Narwastu.id – Di kalangan pendeta dan jemaat HKBP, Pdt. Gomar Gultom M.Th bukan figur yang asing lagi. Soalnya, lelaki kelahiran Tarutung, Sumatera Utara, 8 Januari 1959 ini, pernah menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan HKBP. Pdt. Gomar yang kini menjabat sebagai Sekretaris Umum PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) menyelesaikan S1 dan S2 di STT Jakarta, lalu ditahbiskan menjadi pendeta pada 27 Juli 1986. Sebelumnya suami tercinta dr. Loli Simanjuntak yang punya satu anak, Agustina Marisi itu dipercaya sebagai staf di Departemen Pemuda HKBP di Pearaja, Tarutung. Dulu aktivitas Pdt. Gomar cukup banyak di luar gereja, misalnya, ia pernah menjabat sebagai Direktur Program JKLPK (Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen di Indonesia) (1999-2000), Direktur Program Lembaga Pengembangan Sumber Daya Manusia Jetro (1996-1999) dan dosen di STT HKBP, Pematang Siantar.
Setelah menyelesaikan S1 pada Desember 1983, ia menjalani masa vikariat di Tongging, sebuah desa di pinggiran Danau Toba. Lalu ia jadi staf di Departemen Pemuda HKBP. “Di awal pelayanan saya, saya dikejutkan dengan corak kehadiran gereja yang begitu kental dengan ritus-ritus peribadahan,” ujar mantan Bendahara KSPPM (Kelompok Studi Pengembangan Prakarsa Masyarakat) ini.
Melihat ketertutupan gereja saat itu, Pdt. Gomar bersama sejumlah pendeta, lalu mendirikan KSPPM, yang didahului dengan pembentukan Kelompok Studi Penyadaran Hukum (KSPH). ”Dari lembaga itulah kepekaan sosial saya tersalur dan terasah. Dari situ juga kami menularkan berbagai ide pembaharuan tentang kehadiran gerejadi tengah masyarakat desa yang dilupakan. Lalu, setelah HKBP mempercayakan proses pembinaan para pelayan, saya mengembangkan bentuk-bentuk pembinaan yang mengasah spiritualitas di tingkat grass root. Ketika itu, Ephorus Pdt. SAE Nababan menunjuk saya sebagai Sekretaris Pembinaan HKBP, yang bertanggungjawab mengelola rekrutmen dan pembinaan pelayan pada 1991,” terang bekas Ketua Komisi Bindik PGI Wilayah Sumut ini.
Pdt. Gomar melanjutkan, isu yang sangat mendapat tekanan saat itu adalah, bagaimana mereka menyiapkan pelayan HKBP guna memperlengkapi warganya dalam menghadapi era industrialisasi. “Sayang, upaya ini sempat terhenti karena konflik yang melanda HKBP. Lalu setelah HKBP rekonsiliasi, saya kembali dipercaya sebagai Kepala Biro Pembinaan HKBP. Semangat rekonsiliatif banyak ditumbuhkan melalui berbagai bentuk pembinaan yang diselenggarakan,” kata mantan Sekretaris Komisi Pemuda PGI Wilayah DKI Jakarta (1981-1983) ini.
Semasa kuliah di STT Jakarta, Pdt. Gomar cukup aktif dalam gerakan mahasiswa dan oikoumene pemuda gereja. Sehingga ia pernah dipercaya sebagai Sekjen MPM (Majelis Permusyawaratan Mahasiswa) STT Jakarta. Setelah menjalani masa vikariat di Sumut, selama setahun ia melayani untuk pemuda di HKBP Petojo, Jakarta. Waktu itu ia bersama Pdt. Sahat Rajagukguk, Pdt. F.W. Rantung, Pdt. Stephen Suleeman cs menggagas acara Perkemahan Kerja Pemuda Gereja (PKPG), yang mengimplementasikan panggilan hidup bersama dalam bentuk aksi nyata bagi masyarakat. “Sebagai Ketua I Panitia Tetap PKPG, saya mempersiapkan perkemahan nasional, yang untuk pertama kalinya diadakan di Buol Tolitoli yang diikuti ratusan pemuda di lingkungan PGI,” terang mantan Konsultan Tetap Biro Pelayanan Pemuda PGI Wilayah Jakarta ini.
Setelah makin banyak kader pemuda terlibat di situ, katanya, ia kian banyak melibatkan diri di lingkungan Departemen Pembinaan dan Pendidikan (Bindik) PGI. Selama beberapa tahun ia aktif sebagai anggota kelompok kerja (pokja). Selain menyelesaikan modul penjemaatan Lima Dokumen Keesaan Gereja (LDKG), pokja ini bersama gereja-gereja anggota PGI juga menggagas pembentukan Jaringan Kerja Lembaga/Badan Pusat Pembinaan Warga Gereja di Indonesia. “Beberapa tahun lamanya saya diangkat secara resmi sebagai konsultan khusus di Departemen Bindik PGI,” terang Pdt. Gomar dalam sebuah kesempatan, seperti dikutip Narwastu Pembaruan.
Pendeta yang pernah mengikuti seminar dan lokakarya di Jerman, Thailand, Belanda, Malaysia dan Australia ini peduli pula pada pengembangan SDM, Kepala Biro Bidang Diakonia PGI. Menurutnya, pendidikan di kampus teologi belumlah cukup untuk membekali pendeta untuk turun ke tengah masyarakat. Keprihatinan ini yang kemudian mendorongnya untuk mengundang pendeta-pendeta di luar gerejanya untuk melakukan pelatihan. Di Sumut, misalnya, dalam program United Evangelical in Mission (UEM), ia mengadakan pelatihan pendeta secara oikoumenis. Termasuk menggagas pelatihan Clinical Pastoral Education (CPE). UEM merupakan persekutuan gereja-gereja yang ada di Asia, Afrika dan Jerman.
Berbicara tentang keterlibatannya dalam pelayanan masyarakat, berawal dari KSPPM, sebuah LSM yang berupaya menjalankan tugas panggilan gereja untuk hadir bersama masyarakat miskin, lemah dan menderita. Di samping itu, ia dulu aktif dalam pelayanan buruh di Jakarta melalui Pelayanan Masyarakat Kota (PMK) HKBP. Bersama Dr. Luhut Pangaribuan S.H., Asmara Nababan, Ade Rostina Sitompul, Yoppi Lasut dan sejumlah pengacara ia ikut membentuk Lembaga Penyadaran Hak-hak Warga Negara (LPHWN). Pdt. Gomar saat itu dipercaya sebagai sekretaris. Melalui lembaga ini mereka berupaya mengadvokasi hak-hak para tahanan politik.
Sejak berkiprah sebagai Sekretaris Umum PGI selama dua periode, Pdt. Gomar termasuk tokoh gereja aras nasional yang sering mengkritisi persoalan-persoalan kebangsaan, seperti aksi intoleran (penutupan tempat ibadah) dan aktif menyampaikan seruan moral bersama tokoh-tokoh gereja atas pelaksanaan pemilu dan pilkada. Bersama Pdt. DR. Nus Reimas (Tokoh PGLII) pada 2013 lalu, PGI ikut menyukseskan acara Celebration of Unity yang mampu menghimpun tokoh-tokoh gereja di Indonesia untuk berdoa bersama. Pdt. Nus Reimas menuturkan, Pdt. Gomar Gultom kini semakin matang, dan ia kelak diharapkan bisa memimpin PGI ke depan, karena kepeduliannya terhadap NKRI, masalah gereja dan masyarakat.