Jombang adalah salah satu kabupaten di Jawa Timur yang dikenal sebagai kota yang cukup toleran dalam membangun kerukunan umat beragama. Terbukti, sampai saat ini belum pernah ada kasus intoleran yang mencoreng keharmonisan umat beragama di situ. Sebab, alm. Gus Dur yang telah mewariskan nilai-nilai toleransi begitu kuat di kalangan grass root basis NU. Di Kabupaten Jombang inilah pria yang memiliki nama baptis (Stevano) Redino Margianto dilahirkan dan dibesarkan oleh orangtua yang berbeda agama. Ayahnya Soemadi (Kristen) dan ibunya Sarniti Sukarti (Alm.) menganut non-Kristen.
Tepat di Desa Mojoroto, Mojowarno, Jombang, berjarak sekitar 15 kilometer dari Pondok Pesantren Tebuireng—makam alm. Gus Dur (Presiden RI ke-4), Anto atau Santo, sapaan kecilnya, mengaku tidak pernah dididik kerohaniannya oleh orangtuanya. “Maklum ayah dan ibu saya waktu itu belum mengerti iman Kristen. Walaupun akhirnya ibu saya menjadi Kristen setelah menikah dengan ayah saya. Sejak kecil justru saya banyak dididik oleh nenek yang paranormal. Dan saya diminta oleh nenek saya agar menjadi pewaris tunggal seluruh ilmu perdukunannya,” tutur pria kelahiran Jombang, 7 Maret 1975 ini pada Majalah NARWASTU.
Sejak umur 6 tahun, Anto pun terjerat dalam perdukunan yang diajarkan oleh neneknya Minarsih. “Jadi waktu kecil, saya sudah diajar untuk puasa 3 hari, 7 hari hingga puasa 21 hari untuk memperoleh ilmu,” tukas Ketua Umum DPP Perhimpunan Wartawan Media Kristiani Indonesia (PERWAMKI) dan suami dari Herdalina Rike Silaban sembari tertawa mengenang masa kelamnya. Singkat cerita, setelah lulus SMA tahun 1992, ia merantau ke Jakarta, dan berkat doa tantenya (sudah menjadi majelis gereja) setiap tengah malam selama 6 bulan, akhirnya Anto bertobat di sebuah Gereja Misi Injili Indonesia.
Setelah bertobat, Anto mencari pekerjaan untuk menopang hidupnya di Jakarta. Peluang emas diberikan oleh tantenya dan menawarkan pekerjaan sebagai tenaga gudang di perusahaan garmen. “Awalnya saya disponsori agar masuk Sekolah Teologi di Malang. Tetapi karena tante saya tawarkan kerja, iya, saya pilih kerja cari uang sembari kuliah,” papar pria yang hobi tenis meja ini.
Alumni Sastra Inggris di Akademi Bahasa Asing tahun 2000 ini beruntung. Sebab, awalnya ia bekerja di perusahaan garmen dan ditempatkan sebagai kuli panggul (tenaga gudang). Berkat ketekunannya 3 bulan kemudian kariernya naik jadi tenaga pengecekan barang hingga tenaga administrasi gudang. “Mungkin saya dulu rajin dan cepat mengerti tugas yang diberikan pimpinan, karier saya cepat naik. Atasan menilai cara saya bekerja dan cocok menjadi pemimpin. Singkat cerita saya dipercayakan sebagai kepala gudang cabang di Denpasar, Bali, selama hampir 4 tahun,” ungkap Anto yang termasuk pendiri PERWAMKI pada Oktober 2093 lalu.
Pada tahun 1999, setelah sukses menjadi pimpinan cabang garmen di Denpasar, Anto kembali ke Jakarta. “Nah, tahun 1999 itulah ada lowongan di Tabloid Kristen ‘Victorious’ yang didirikan oleh Pdt. Abraham Conrad Supit. Saya berdoa dan memutuskan untuk alih profesi. Akhirnya saya mencoba melamar dan diterima sebagai wartawan. Mulai saat itulah saya banyak belajar menulis, meliput dan dikejar deadline tabloid mingguan cetak. Kiprah saya sebagai wartawan makin terasah, mengikuti pelatihan jurnalistik di berbagai tempat. Saya juga banyak belajar kepada mentor Pak Suratinoyo saat itu. Iya, puji Tuhan, banyak suka maupun duka selama menjadi wartawan, apalagi awal berdirinya ‘Victorious’ menjadi media yang lebih banyak menyoroti sosial kebangsaan dibandingkan sisi rohani Kristen,” ujar ayah dari Mario (11 tahun) ini.
