Narwastu.id – Tidak hanya mengikuti teladan sang ayah yang dulu adalah seorang pelayan di gereja, akan tetapi lebih dari itu, yakni menggenapkan panggilanNya, Pdt. Oniwati Nurhaidah Turnip, S.Th yang akrab dipanggil Pdt. Ida Turnip terjun melayani sesama ke mana pun ditugaskan olehNya. Keteladanan dari seorang ayah mampu menginspirasi Pdt. Ida Turnip yang mantan aktivis pemuda GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun) ini untuk mengikuti jejak ayahnya sebagai hamba Tuhan sejak 2005 lalu. “Jadi selain mengikuti jejak ayah, yang jelas saya ingin dapat surga. Tuhan, kan, janji itu,” jelas Ibu Pendeta yang juga pendiri dan Ketua Yayasan Runamar ini membuka percakapannya dengan Majalah NARWASTU.
Bagi perempuan yang dikenal tangguh, tegas dan humanis ini, menjadi hamba Tuhan bukanlah sebuah profesi guna “memperkaya” diri atau mencari ketenaran. Melainkan apa yang didapatnya dipersembahkan kembali ke ladang Tuhan untuk memuliakanNya. Semua itu bukan tanpa alasan jika ibu dari empat anak sekaligus nenek dari dua cucu ini begitu semangat menyambangi daerah-daerah pelosok yang ada di Indonesia dengan biaya sendiri untuk mewartakan Injiil. Sebab, semua itu dilakukannya sebagai ungkapan syukurnya atas kebaikan Tuhan atas mukjizat-mukjizat yang diterimanya, baik secara pribadi maupun atas keluarganya.
“Anak saya pernah jatuh di Papua dari ketinggian 200 meter dan mukanya kebelah dua sehingga harus dipasang 22 baut. Yang satu lagi kecelakaan di tol Pondok Indah wajahnya hancur. Sedangkan saya pribadi divonis mengidap tumor otak. Semua sembuh dan pulih dengan sempurna yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus,” ucap pendeta yang mantan aktivis Persekutuan Mahasiswa Kampus (PMK) dan bekas aktivis GMKI ini.
Kebaikan Tuhan yang disaksikannya dan terjadi secara nyata menyemangatinya untuk terus setia melayani Yesus Kristus. Melalui Yayasan Runamar yang terbeban untuk melayani para lanjut usia (lansia), janda, anak-anak jalanan (gelandangan), anak-anak korban HIV-AIDS, difabel dan lain sebagainya itu diharapkan bisa dilakukannya secara maksimal sampai akhir hayatnya.
Menurut pendeta berdarah Batak ini, visi dan misi dari pelayanannya bersumber dari 10 Hukum Perintah Allah. Yakni, pada hukum yang kelima, hormatilah orangtuamu, dan pada hukum satu sampai empat agar bersandar kepada Tuhan. Saat ditanya alasannya, mengapa ia terbeban melayani para lansia, ia menuturkan, selain karena merunut kepada hukum perintah Allah, baginya, harta duniawi bukanlah satu-satunya jalan untuk meraih kebahagiaan yang abadi. Melainkan kekayaan hati untuk memberikan yang terbaik demi kemuliaan nama Tuhan, itu yang penting.
Melalui pewartaan Injil yang dilakukan dengan mengumandangkan kesaksian pribadi atas kebaikan Tuhan dalam hidupnya, Pdt. Ida Turnip menuturkan, tanpa kesaksian kita tidak pernah bisa melihat figur Tuhan. “Jadi kalau sampai hari ini setiap kita memiliki ‘padang gurun’ dalam hidupnya (pergumulan), hal itu agar kita naik kelas dan jadi pemenang, sehingga layak untuk mendapat mahkota kehidupan,” terang lulusan STT SETIA Jakarta ini.
Dan pada 11 sampai 20 Agustus 2019 lalu, Yayasan Runamar yang dipimpin Pdt. Ida Turnip juga mengajak jurnalis Majalah NARWASTU, Betty Bahagianty, S.Sos, untuk melihat pelayanannya ke kawasan Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dan di situ, terlihat Pdt. Ida Turnip begitu luar biasa dalam memberitakan Injil dan memotivasi masyarakat di daerah pedalaman itu. Mulai dari anak-anak dan orangtua dilayani Pdt. Ida Turnip agar senantiasa berpengharapan dan mengandalkan Tuhan Yesus saja di dalam hidup ini. Saat itu, Pdt. Ida Turnip tak hanya mendoakan dan meneguhkan iman warga setempat yang dikunjunginya, tapi ia juga memberi bantuan bagi masyarakat di sana.
Beberapa bulan lalu, Pdt. Ida Turnip diminta pengasuh majalah ini untuk menyampaikan firman Tuhan dan berdoa di kantor di NARWASTU. Pendeta yang merupakan istri tercinta John Christian Sinaga (alm.) yang sudah punya tiga cucu dan empat anak ini ketika menyampaikan firman Tuhan yang dikutip dari Kitab Yohanes 15:16, ia menerangkan, Tuhan memilih atau memanggil kita untuk melayani supaya berbuah. Ketika kita sudah berbuah, maka di situ nama Tuhan dimuliakan. Supaya kita bisa berbuah, maka kita harus setia dan percaya kepada Tuhan serta selalu mengutamakan kasih.
“Tuhan Yesus itu sampai disalibkan untuk menebus dosa umatNya, itu karena Dia mengasihi kita. Kita juga dalam hidup ini mesti terus menyampaikan kasih terhadap sesama. Iblis selalu ingin membuat kita ‘busuk’ atau terpuruk agar kita tak berbuah. Ketika kita bisa berpikir positif, menyatakan kasih dan buah-buah Roh pada sesama, itu sebenarnya kita sudah berbuah,” cetusnya.
Iblis itu, kata Pdt. Ida, licik dan canggih dalam melakukan aksinya. Iblis selalu ingin mengacaukan hubungan kita dengan Tuhan. Namun kalau kita setia, taat dan selalu menjaga persekutuan dengan Tuhan, maka iblis akan takluk. “Ada banyak persoalan di hidup ini, tapi kita harus punya iman dan percaya pada Tuhan bahwa Tuhan itu terus menjagai kita dan tidak tidur,” paparnya. Pdt. Ida Turnip mengatakan, Majalah NARWASTU pun harus terus maju, dan media ini dipakai Tuhan untuk menjadi alatNya guna menyebarkan Injil. Narwastu itu minyak yang harganya sangat mahal. Dulu Maria Magdalena meminyaki kaki Yesus dengan minyak Narwastu. Dan ada yang bilang satu tetes minyak Narwastu bisa menggaji 100 orang karyawan saking mahalnya. “Dalam hidup ini pun kita harus terus mewangi seperti minyak Narwastu. Agar kita terus berbuah dan mendapatkan damai sejahtera, maka kita pun mesti menjaga firman Tuhan itu di dalam hati kita, pelihara persekutuan yang indah bersama Tuhan, tolak dosa, saling mengasihi dan tunduk pada penyertaan Roh Kudus,” cetus Ibu Pendeta ini.