Narwastu.id-Baru-baru ini, nama advokat muda cerdas, religius dan berani ini jadi perbincangan di Sumatera Utara. Pasalnya, ia membela seorang guru yang diperlakukan secara tidak adil oleh seorang kepala daerah, dan ia memenangkan perkara hukum guru itu di pengadilan. Jupryanto Purba, S.H., M.H. adalah pengacara muda itu. Ia lahir di Desa Tipang, Kecamatan Baktiraja, Bakara, Sumatera Utara, 4 Oktober 1983. Sejak menginjak remaja ia sudah terlatih soal tanggung jawab. Bahwa hidup bukan untuk diri sendiri, tapi hidup berarti untuk sesama, berperan untuk menyokong keluarga, termasuk ketika dirinya telah bekerja
dan mampu membantu. Dan itu ditunjukkan pada saudara-saudaranya yang ketika itu butuh dukungan, biaya kuliah. Itu dilakukannya mengingat dulu pun orangtua begitu getol berjuang untuk dirinya dan keluarga.
Jupryanto adalah alumni SMA Bintang Timur, Balige, dan ia sejak masih anak-anak telah dilatih untuk berempati membantu orang lain. Dia telah melihat perjuangan orangtua membesarkan dan menyekolahkan mereka bersaudara. Dia sendiri menyaksikan nilai-nilai pendidikan karakter anak seperti jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif dan mandiri. “Nilai-nilai
pendidikan karakter yang ditanamkan orangtua kepada kami anak-anaknya sejak kecil,” ujar anak dari Maringan Purba dan Marice Sianipar ini. Jupryanto diinspirasi sosok dari perjuangan ibunya sendiri yang berprofesi sebagai seorang guru. “Ibu hanya profesi guru tetapi saya melihat dalam sosoknya bukan sekadar guru, tapi pejuang keluarga. Sebenarnya yang membuat saya bangga dengan ibu saya adalah nilai dari perjuangannya,” tukas anak keempat dari dari tujuh bersaudara ini.
Dari pengalamannya dia tiba pada filosofinya, “Jika kita ingin dihormati semua anggota keluarga, maka tentu terlebih dahulu kita hormati seluruh anggota keluarga.” Baik anak maupun orangtua, masing-masing anggota keluarga mesti saling menghormati. Karena memang pada nadirnya setiap orang ingin dihormati, begitu pun diri kita sendiri. Maka dengan demikian hak dan kewajiban anggota keluarga bisa berjalan dengan baik jika ada saling menghormati. Itulah yang diterapkan di dalam rumah istri menghormati suami, suami pun menghormati istri. Jika itu dilakukan niscaya bisa dengan mudah menjalankan tanggung jawab. Karena itu, Jupryanto mengatakan, menghormati anggota keluarga lainnya, sama menghormati diri sendiri. Dan sudah sepantasnya seluruh anggota keluarga memiliki kesadaran untuk itu, mendapat penghormatan dan kasih sayang dari anggota keluarga.
Jupryanto adalah suami dari Theodora Indira Wina Simangunsong, dan ayah dari tiga orang anak; Alvaro Josua Hasiando Purba, Zesiela Noel Purba, Johanna Albertina Purba. Sebagai pendiri kantor pengacaranya, selain perlu memiliki kemampuan di bidang hukum juga bidang manajemen, termasuk bagaimana menghidupi beberapa staf dan pengacara yang tergabung di kantornya, sudah tentu harus memikirkan pembiayaan kantor dan biaya operasional seperti gaji staf. Artinya, perlu ada jiwa entrepreneur, namun bukan juga sisi sosial dia tinggalkan. Jupryanto dan tim menangani setiap perkara yang dipercayakan ditangani kantornya, diperjuangkan semaksimal mungkin, pembelaan yang dimaksud dengan cara-cara yang benar.
