini dan bagi pembentukan spiritualitasnya, dengan melibatkan keluarga, gereja, dan lembaga pendidikan. Terkait media sosial (Medsos), menurutnya, perlu diadopsi, tetapi dengan tetap melihat sisi positif negatifnya. Sisi positifnya, medsos dapat digunakan sebagai sarana untuk pengajaran dan memotivasi, termasuk untuk anak muda.
“Kita memberi lompatan untuk mereka mengembangkan diri, dan jika ada pemuda yang tidak mau terlibat perlu pendekatan pribadi, di samping perlunya kreatifitas pelayanan sehingga merasa diperlukan. Jadi memang banyak banyak faktor yang mempengaruhi. Tidak ada orangtua yang ingin anaknya gagal dalam hidup. Tetapi belum ada kata terlambat untuk memberi yang terbaik. Dan jangan lupa pentingnya quality time, untuk berdialog, berdiskusi sehingga terbangun relasi yang baik antara anak dengan orangtua,” jelasnya. CF