Narwastu.id – Terkait penetapan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengikuti dengan prihatin gejolak sosial yang ditimbulkan oleh proses penetapan tersebut.
Sebab itu, PGI dalam siaran pers yang dikeluarkan beberapa waktu lalu, menegaskan, pertama, mengapresiasi niat baik pemerintah dan DPR untuk melakukan sinkronisasi dan penyederhanaan berbagai produk undang-undang yang tumpang tindih regulasinya, bahkan tak jarang bertentangan satu sama lain melalui penetapan Undang-Undang Cipta Kerja.
Kedua, mengamati dan menyimpulkan bahwa proses pembahasan RUU Omnibus Law ini, hingga penetapannya menjadi Undang-Undang Cipta Kerja, dilakukan dalam situasi yang tidak tepat, mengingat energi bangsa ini sementara terkuras untuk mengelola pandemi Covid-19 beserta semua dampaknya. Situasi berat seperti ini berdampak pada melemahnya partisipasi masyarakat untuk mengawal proses perumusan dan penetapan produk undang-undang yang bersentuhan langsung dengan hajat hidup masyarakat.
“Berkembangnya gelombang protes hingga penolakan menjadi bukti bahwa terhadap produk undang-undang yang sangat sensitif bagi keberlangsungan hidup banyak orang ini, proses partisipatif tidak berlangsung baik selama perumusan dan penetapannya sehingga mencederai pemenuhan rasa keadilan bersama,” demikian pernyataan sikap PGI. Ketiga, mempelajari berkembangnya perdebatan dan penolakan terhadap produk Undang-Undang Cipta Kerja yang mengarah pada aksi-aksi kekerasan yang anarkis di dalam berbagai kelompok masyarakat. Sungguh miris bahwa di dalam polemik ini masing-masing kelompok bersitegang mempertahankan pandangannya berdasarkan tafsir yang berbeda terhadap sebaran dokumen RUU Omnibus Law dan UU Cipta Kerja yang beragam versinya.
Keempat, mencermati dan mengecam aksi anarkis melalui demonstrasi yang berujung pada kekerasan dan perusakan. Kondisi ini bisa berdampak pada melemahnya solidaritas sosial dan terjadinya proses delegitimasi pemerintah di tengah situasi di mana bangsa ini membutuhkan penguatan integrasi nasional untuk menghadapi dampak pandemi Covid-19.
Kelima, mengkalkulasi semua situasi yang berkembang, PGI meminta Presiden Jokowi untuk menahan pemberlakuan UU Cipta Kerja ini guna meneduhkan suasana kebangsaan yang memanas, serta membuka dialog kebangsaan dengan berbagai tokoh bangsa, maupun segmen-segmen masyarakat yang sungguh terimbas oleh implementasi UU Cipta Kerja ini.
Keenam, kepada masyarakat luas PGI mendukung semua ekspresi demokrasi dalam penyampaian pandangan dan keberatan yang mendukung maupun menolak pemberlakukan Undang-Undang Cipta Kerja ini. Kami percaya bahwa semua ekspresi ini dilandasi oleh sikap cinta pada negeri ini, dan olehnya setiap tindakan kekerasan dan anarkis dalam penyampaian pandangan patut dikecam dan ditolak.
“Kami sungguh berharap pemerintah dan DPR bisa membuka diri dalam dialog kebangsaan, sebaiknya masyarakat menyalurkan aspirasinya berdasarkan hal konstitusi yang dijamin negara ini bagi semua warganya,” tegas PGI. FD