Narwastu.id – Almarhum Brigjen Pol. (Purn) Drs. Anton Enga Tifaona, tokoh Katolik dari Nusa Tenggara Timur (NTT), kelahiran kampung Imulolong, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, baru-baru ini sudah diusulkan menjadi Pahlawan Nasional. Pasalnya, ia termasuk polisi langka dan humanis. Usulan tersebut disampaikan oleh Forum Perjuangan Pahlawan Nasional Brigjen Pol. (Purn.) Drs. Anton Enga Tifaona, atau yang disingkat Forpalnas, pada akhir Mei 2022 lalu. Usulan Forpalnas itu merupakan aspirasi dari masyarakat Lembata, merujuk pada jasa-jasa dan pengabdian mendiang Anton Tifaona semasa hidupnya kepada bangsa dan negara melalui lembaga Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Ketua Bidang Humas dan Publikasi Forpalnas, Karolus Kia Burin menjelaskan, aspirasi pengusulan nama Anton Tifaona menjadi pahlawan nasional sudah terdengar sejak Anton Tifaona berpulang pada tahun 2018 lalu.
“Selama berkarier di Polri, Pak Anton Tifaona memberikan cukup banyak kontribusi untuk kemajuan institusi Polri. Ide mengenai kewajiban penggunaan helm secara nasional bagi pengendara sepeda motor berasal dari almarhum. Selain itu, pola buka tutup jalan di kawasan wisata Puncak Jawa Barat untuk mengurai kemacetan, berkembang pula dari ide-ide orisinil beliau,” kata Karolus Kia Burin. Pengusulan nama Anton Tifaona menjadi pahlawan nasional oleh Forpalnas disambut positif oleh pimpinan daerah Kabupaten Lembata dalam hal ini Penjabat Bupati Lembata, Drs. Marsianus Djawa, M.Si, dan Ketua DPRD Lembata Petrus Gero, S.Sos. Penjabat Bupati Lembata menyambut gembira dan mendukung Forpalnas untuk memperjuangkan nama Anton Tifaona menjadi pahlawan nasional sesuai regulasi negara yang dipersyaratkan. Marsianus juga setuju mengenai rencana pemancangan patung Anton Tifaona di lokasi strategis dalam kota Lewoleba, ibukota Kabupaten Lembata tepatnya di Simpang Lima Wangatoa, Kecamatan Nubatukan.
Sejumlah pihak, baik yang berasal dari NTT maupun dari luar NTT, memiliki kesan yang sama mengenai sosok almarhum Anton Tifaona. Seorang tokoh Lembata asal kampung Lamalera yang lama berkarier di Bandung, Jawa Barat, Eugen Enzo Korohama, menilai, Anton Tifaona merupakan sosok pemimpin humanis
Menurutnya, warga NTT diaspora khususnya warga Lembata yang berdomisilisi Bandung sangat bangga terhadap figur Anton Tifaona, yang tercatat pernah menjabat posisi penting sebagai Wakapolda Jawa Barat. “Pak Anton Tifaona dikenal figur polisi tegas dan disiplin. Beliau juga dikenal tokoh yang penuh cinta dan memperhatikan semua bawahannya tanpa memandang suku, ras, dan antargolongan,” ungkap Enzo Korohama, mantan Direktur Utama Perusahan Daerah Purin Lewo Lembata.
Mendiang Brigjen Pol. (Purn.) Drs. Anton Enga Tifaona di masa hidupnya, baik semasa aktif di Polri maupun saat purna tugas, dikenal berkarakter sebagai polisi-pejuang. Anton Tifaona terlahir sebagai anak petani dari Desa Imulolong, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, NTT. Dia lahir pada 21 Agustus 1934 dari pasangan Thomas Nuba Tifaona (Alm.) dan Rosa Somi (Alm.). Kedua orangtuanya memberinya nama lengkap Antonius Stefanus Enga Tifaona. Dia adalah anak keempat sekaligus putra bungsu. Pada masa kecil di kampung halamannya, dia lebih dikenal dengan sapaan “Toni Enga.”
Ia bernama lengkap Antonius Stefanus Enga Tifaona, korps Kepolisian Republik Indonesia, NRP/NBI: 3508005, pangkat Brigjen Pol. (Purn.), suku bangsa Lembata. Ia penganut Katolik, gelar kesarjanaan Sarjana Ilmu Kepolisian, Ketua Umum Forum Pengkajian dan Pembentukan Provinsi Flores, Penasihat Ikatan Alumni Syuradikara, Jakarta, dan berbagai paguyuban kekeluargaan. Selain itu, Pokjatap dan Pakar di Dewan Ketahanan Nasional, senior Advisor Bidang Keamanan (Berbagai Instansi), Sekretaris Dewan Pertimbangan Yayasan Jati Diri Bangsa, Ketua Dewan Pembina Yayasan Lamaholot Gelekat Tuan Ma dan Dewan Penasihat Yayasan Mgr. Gabriel Manek, SVD.
