Narwastu.id-Bagi pendeta yang satu ini, menjadi seorang Hamba Tuhan merupakan panggilan yang tak bisa ditampiknya. Menurut Pdt. I Nyoman Agus, mewartakan kabar kebenaran dari Allah tidak melulu harus di atas mimbar. Melainkan datang menghampiri jemaat dan kepada orang-orang yang membutuhkan. Kendati demikian, tak lantas membuatnya bebas dari pergumulan. Tapi justru dari situ ia semakin mengerti betapa baiknya Tuhan atas hidup yang dikaruniakan untuknya. Sekadar tahu, ia terlahir dalam keadaan sakit berat dan tidak bisa menerima asupan asi. Sehingga ia harus disuntik melalui paha.
Menurut ibundanya, kondisi I Nyoman Agus tidak ada harapan untuk hidup. Melihat hal itu, sang ibu tidak tinggal diam. Ia datang kepada Tuhan dengan bertekun dalam doa dan terus berharap bahwa anaknya akan mendapat mukjizat kesembuhan. Apa yang diyakininya, benar terjadi. Saat berusia setahun, pendeta berdarah Kupang-Bali ini pun dibaptis. Layaknya anak-anak pada umumnya, I Nyoman Agus bersama saudara-saudaranya yang lain juga rajin ke sekolah minggu. Singkat cerita, setamatnya SMA ia kemudian melanjutkan studi ke STT Jakarta. Sembari kuliah ia pun aktif melayani di Jemaat POUK Halim PK, Jakarta Timur, dengan menjadi guru sekolah minggu. “Melalui banyak penempaan dan praktik di beberapa jemaat, akhirnya saya ikut ditahbiskan menjadi pendeta di Gereja Kristen Setia Indonesia Jakarta,” jelasnya.
Sejak tahun 2002 ia bergabung sebagai rohaniwan (PNS) di lingkungan TNI AL sampai saat ini. Selain melayani di lingkungan militer, pria kelahiran Kupang 17 Agustus 1968 ini kerap mengunjungi berbagai daerah di Indonesia untuk melayani dan membagikan Alkitab. Pdt. I Nyoman Agus menerangkan, pelayanannya ke daerah untuk mewartakan firman Tuhan kepada setiap orang tidak melulu harus dilakukan di atas mimbar. “Kebutuhan manusia secara normatif adalah sandang, pangan dan papan. Tapi kebutuhan mereka adalah bagaimana ada kunjungan dari para hamba Tuhan yang terorganisir semacam yayasan agar lebih berkesinambungan bisa menjangkau mereka. Alkitab yang ada pada mereka bisa dihitung pakai jari seperti di daerah Talang Gabus, Lampung. Mereka rata-rata adalah para transmigran dan kalau pun memiliki Alkitab hanya bagian Perjanjian Baru (PB) saja,” tukasnya.
Alkitab yang dibawa oleh Pdt. I Nyoman Agus merupakan hasil donasi dari beberapa sponsor, baik perusahaan maupun pribadi. Sedangkan pelayanan yang dilakukannya sejak 2015 itu berasal dari kocek pribadinya. Baginya, karya Tuhan menjadi nyata ketika kita bergantung penuh kepadaNya, termasuk dalam menjalankan misi pelayanan. Ia sangat percaya jika memang itu adalah tugas yang diembankan kepadanya dari Tuhan, sudah pasti Dia yang akan menyediakannya. Selain membagikan Alkitab ada pula pelayanan konseling, pembangunan rumah ibadah, doa penyembuhan dan lain sebagainya. Karena itu, bapak empat anak ini tidak pernah membeda-bedakan medan pelayanan yang dijalaninya.
