Narwastu.id – Tokoh masyarakat dan pengusaha, Ir. Sahat P. Pasaribu, M.Pdk pernah menuturkan, demi kesetaraan Indonesia dengan bangsa lainnya di Asia, ada baiknya Pemerintah RI bisa memindahkan ibukota RI ke luar Pulau Jawa. Presiden RI baru pun diharapkan agar memimpin negeri ini lima tahun ke depan supaya makin maju, bermartabat dan makmur. Sekaitan dengan itu, seandainya mayoritas masyarakat Indonesia setuju dengan ide pemindahan ibukota RI, lalu di mana tempat yang layak.
Menurut Direktur Utama PT. Bona Mitra Property dan PT. Kobara Mitratama yang punya unit usaha di Tapanuli Tengah, DI Yogyakarta, Papua dan Kalimantan Timur yang sering diundang berbicara guna memotivasi kaum muda Kristen ini, tempat paling cocok di Kalimantan Timur, antara Sengata, Bengalon atau Kaliurang. Alasannya, di sana tanah luas dan dekat laut. Beda dengan Palangkaraya yang terpencil dan jauh dari laut.
Kita memerlukan laut, kata Sahat, karena, pertama, seandainya ibukota RI dikudeta, misalnya, oleh Angkatan Darat, maka yang pertama bisa dilakukan adalah Marinir (Angkatan Laut) bisa segera bertindak. Kedua, di banyak negara modern angkatan daratnya kurang progresif dibandingkan angkatan laut dan angkatan udara. Kalau diperhatikan Amerika Serikat (AS), itu marinirnya lebih banyak bergerak di dunia internasional. Makanya, sangat vital untuk menciptakan ibukota yang dekat pantai.
Ketiga, harga tanah di Kalimantan Timur masih murah. Sekarang apa urgensinya memindahkan ibukota ke Kalimantan Timur? Jawabnya, akan mengurangi tingkat kemacetan di DKI Jakarta yang setiap hari parah. Kalau dulu kita mengenal kemacetan di Jakarta hanya pagi dan sore hari, sekarang hampir setiap saat macet. Mari bayangkan berapa banyak bahan bakar terbuang sia-sia, termasuk waktu ikut terbuang. Pemerintah harusnya bijaksana melihat situasi sekarang. Menurut anggota jemaat Gereja HKBP Kebun Jeruk, Jakarta Barat, ini kalau kita lihat dari segi kesehatan masyarakat kota Jakarta, berapa banyak orang sekarang menderita sakit ginjal dan sakit pinggang, karena mereka tidak bisa membuang urin ketika harus menahan berjam-jam karena terjebak macet.
Belum lagi, katanya, kehilangan waktu untuk bisa bersama-sama dengan keluarga, dan pulang ke rumah tentu sudah larut malam. Apalagi ketika ada yang sakit harus dibawa ke rumah sakit, karena macet di jalan, maka orang itu tak sempat tertolong oleh dokter, akhirnya meninggal dunia. Kenapa Pemerintah Pusat belum memindahkan ibukota. Katanya, dugaan sementara, karena banyak pengembang (developer) yang tidak menghendaki pindahnya ibukota RI.
Karena mereka telah menginvestasikan uang untuk membeli ribuan hektar tanah di DKI Jakarta dan sekitarnya. Inilah tantangan terbesar buat Pemerintah, karena developer akan merasakan kerugian yang sangat besar kalau ibukota RI dipindahkan. Permasalahannya para pengusaha atau developer akan terus menggeliat dan tak akan pernah ada habisnya. Para pengusaha perumahan pun sekarang mematok harga rumah yang cukup tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh kalangan menengah ke bawah.