Anto adalah tipe orang yang setia. Dalam perjalanan kariernya ia telah berhasil mengawal “Victorious” hingga edisi 947 terhitung sejak tahun 2000 hingga sekarang. Buah kesetiaannya membuahkan hasil, ia dipercayakan menduduki jabatan redaktur pelaksana hingga pemimpin redaksi. Walaupun pada akhirnya, Tabloid “Victorious” berubah menjadi media online victoriousnews.com. “Iya, banyak sekali tantangan di media Kristen. Apalagi di era digital saat ini, jika kita tidak mengikuti perkembangan zaman, maka akan ketinggalan,” papar Anto yang sampai saat ini juga setia melayani di GBI REM (Kini: GBI Victorious Family) mulai dari penerima tamu, pembaca warta gereja, hingga pengkhotbah di ibadah malam maupun ibadah puasa yang digelar setiap bulan.
Di tengah kehidupan bermasyarakat, Anto adalah sosok yang supel dan pandai bergaul. Ia juga tidak pernah membeda-bedakan suku, ras dan agama seseorang yang dikenalnya. “Saya juga pernah menjadi pengurus RT periode 2008-2011. Kemudian selang beberapa tahun, saya jadi pengurus RW, dipercayakan sebagai Sekretaris RW periode 2013-2016 di Komplek Griya Tipar Cakung yang memimpin 1.000 KK atau 100 KK per RT. Di situlah leadership saya teruji sebagai pemimpin masyarakat yang paling bawah, tapi kerjanya cukup berat. Karena seringkali diuji untuk menyelesaikan persoalan warga. Misalnya, KDRT, miras, perkelahian warga, dan lain sebagainya. Ini risiko sebagai pemimpin. Tapi puji Tuhan, berkat doa, semuanya tuntas baik,” ungkapnya.
Bicara kiprahnya di dunia jurnalistik, Anto pun turut membidani berdirinya organisasi wartawan Kristiani, PERWAMKI tahun 2003 lalu di kantor “Victorious”, lalu pengurusnya dipilih di kantor Majalah NARWASTU. “Jika mereview kembali, kenapa PERWAMKI didirikan, agar sesama jurnalis Kristen saling peduli, guyup dan punya komunitas untuk bertukar pikiran, baik di lingkup kerohanian maupun kebangsaan. Kita saling peduli jika ada yang sakit, meninggal dan sebagainya. Dan kita menyuarakan kabar baik pada umat,” kata Sekretaris Umum PERWAMKI periode 2005-2008 mendampingi ketua umum Eman Dapaloka.
Dalam perjalanannya, Anto pernah pula diakomodir sebagai salah satu ketua DPP di sebuah organisasi wartawan sejenis. Namun, ia kembali “pulang kampung” ke PERWAMKI, dan dipilih sebagai Ketua Panitia Musyawarah Nasional VI PERWAMKI pada Maret 2019 lalu. Hal ini patut diapresiasi karena di pembukaan munas di Hall Rehobot Mall Artha Gading, Jakarta Utara, itu dihadiri oleh tokoh-tokoh Kristiani dan Menkoinfo RI yang diwakili oleh Sekjen Kominfo.
Kemudian di persidangan Munas VI PERWAMKI di Villa Pondok REM milik Pdt. Abraham Conrad Supit, di kawasan Gunung Salak, Bogor, Anto terpilih menjadi ketua umum menggantikan Yusak Tanasyah yang telah memimpin PERWAMKI selama dua periode. “Jujur saja, sebenarnya saya tidak ingin jadi ketua umum. Karena, bagi saya, bukan soal jabatan, tapi bagaimana PERWAMKI bisa eksis dan jadi organisasi berwibawa. Sebelum munas, saya beberapa kali dilobi dan diminta untuk memimpin PERWAMKI. Awalnya saya menolak dan saya usulkan agar senior, seperti Pak Celestino, Pak Suratinoyo atau Pak Jonro Munthe saja memimpin PERWAMKI. Uniknya, Pak Jonro dan beberapa teman justru melobi teman-teman agar mendukung saya. Ternyata dukungan teman-teman semakin deras. Kemudian saya katakan, beri waktu saya akan berdoa. Singkat cerita, dalam pemilihan paket ketum dan sekum, saya dan Agus Panjaitan terpilih. Semua adalah kehendak Tuhan,” urai Ketua Umum PERWAMKI periode 2019-2023 ini.
“Saat ini saya rindu agar PERWAMKI menjadi pusat berita kekristenan di Indonesia. Bagaimana mewujudkannya? Iya, tentu dibutuhkan kekompakan kita. Banyak orang yang tanya saya, berapa jumlah umat Kristiani Indonesia. Apakah data dari gereja aras nasional valid. Berapa jumlah pendeta, pengacara Kristen, artis kristen, dan sebagainya. Ini penting. Jika PERWAMKI bisa wujudkan hal ini, saya yakin ke depan akan menjadi organisasi berwibawa. Banyak program kerja yang telah diputuskan di Raker PERWAMKI pada Juli 2019 lalu di Bandung. Di antaranya pelatihan jurnalistik, penulisan buku, pendataan dan penerbitan kartu anggota, pembentukan DPD, dan penerbitan AD/ART. Doakan agar PERWAMKI dapat menjadi garam dan terang di tengah masyarakat, bangsa dan negara,” pungkasnya.