Ia pun bersyukur dapat melayani di lingkungan militer. Ia menuturkan, dengan keberadaannya di situ merupakan salah satu cara Tuhan membentuknya agar jauh lebih berkualitas. “Saya bukan tipikal hebat dan sempurna. Bahkan, bisa dikatakan kualitas saya kurang bagus. Tapi dengan ditempatkannya saya di sini (militer), maka orang akan mengenal siapa Tuhan. Kita
bukan membuat orang menjadi Kristen tapi kita hanya melakukan tugas sebagai anak-anak Tuhan yang baik dan bisa dicontoh termasuk soal kedisiplinan,” ujarnya semangat.
Kehidupannya sebagai seorang pendeta tidak berarti membuat jalannya mulus. Pada Oktober 2018 istrinya Risma Elysabeth Hutajulu mengidap sakit diabetes. Penyakit yang telah dideritanya sejak 15 tahun lalu itu mengakibatkan kedua matanya mengalami kebutaan. Setelah diperiksa oleh dokter dinyatakan bahwa kondisi mata kirinya sudah bolong dan harus segera dioperasi. Sedangkan kondisi mata kanan, retinanya sudah copot dan tidak bisa dioperasi. Pdt. I Nyoman Agus mengaku saat itu adalah masa-masa sulit untuknya, dan ia mengalami kelelahan secara mental dan fisik.
Kemudian diputuskan untuk dilakukan operasi pada Januari 2019. Dengan biaya sekitar Rp 90 juta untuk satu mata. Setelah menandatangani segala prosedur yang diajukan oleh pihak rumah sakit Pdt. I Nyoman Agus duduk termenung di ruang tunggu rumah sakit. “Tuhan, saya sudah tandatangani semua, tapi kok, perasaanku jadi gentar lihat harganya,” gumannya dalam hati. Akhirnya ia mencoba melakukan negosiasi dengan Tuhan.
“Ok, Tuhan, saya punya mobil nanti akan saya jual. Memang itu cukup untuk membayar biaya operasi. Baik saya akan pinjam uang ke kantor 100 juta rupiah. Memang langsung dapat, bukankah prosesnya satu bulan kemudian. Itu bentuk kesombongan saya yang ngotot mengandalkan kekuatan sendiri,” ungkapnya. Tiba-tiba Tuhan berkata kepadanya bahwa tugasnya hanya satu, yaitu mendampingi istri dan batalkan semua jadwal khotbah yang ada. “Bayangkan pendeta disuruh batali khotbah. Padahal bulan Januari bagi pendeta itu adalah panen. Akhirnya saya telepon satu-satu mereka yang mengundang saya untuk meminta maaf kepada mereka karena batal berkhotbah. Mulai dari perusahaan, pribadi, keluarga, gereja, dan masih banyak lagi. Ini perintah yang aneh tapi sudahlah saya ikut maunya Tuhan,” imbuhnya.
Kendati diperhadapkan oleh situasi sulit, tak pernah terbersit dalam hatinya untuk meminta belas kasihan kepada orang. Ia sangat percaya bahwa Tuhan selalu punya cara untuk bekerja bagi anak-anakNya sekalipun di luar logika. Singkat cerita, saat pembatalan jadwal khotbah telah dilakukan justru mereka mengirimkan uang ke rekening Pdt. I Nyoman Agus untuk membantu biaya operasi. “Saya mendapatkan bantuan sebesar 120 juta rupiah dalam tempo tiga hari. Dengan langkah tegap saya maju melangkah karena sudah punya uang di tas. Saya tidak henti-hentinya bersyukur dengan cara Tuhan yang ajaib,” katanya. Setelah operasi berjalan lancar dan sang istri bisa kembali melihat.
Selalu ada makna yang baik dari sebuah peristiwa pahit getir yang diizinkan terjadi oleh Tuhan. Tidak terkecuali bagi Pdt. I Nyoman Agus. Menurutnya, siapapun yang melayani, berterima kasihlah kepada Tuhan. Sebab siapakah kita jika dipakai Tuhan untuk melayaniNya. “Seperti Rasul Paulus katakan untuk membalas kebaikan Tuhan, maka saya harus melayani. Jadi bukan untuk mencari upah dan saya ingin bisa melakukannya sampai tutup usia,” pungkasnya.