Sedangkan aktifitas lainnya, KAJIDA (Pengkaji Daerah)–Memantu, Menganalisa, dan Mengevaluasi Pelaksanaan Pembangunan di Daerah-Daerah; KAJILU (Pengkaji Luar Negeri) di negara-negara ASEAN, Asia Pasifik, Eropa, dan Amerika; Pemrakarsa Gerakan Anti Madat (GERAM); Pembicara di berbagai Forum Pengkajian di bidang Kepolisian, Daerah, Keynote Speaker Seminar Nasional di Medan (1995), di Jakarta (1996). Seminar Pembangunan Kawasan Timur Indonesia(1997, 1998). Seminar Kemiskinan; Seminar Polri, dan Pembangunan Lembata; Ketua Tim Operasi Rekonsiliasi Pusat Tahun 2000. Suami tercinta Veronika Wilhelmin Nyo. Anak-anak 9 orang.
Sementara riwayat pendidikannya, Sekolah Rakyat (SR) di Lamalera, Lembata; Standard School di Larantuka, NTT; SMP Seminari Todabelu Mataloko, NTT: SMA(Kelas 2 dan 3) di SMA Syuradikara Ende, NTT; Sekolah Polisi Negara (SPN) Sukabumi-Jawa Barat; Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta; Sesko ABRI Bagian Udara; Manajemen Hukum; Senior Officer Course; Manggala BP-7. Lalu riwayat jabatan dan karier, yakni Komandan Resort Kepolisian (DANRES) di Ngada, NTT, ketika masih sebagai Mahasiswa PTIK Wajib Praktik, Juni tahun 1963 hingga Mei 1965; Pertama kali bertugas usai lulus PTIK dipercayakan sebagai Sekretaris Pribadi PANGANDAK (Panglima Antardaerah Kepolisian) di Kalimantan yang berkedudukan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Tahun 1968; Dipromosikan menjadi Kepala Staf Komando Rayon Perairan dan Udara (POL AIRUD) di Kalimantan dan selanjutnya diangkat menjadi Komandan Polisi AIRUD Wilayah II, Kalimantan Tahun 1968-1976; Diangkat menjadi komandan Antar Resort (DANTARRES) Khusus di Timor-Timur Tahun 1977-1978; Kembali ke Mabes Polri dan diangkat menjadi PABAN VI Asisten Operasi Kapolri Tahun 1979-1983; Asisten Operasi Sapu Jagat di Jakarta, Tahun 1981(beberapa bulan); Asisten Operasi di POLDA Jawa Timur Tahun 1983-1985; IRPOLDA Jawa Timur awal tahun 1985 (tiga bulan); Kapolda Maluku Tahun 1985-1986; Wakapolda Jawa Barat tahun 1986-1989; Dewan Hankamnas, Bangdep Pengembangan, Bidang Sosial dan Budaya tahun 1990-1996; Komisaris Utama salah satu perusahaan milik Yayasan Bharata Bakti Polri; Pengurus Yayasan Kejuangan Jenderal Sudirman (enam tahun); Ketua Bidang Administrasi Personil Badan Penyelenggara(BP) UPN Veteran Tahun 1996-2000.
Dan karya-karya tulisan yang dihasilkannya untuk lembaga Polri: (1) Konsepsi “Pembinaan Masyarakat melalui Olahraga dan Musik”, (2) Konsepsi” Mengubah Budaya Berlalulintas di Timor-Timur (dari ala Portugis, di sebelah kanan, ke ala Indonesia, di sebelah kiri), (3) Konsepsi “Latihan Bersama Polisi Republik Indonesia dan Polisi Diraja Malaysia “(Latmal Aman Malindo I Tahun 1980)”, (4) Konsepsi “Pemakaian Helm” di Indonesia (dimulai dari Jawa Timur Tahun 1984), (5) Konsepsi “Cross-System dan Hit Run Operation” (operasi yang cepat, tepat dan terpadu dengan tidak melibatkan petugas setempat dalam menangani kasus-kasus besar) di Jawa Timur dalam Operasi Pijar dan Operasi Wanalaga, (6) Konsepsi “Pengadilan Terapung” (di Maluku tahun 1985), (7) Konsepsi “Pancasiap”, (8) Konsepsi “Doa” sebelum dan sesudah melaksanakan tugas (dimulai tahun 1986), (9) Penyempurnaan Penertiban Jalur Puncak Bogor “One Way”(Buka Tutup), (10) Konsepsi Awal Pengentasan Kemiskinan di Indonesia (mulai tahun 1990), (11) Konsepsi “Rekonsiliasi” Masyarakat yang dilanda kerusuhan sosial (Ketua Tim Operasional Rekonsiliasi Pusat Tahun 2000).
Testimoni mengenai sosok Anton Tifaona juga datang dari seorang purnawirawan Polri di Manado, Sulawesi Utara. Welly Sualang (80 tahun), sesepuh di lingkungan Polda Sulut mengisahkan mendiang Anton Tifaona sangat mengayomi orang-orang di sekitarnya, baik itu prajurit-prajurit kepolisian bawahannya maupun staf teknis seperti sopir pribadinya. Sualang yang ketika itu bertugas di bagian kehumasan, mengisahkan, setiap kali Anton Tifaona berkunjung ke polres-polres di wilayah pedalaman, ketika tiba di lokasi kunjungan dan “tuan rumah” menyuguhkan makanan kepadanya, Pak Anton selalu meminta agar sopir pribadi dan sopir-sopir dalam rombongan diberi makan terlebih dahulu.