Substansi Menghadapi Tahun 2018

* Oleh: Dr. Tema Adiputra Harefa, M.A.

37

Narwastu.id – Tahun 2017 akan berakhir dan kita memasuki tahun 2018. Tentu saja di akhir tahun 2017 itu ada satu momentum yang sangat melekat dalam kehidupan umat Kristiani. Merayakan hari Natal. Memperingati hari kelahiran/kehadiran Yesus Kristus ke dunia yang datang sebagai Juruselamat manusia. Manusia yang berdosa, diselamatkan sehingga mempunyai kepastian kehidupan kekal kelak di rumah Bapa. Ini sangat membahagiakan. Ini sangat memberi damai sejahtera di hati umat manusia. Terlebih untuk umat Kristiani.

Namun, sebagai manusia yang masih “dibalut daging”, sebagai manusia yang masih memijak bumi, yang masih harus berjuang di dalam kehidupan dunia yang fana ini, maka umat manusia masih terus saja memiliki problema hidup. Dan itu harus dihadapi dan diselesaikan. Nah, momentum perpindahan tahun dari yang lama menuju ke tahun baru adalah momentum yang sering dipakai umat Kristiani (khususnya) untuk kembali “memperbaiki” hidupnya di segala aspek. Sehingga di awal tahun baru itu ada sesuatu yang baru, yang menjadi bekal perjalanan kehidupannya.

Saya teringat fakta yang ada di Alkitab. Dan itu terkait pula dengan perayaan Natal. Masih ingat tentang para gembala di padang  yang menjaga kawanan ternak mereka, lalu datang ke tempat kelahiran Yesus? Suasana rohani yang mereka alami sangat bermakna bagi kita untuk diaplikasikan memasuki dan menghadapi Tahun Baru 2018.

Pertama, ketakutan. (Lukas 2:9) Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan. Jelas, berbicara tentang “ketakutan” siapapun kita bila menghadapi sesuatu yang baru, dan itu merupakan hal yang penuh misteri umumnya kita ketakutan. Ada apa di tahun 2018? Bagaimana suhu politiknya? Bagaimana masa depan saya di kantor? Bagaimana kelanjutan hidup keluarga saya? Bagaimana akhir dari penyakit yang saya derita ini? Bagaimana isi dompet saya nanti? Mari jujur saja, tahun baru di samping melahirkan suasana kegembiraan pun ternyata memberikan misteri-misteri kehidupan yang menimbulkan rasa takut. Tapi pertanyaannya, sebagai umat Kristiani, apakah kita akan larut dalam ketakutan?

Kedua, tidak perlu takut. (Lukas 2:10-11) Lalu kata malaikat itu kepada mereka, “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Ya, di Tahun Baru 2018 ini seharusnyalah kita tidak perlu takut. Apa yang ditakutkan? Kita memiliki Juruselamat. Kata “Juruselamat” jangan dilewatkan begitu saja. Sang Juruselamat pun akan menyelamatkan kita dari berbagai persoalan hidup dengan caraNya yang ajaib. Dia beri jalan keluar sekaligus juga Dia beri kekuatan dan penghiburan. Memang untuk saat ini salah satu ketakutan yang terbesar adalah masalah keuangan/ekonomi, sekali pun kita sudah menjadi anak-anak Tuhan. Tapi ingatlah firman-Nya ini: (Matius 6:33-34) Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaranNya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu khawatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” Mari kita pegang janjiNya ini, maka ketakutan kita akan terhalau.

Ketiga, datang pada Tuhan. (Lukas 2:15-16) Setelah malaikat-malaikat itu meninggalkan mereka dan kembali ke sorga, gembala-gembala itu berkata seorang kepada yang lain: “Marilah kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan Tuhan kepada kita.” Lalu mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu, yang sedang berbaring di dalam palungan. Ada kenyataan yang sering kita temukan dalam kehidupan ini.

Ketika problema hidup muncul tiba-tiba dan termasuk kategori kelas berat, maka ada orang mencari jalan keluar dengan pertama-tama datang pada “kemampuan otak/logikanya.” Tidak salah. Tapi hal itu terbatas. Oleh sebab itu datang dululah kepadaNya dengan doa-doa mengungkap problema itu. Maka Dia akan memberikan jalan keluar melalui hikmat yang akan diserap oleh hati dan akal budi kita. Sehingga kita memperoleh tuntunanNya. Ya, bukan hanya di tahun 2018 tapi ke depannya pun selalu datanglah kepada Tuhan, setiap waktu dalam suka dan duka. Jangan pernah datang ke dukun-dukun!

Keempat, pujilah dan muliakanlah Tuhan. (Lukas 2:20) Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka. Di tahun 2018 satu hal yang mutlak ada dan terus dipertahankan adalah senantiasa memuji Tuhan dan memuliakan Tuhan. Ada banyak momentum untuk melakukan ini. Melalui persekutuan pribadi (saat teduh) kita denganNya, melalui aktivitas kita beribadah di gereja, dan lain-lain.

Ini menandakan, kita menyadari siapa kita ini sebenarnya. Kita adalah makhluk yang sangat bergantung pada Sang Pencipta. Kita pun akan mendapat sukacita sorgawi. Kita akan menyadari penuh bahwa di dalam Dia senantiasa ada ucapan syukur dari setiap gerak langkah perjuangan hidup kita. Bersama Dia ada sukacita besar. Bersama Dia ada kekuatan baru dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan problema dan misteri. Bersukacita di dalam Dia adalah “obat yang manjur” untuk menyehatkan semangat hidup kita.

 

  • Penulis adalah penyiar senior di radio, akademisi, rohaniwan dan anggota pengurus FORKOM NARWASTU.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here