Narwastu.id – Ev. Lettu (Purn.) Drs. Asikin Baiin, M.M., adalah figur nasionalis, religius dan tangguh. Dari wajah ramahnya sesungguhnya ia adalah sosok yang disiplin dan tegas. Hal itu tercermin dari sikapnya yang enggan berkompromi pada sesuatu yang tidak benar. Baginya, hidup adalah ajang untuk mengabarkan Injil kebenaran Allah kepada sesama melalui tindakan, pikiran dan tutur kata. Alumni STP (Sekolah Tinggi Publisistik, kini IISIP atau Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) Jakarta ini mengatakan, hidup melayani Yesus Kristus adalah berkat.
Dalam sebuah kesempatan Majalah NARWASTU mewawancarai bapak yang punya tiga anak dan 8 cucu ini di rumahnya yang asri di bilangan Jati Melati, Pondok Melati, Kota Bekasi, Jawa Barat. Ia mengisahkan masa kecilnya yang hidup sederhana. Namun, ia memiliki figur orang tua yang mengajarkannya keteladanan dan mengikuti Tuhan dengan sungguh-sungguh.
“Saya anak pertama dengan 9 adik. Orang tua mengajarkan kami untuk sungguh-sungguh mengikut Tuhan seperti berdoa, membaca firman, beribadah ke gereja, sekolah minggu. Selain itu membantu ibu menyapu, masak air, mencari kayu bakar dan sebagainya,” kenang Asikin Baiin.
Kala itu ayahanda Asikin berpangkat Pelda-AURI dan bekerja sebagai perawat kesehatan di Rumah Sakit Halim Perdana Kusuma, Jakarta. Selesai bekerja, ayahnya juga membuka sebuah klinik kesehatan untuk melayani orang-orang sakit. Lewat anugerah Tuhan, banyak pasien yang mengalami kesembuhan. Dari berkat yang diterimanya itu, dibelikan sebidang tanah dan digunakan untuk mendirikan Gereja Kristen Pasundan (GKP) di Kampung Tengah Kramat Jati, Jakarta. “Itulah yang menjadi basis saya dan adik-adik untuk belajar setia kepada Tuhan melalui pelayanan. Baik menjadi guru sekolah Minggu, mendidik paduan suara dan menjadi panitia pembangunan gereja,” ujar pria yang pernah menjadi majelis jemaat pertama dan termuda di gerejanya.
Lalu dalam perjalanan hidupnya, suami dari Karlianah Rikin ini memutuskan untuk berkarier di Kopassus TNI-AD. Ia menjadi perwira rohani Protestan bersama rekan-rekannya, dan ia mendirikan sebuah persekutuan gereja bernama Persekutuan Oikoumene Umat Kristen (POUK) Immanuel Kopassus, Cijantung, Jakarta. Saat bertugas Asikin harus berpindah-pindah tempat untuk menunaikan tugas negara. Ia pernah ditugaskan ke Papua dan Timor Timur. Tinggal di desa-desa di tengah hutan serta makan dengan menu seadanya merupakan sesuatu hal yang dilaluinya dengan penuh sukacita. Walaupun ia harus menahan kerinduan terhadap istri dan ketiga anaknya. Karena misinya kerap bertatap muka dengan penduduk setempat, maka pendekatan yang dilakukan Asikin, yakni beradaptasi dengan budaya lokal atau budaya wilayah Keerom dengan cinta kasih sesuai iman Kristen. Alhasil, ia tidak hanya mampu merebut hati warga di situ, tapi menyatu dan menyayangi mereka seperti keluarga sendiri.
Dengan kedekatan itu penduduk yang sebelumnya tidak menyukai NKRI akhirnya memilih untuk berdamai. Asikin memberi wejangan bahwa perlawanan mereka terhadap tentara Indonesia dan NKRI akan sia-sia. Sebab itu, ia memberikan solusi kepada salah satu pimpinan mereka bernama Paulus Pesakor sebagai pimpinan OPM Kelompok Martin Tabu yang berdomisili di Hutan Sagu, Gunung Wemby, untuk membuat sebuah konsep pembangunan desa dan kecamatan. ”Saya antarkan Paulus Pesakor untuk membawa konsep tersebut kepada Gubernur dan Panglima Kodam Papua (Ia berprinsip harus bisa mengalahkan musuh, tapi musuh tidak merasa dikalahkan). Akhirnya sekarang Distrik Arso, Skamto, Waris, Senggi, dan Ubrub sudah menjadi Kabupaten Keerom dengan sarana jalan serta infrastruktur pemerintahan yang sangat memadai. Dulu kami dari Jayapura ke Arso bisa dua hari perjalanan kaki lewat pinggir Sungai Tami. Sekarang hanya 45 menit dengan kendaraan roda empat,” tukas Asikin.