Pengalamannya menangani beragam perkara ditanganinya. Pernah menangani kasus penyerobotan tanah terhadap seorang perempuan tua buta huruf yang tidak mengerti tulisan dituduh melakukan penyerobotan atas tanah oleh oknum aparat dan juga membela Ustad Satiri Ahmad selaku Pendiri dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Universitas Islam Attahiriyah yang dipecat oleh anggota Dewan Pembina yang diangkat sendiri oleh Ustad Satiri Ahmad, dan kasusnya dimenangkan oleh Ustad Satiri Ahmad di Tingkat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Saya membela kasus Universitas Islam Attahiriyah, karena terpanggil karena seorang tokoh agama memberi kepercayaan kepada kantor hukum yang saya pimpin dan pada saat saya ketemu beliau yang sudah uzur dan tidak bisa melihat dan pendengaran kurang tapi dalam pembicaran, dia menyampaikan kepada saya, ‘Pak Purba, saya tidak ada uang lagi, tapi saya percaya Pak Purba bisa membela saya’,” kenangnya. Namun saat proses hukum berjalan Ustad Satiri Ahmad meninggal dunia, dia tak sempat mendengarkan putusan pengadilan yang memenangkannya, bahwa Jupryanto dan tim tetap membela walaupun tak dapat bayaran. “Saya katakan ke rekan-rekan saya bahwa 1.000 kali pun kita kalah menangani perkara ini, kita tetap berjuang jika ini sudah bersangkutan dengan ketidakadilan,” ujar pendiri Kantor Hukum Nemesio & Associate ini. Memang Jupryanto tak pernah lupa memberi hati menangani perkara probono alias tanpa dibayar. “Walau masa pandemi ini kita butuh dana, tapi kita menerima anggota masyarakat yang butuh bantuan hukum tapi tak mampu membayar jasa pengacara,” ujarnya. Mengapa harus dibela lewat probono? Jupryanto tahu benar fungsi dari advokat adalah membela tersangka atau terdakwa. Tentu, ada klien yang tak mampu memberi jasa pengacara, tentu pembelaan yang diberi bukan semata-mata agar klien dibebaskan dari semua tuntutan, tapi agar advokat sebagai penasihat atau pendamping tersangka di muka pengadilan terlindungi hak-hak mereka.
Itu sebabnya pengacara mesti memberikan pelayanan terbaik bagi kliennya, sehingga perkara-perkara yang ditangani dapat diselesaikan dengan baik. Dirinya tak menampik bahwa nyatanya dalam menangani beragam perkara kerap juga mendapat bayaran lumayan. “Saya pernah menangani kasus kepailitan, dan klien saya sebuah perusahaan tambang yang dipailitkan oleh PT. Bank Niaga, karena kliennya tidak dapat melakukan pembayaran kredit sebesar Rp 187.000.000.000, dan kuasa hukum PT. Bank Niaga adalah Kantor Hukum Swandi Halim yang handal dalam bidang kepailitan. Dan semua orang menyatakan klien saya tak akan bisa menang,” ujarnya, “Lalu klien saya mengajak saya duduk di ruangan PTSP Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan mengajak saya menyanyikan lagu rohani, ‘Kumenang, kumenang’.”
Saat esoknya pembacaan putusan kliennya menang, dan permohonan PKPU dari PT. Bank Niaga ditolak. “Di situlah saya berpikir kekuatan manusia punya batas, namun jika Tuhan berkehendak apapun bisa terjadi. Saya tidak heran melihat para pengacara punya banyak harta,” ucapnya. Tak terkecuali Jupryanto ada juga perkara yang ditanganinya mendapat bayaran lumayan, namun baginya, semua yang didapatkan harus dipakai dengan baik. Ia mengusulkan agar pengacara menjaga diri.
Ia menempatkan diri untuk jangan neko-neko dalam hidup, apalagi memaksa diri membeli barang-barang mahal. Karena gaya hidup hedonis dapat menimbulkan kecemburuan sosial, dan ia senantiasa menjaga diri dengan pola hidup sederhana. Maka, hidup di kafe dan penampilan parlente, baginya, hal itu tak ada manfaatnya. “Saya tak suka minum alkohol, tak merokok,” ujar anggota jemaat Gereja HKBP Cijantung, Jakarta Timur ini. “Tuhan memberi rezeki kepada saya itu artinya mesti saya pertanggungjawabkan kelak itu, dan tak digunakan untuk hura-hura.” Jupryanto mengidokan Yap Thiam Hien, pengacara hebat dan kesohor itu. Yap adalah salah satu tokoh pendiri Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta yang juga seorang Kristen asal Tionghoa yang lahir di Aceh.