
Narwastu.id – Pada Jumat, 12 Juni 2020 lalu mulai pukul 10.00 sampai 14.00 WIB kantor Majalah NARWASTU dikunjungi tamu yang tergolong spesial. Pasalnya, advokat/pengacara senior yang juga mantan Ketua DPD Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI) DKI Jakarta ini baru pertama kali bertandang ke kantor NARWASTU. Dr. Jose T.P. Silitonga, S.H., M.A., M.Pdk, adalah Penasihat NARWASTU yang setia. Sejak NARWASTU dengan manajemen baru berdiri dia sudah ikut mendampingi tim majalah ini. Pria Batak asal Tarutung berusia 68 tahun ini, pernah menjabat sebagai Plt. Ketua DPW PDS (Partai Damai Sejahtera) Sumatera Utara, dan pernah pula jadi bakal calon Bupati Tapanuli Utara serta Caleg DPRD DKI Jakarta.

Dia sering memberikan motivasi dan nasihat-nasihat hukum ke banyak gereja dan sintua, termasuk ke tim kerja NARWASTU. Dan pada akhir 2019 lalu, mantan Ketua Forum Peduli Jemaat HKBP ini sudah menggondol gelar Doktor Ilmu Pemerintahan dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Jawa Barat, dengan hasil sangat memuaskan. Kunjungannya diterima Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi NARWASTU, Jonro I. Munthe, S.Sos dan tim. Mereka tak hanya bicara eksistensi NARWASTU dan penerbitan media massa, juga bicara perjuangan Pak Jose yang juga Ketua DPC AAI (Asosiasi Advokat Indonesia) Kota Depok dalam meraih gelar doktor. Jose juga dikenal anggota Dewan Penasihat Lembaga Bantuan Hukum Pers Indonesia (LBHPI), dan pernah jadi Penasihat Perhimpunan Wartawan Media Kristiani Indonesia (PERWAMKI).

Ada pun judul disertasi Jose Silitonga, yakni “Kepemimpinan Pemerintahan dalam Penerapan Diskresi di Tapanuli Utara.” Dalam disertasinya ini banyak dipaparkan tentang kepemimpinan atau pemerintahan yang mengutamakan kepentingan rakyat. “Saya tentu bersyukur kepada Tuhan, karena bisa menyelesaikan disertasi untuk meraih gelar Doktor Ilmu Pemerintahan ini. Dalam disertasi ini ada banyak dibahas mengenai percepatan pembangunan oleh pemerintah di sebuah daerah tanpa melanggar undang-undang. Dan di situ ada kewenangan diskresi untuk kepentingan rakyat. Dan ini sesungguhnya sudah diterapkan oleh Presiden Jokowi dalam kepemimpinannya. Dan sesungguhnya dalam kepemimpinan itu hukum tertinggi adalah kesejahteraan rakyat. Dan sesungguhnya di dalam bangsa ini perlu inovasi agar negeri ini semakin baik. Dalam pembangunan jika kita lambat maka akan tertinggal, sehingga kita harus berupaya mempercepat sesuatu yang baik. Kalau tidak kita akan tertinggal,” cetusnya.

“Kalau ada diskresi yang diterapkan tepat dan baik, maka tak ada lagi desa tertinggal, dan itu penelitian saya selama tiga tahun ini saat menekuni studi S3. Ada yang bilang, selama ini pemikiran-pemikiran saya selaku pengacara sudah sekelas doktor. Dan kalau kita bicara mesti dalam tataran akademis, bukan debat kusir,” katanya. Menurutnya, salah satu kelemahan banyak orang adalah debat kusir.