Meskipun sudah 25 tahun berkarya di Kesatuan Baret Merah, dan kini menjadi purnawirawan, tidak berarti ia berhenti beraktivitas. Ia selama 10 tahun pernah jadi direktur untuk proyek properti di Villa Pertiwi. Sebelumnya guna memperlengkapi diri, Asikin kuliah Magister Managemen di Universitas Atmajaya, Jakarta. Kemudian ia pernah melebarkan sayap dengan membuka usaha sendiri bernama PT. Hole In One. Usaha yang dirintisnya bersama Hj. Yedi Kuswandi yang bergerak di bidang kontraktor spesialisasi bidang marka jalan, rambu-rambu, halte bus, jembatan penyeberangan dan traffic light yang berhubungan dengan Dinas Perhubungan Darat Provinsi atau Pusat.
Ternyata menggeluti dunia bisnis tak seindah yang dibayangkannya. Walaupun diakuinya rezeki selalu ada setiap tahunnya, bisa dua atau tiga proyek didapat. Menurut Majelis Pertimbangan POUK Immanuel Cijantung, Ketua Umum POUK Se-DKI Jakarta, dan Ketua Pengawas Perbendaharaan STFT Jalan Proklamasi, Jakarta ini, ada hal-hal yang mengusik nuraninya sehingga ia berhenti dari bisnis yang ditekuninya selama enam tahun itu. “Hal ini saya sangat tertekan batin, karena terjadi conflict interest. Selain saya bisa kena sanksi hukum, yang terpenting saya harus pertanggungjawaban itu pada Tuhan Yesus,” jelasnya.
Ia pun berunding dengan istri dan ketiga anaknya, dan diputuskan bahwa ia hanya fokus melayani Tuhan. Sebagai Pengawas Yayasan LPTTI-STFT Jakarta, katanya, keteladanan sebagai seorang ayah sekaligus hamba Tuhan melalui tindakan, pikiran dan perkataan harus selaras dengan firman Tuhan. “Ada empat pilar keluarga yang saya ajarkan, yakni setia kepada Tuhan, hormat kepada orang tua, rajin belajar dan sayang keluarga inti dan besar. Dan untuk gereja saya selalu tekankan disiplin waktu, konsisten, komitmen, dan keuangan yang transparan. Sehingga jemaat percaya apabila mereka memberi sumbangan berupa kolekte mingguan, iuran bulanan dan lain sebagainya,” tegasnya.
Ketika bicara tentang program Nawacita yang dicanangkan oleh Presiden RI Joko Widodo, Asikin berpendapat, program tersebut dapat terwujud dengan baik dalam kehidupan bangsa Indonesia jika setiap rumah tangga, ayah dan ibu membangun keluarga yang harmonis dan mendidik anak-anaknya agar berkarakter dan takut akan Tuhan. Serta hormat kepada orangtua, tekun belajar, serta saling mengasihi sesama keluarga serta saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Dan di usianya yang tak muda lagi, menginjak usia 76 tahun Asikin menaruh harapan agar anak, menantu dan cucu-cucunya tetap setia mewartakan Injil kebenaran Tuhan. “Setiap kita harus memiliki jiwa misi untuk mengabarkan Injil kepada semua orang melalui profesi yang ditekuninya. Kalau dia adalah seorang komandan, jadilah komandan yang dapat memberikan teladan. Seperti dalam Yohanes 17:21, supaya mereka menjadi satu, Ut Omnes Unum Sint, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. Jadi idealis Kristus harus menjadi idealis kita dan harus dilakukan dalam kehidupan pribadi, keluarga, gereja dan masyarakat,” ujar figur religius dan Pancasilais yang sejak dulu dan sekarang cukup dekat dengan tokoh legendaris di Kopassus Letjen TNI (Purn.) Sintong Panjaitan itu.