“Nah, sekarang apa keuntungan ketika ibukota RI dipindahkan ke Kalimantan Timur. Pertama, di Jakarta akan ada ruang untuk membangun perumahan yang harganya terjangkau bagi rakyat kurang mampu. Kedua, posisi ibukota RI akan berada di tengah-tengah di antara berbagai pulau yang ada, ini akan membuat orang Papua dekat, dan orang Jawa pun dekat kalau mereka pergi ke Pemerintah Pusat,” ujar pimpinan Bona Mitra Group dan Ketua Umum Paguyuban Masyarakat Tapanuli Tengah yang dikenal cerdas dan kritis ini.
Kedua, akan mempercepat industri di daerah, misalnya, kalau Pemerintah memberi ultimatum kepada pabrik rokok untuk tak boleh lagi beroperasi di Jawa, tapi harus pindah ke Kalimantan Timur mereka pasti mau asal diberi waktu, misalnya, 5 tahun. Pemerintah pun harus menyadari kalau nanti dipindahkan, maka dibutuhkan waktu sekitar 20-25 tahun untuk membangun infrastruktur di sana, baru bisa digunakan. Industri strategis akan berkembang, misalnya, galangan kapal besar industri Pemerintah dipindahkan ke pantai di Kalimantan Timur supaya dekat dengan Pemerintah.
Sehingga, imbuh suami tercinta Dr. drg. Tiurmina Tarigan, MARS ini, Pulau Jawa akan lebih longgar. Jangan lupa di Kalimantan Timur berlimpah energi batu bara. Dan, kalau ini dikembangkan menjadi PLTU akan menguntungkan. Tapi kalau sekarang dibangun tidak akan menguntungkan, kenapa? Kalau sekarang dibangun sampai kapasitas 400 mega watt siapa yang mau menggunakan. Tentu tidak ada. “Jadi sangat menguntungkan kalau ibukota negara dipindahkan ke Kalimantan Timur, karena tak akan ada lagi macet dan kita bisa menghemat energi,” papar Ketua Umum Keluarga Besar Punguan Pomparan Raja Ambosa Pasaribu se-Jabodetabek ini.
Sekaitan dengan perjuangan bangsa ini agar hidup sejahtera dan makmur, katanya, kalau kita gagal atau jatuh, lalu tak bangkit lagi, maka itu akan membuat kita miskin. “Bangsa kita jangan mengarah pada kemiskinan. Kaum muda Kristen pun jangan hedonisme, tapi dengan iman yang kuat harus berani bersakit-sakit dulu agar nanti bersenang-senang. Di kehidupan ini, kita tak bisa hindari kelaparan dan penderitaan. Kita harus bermental kuat, mental pemenang dan harus diperhatikan The Power of Mind dan The Power of Spritualitas. Jangan malas berpikir, tetap beriman agar sukses,” ujar Magister Pendidikan Kristen dari STT Periago, Jakarta, ini.
Ayah tiga anak dan kakek satu cucu ini sejak kecil sudah digembleng dengan kehidupan yang keras, sehingga ia mandiri dan menuai sukses sekarang. Sekadar tahu, Sahat dikenal peduli membantu pelayanan di HKBP. Pada Juli 2014 lalu misalnya, ia menyumbangkan sebuah mobil Xenia untuk memperlancar pelayanan di gereja HKBP di daerah Tapanuli Tengah. Sumbangan itu diberikannya dengan tulus kepada Praeses setempat Pdt. Manullang.
Selama ini, di Tapanuli memang anggota jemaat HKBP banyak yang hidup dalam taraf hidup kurang beruntung (miskin), sehingga pendeta HKBP perlu diberdayakan agar semangat melayani jemaat, salah satunya dengan membantu transportasi. Langkah Sahat untuk membantu jemaat ini patut diacungi diapresiasi. Praeses HKBP Distrik DKI Jakarta, Pdt. Colan W.Z. Pakpahan, M.Th kepada NARWASTU berkomentar, “Pak Sahat Parulian Pasaribu itu tokoh di jemaat HKBP Kebon Jeruk, dan tokoh masyarakat Tapanuli Tengah yang peduli.”