Ia menerangkan, dari informasi yang ia terima dari Kesbang Tapanuli Utara baru ia yang meraih Doktor Ilmu Pemerintahan di Tapanuli Utara, tapi kalau Doktor Hukum sudah banyak. “Saya juga bersyukur karena Bupati Tapanuli Utara, Nikson Nababan mengapresiasi disertasi saya yang sekitar 300 halaman ini,” ujar Jose yang saat memaparkan pemikirannya soal disertasi ini ketika disidang di depan 11 orang penguji bergelar profesor dan guru besar waktunya hanya satu jam. Dan biasanya ada yang memaparkan hingga 2,5 jam. Menurutnya, disertasinya ini ingin membangun pola pikir para birokrat agar bisa mengutamakan kepentingan rakyat dalam ruang lingkup pelayanan publik. Namun dengan diskresi ini diharapkan seorang pejabat atau kepala daerah tidak tersangkut dalam kasus korupsi. “Diskresi itu adalah kewenangan seorang pejabat dan kebebasannya membuat kebijakan yang dipandang perlu untuk kepentingan umum. Dan itu ada kewenangannya yang melekat. Tapi kewenangan itu mesti dipakai guna melayani dan menyelamatkan masyarakat,” ujarnya.

Menurutnya, terkait dengan diskresi ini ada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan. Dan ini untuk melindungi dan mempercepat kepentingan umum. Tidak melanggar hukum, dan ada azas kepatutan serta good governance. Ini demi kepentingan umum, serta prinsipnya hati-hati dan patut. Tapi undang-undang itu perlu direvisi. Ada lagi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, dan ini juga perlu direvisi tentang inovasi. Kreasi mesti sesuai dengan koridor hukum.
“Untuk mempercepat pembangunan di sebuah daerah atau di tengah masyarakat harus cerdas dan tidak lamban. Jokowi itu saya lihat visinya Indonesia unggul. Dan di situ ada percepatan, efisiensi dan perubahan pola pikir. Jadi para kepala daerah mesti tahu tentang pemerintahan ini,” ujarnya. Jose menambahkan, dengan pemikiran-pemikiran yang sudah dipaparkannya dalam disertasinya ini ia ingin mengubah paradigma, mindset dan membangun SDM yang lebih unggul. “Kita berharap di negeri kita tak ada lagi desa, kecamatan, kelurahan, kabupaten, kota dan provinsi yang tertinggal dalam hal pelayanan publik atau pemerintahan daerah,” pungkasnya. Makanya Jose bersama rekan-rekannya alumni IPDN mendirikan Institut Cendekia IPDN, dan nanti lembaga ini akan memberikan bimbingan dan diskusi dengan para kepala daerah di berbagai daerah di Tanah Air.

Berbicara tentang kepemimpinan Nikson Nababan di Tapanuli Utara, menurut Jose, dari hasil penelitiannya selama ini ada kebijakan-kebijakannya yang baik dan prorakyat, seperti mutiara yang sangat layak diterapkan di daerah lain, yaitu diskresi inovasi. Dia berupaya agar kelambatan-kelambatan dalam pembangunan di daerahnya bisa dipercepat.
Kembali soal kunjungannya ke kantor Majalah NARWASTU, mereka pun bicara tentang kondisi negeri ini yang dilanda wabah Covid-19. Sembari menikmati kopi hangat dan kue-kue basah, mereka tak jarang pula tertawa renyah. Siang ini mereka pun menyantap nasi Padang. “Saya merasa berutang kalau belum mengunjungi kantor NARWASTU ini,” ujar pejuang HAM, peraih award sebagai “Pahlawan Bumi 2003 Pilihan WALHI“, salah satu dari “20 Tokoh Kristiani 2007 Pilihan NARWASTU” dan mantan Ketua Panitia Pembangunan HKBP Kelapa Gading, Jakarta Utara, ini.

Ketika diadakan Pilkada DKI Jakarta 2007 lalu yang cukup memanas, Jose Silitonga dan Jonro I. Munthe dan tim, dalam dua kali kesempatan berhasil mengundang dua calon gubernur/wakil gubernur untuk berinteraksi dengan tokoh-tokoh Kristen dan jemaat Kristiani. Bahkan, dua calon gubernur/wakil gubernur itu didoakan pula agar selalu berhikmat sebagai kepala daerah. Padahal saat itu pertarungan dua pasangan calon dari partai nasionalis versus PKS (partai berbasis agama), serta pasangan calon yang tampil pun berasal dari elite POLRI dengan TNI. Saat itu Jose Silitonga dan Jonro Munthe dipercaya sejumlah tokoh dan Penasihat NARWASTU sebagai Ketua dan Sekretaris Panitia Jemaat Kristiani Peduli Pilkada DKI Jakarta 2007. GH