Narwastu.id – Kata misi dalam konteks gereja sudah lazim diartikan sebagai pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan dan kesaksian. Orang yang sedang bermisi, sering diartikan orang tersebut sedang melakukan pekerjaan pelayanan dan kesaksian di medan yang tidak mudah.
Dalam sepuluh tahun terakhir sangat populer istilah “market place” untuk menunjuk medan layanan di dunia bisnis. Medan layanan ini terutama dikonotasikan di wilayah perkotaan yang setiap hari tidak dapat dilepaskan dengan aktivitas bisnis atau usaha komersial.
Ada banyak pihak yang melakukan eksperimen dalam melakukan layanan di “market place” dan sampai saat ini belum ada model ideal yang dapat dianggap menjadi “best practice.”
Dua minggu lalu saya bertugas di Kota Bandung dan menginap di “homestay” yang dikelola oleh sepasang pelayan gereja yang sudah berusia 74 tahun. Pasangan ini berasal dari Sumatera Utara dan sudah berdomisili di Bandung sejak tahun 1979. Pertama kali masuk ke Jawa Barat sang Bapak berprofesi sebagai pekerja yang bertugas mengurus kebun teh di daerah Ciwidei.
Sesudah pension mereka memutuskan untuk melayani Tuhan penuh waktu melalui usaha bisnis penginapan dan rumah makan. Padahal mereka memiliki pilihan untuk berinvestasi di lahan kelapa sawit yang lebih menjanjikan dalam hal keuntungan finansial.
Yang sangat menarik, di rumah makan mereka yang diberi merk “Mie Keriting Medan”, di tempel beberapa poster yang isinya mengajak untuk dekat dengan Tuhan.
Salah satu poster yang ditempel berbunyi demikian: “Pada mulanya ALLAH-lah yang mencanangkan PERNIKAHAN. Dan semuanya adalah untuk KEBAIKAN MANUSIA. Namun apabila ANDA tidak MENGALAMINYA, kami BERSEDIA MENOLONGNYA….”
Saat saya membaca poster ini dan meminta ijin memotretnya, Sang Bapak pemilik rumah makan dan penginapan ini berceritera kalau sudah banyak pasangan yang dilayaninya berhubungan dengan persoalan rumah tangga. “Ada seorang ibu yang pesan mie sambil muka cembetut. Sesudah kami berdialog barulah saya tahu kalau ibu tersebut sedang bermasalah dengan suaminya dan berencana mau mencari pengacara untuk proses cerai. Ibu itu orang Katolik, saya ajak untuk merenungkan firman Tuhan dan saya bagikan berbagai pengalaman dalam hidup pernikahan. Enam bulan kemudian ibu itu dating kembali dan mengatakan bahwa dia dan suaminya sudah aktif di gereja.”
Ada cerita lain lagi di mana ada seorang bapak yang merasa sudah “hambar” dalam hidup pernikahannya. Sesudah diajak berdiskusi dan diberikan banyak nasihat serta didoakan secara khusus, si pemuda tersebut berubah drastis. Tidak lagi menuntut perubahan isterinya, namun dialah yang terus berusaha berubah positif agar isterinya juga mengalami perubahan yang positif untuk terus saling mencintai.
Saya pun tidak luput menjadi “sasaran” misinya. Bapak dan Ibu yang masih sangat fit kesehatannya ini, karena setiap hari disiplin berenang dan mengkonsumsi hanya makanan sehat, silih berganti memberikan kesaksian dan nasihat untuk hidup harmoni dalam rumah tangga agar lebih bias menjadi berkat bagi sesama. Semangat bermisi pasangan ini setiap bertemu dengan konsumen, membuat saya merasa bertambah berkat yang melimpah dalam tugas dan pelayanan saya selama di Kota Bandung.
Saya belajar banyak dari kesaksian-kesaksian dan nasihat-nasihat yang berbasiskan pengalaman perjalanan pernikahan 48 tahun dalam pimpinan Tuhan. Sangat real apa yang diceritakannya. Semua berbasis pengalaman yang penuh dinamika perjuangan pahit dan getir.
Pasangan ini adalah contoh bermisi sambil berbisnis. Mereka tetap melakukan bisnis penginapan dan rumah makan dengan upaya “pelayanan terbaik kepada pelanggan.”Saya merasakan apa yang mereka berikan dengan apa yang saya bayar benar-benar setimpal. “Service level” mereka sangat tinggi alias “excellence.” Misi mereka juga tercapai karena sudah memberikan banyak sekali masukan, nasihat, inspirasi dan dorongan untuk selalu dekat dengan Tuhan. Secara khusus mereka berpesan agar saya lebih memerhatikan kehidupan pernikahn secara lebih serius dan harus selalu bersyukur kepadaNya.
Bermisi sambil berbisnis, bukan sebaliknya berbisnis sambil bermisi. Yang pertama, dorongan misinya lebih besar dan praktik bisnisnya selalu dijalankan dengan spirit misi. Sedangkan yang kedua, lebih dominan motivasi bertransaksinya ketimbang misinya. Bahayanya pekerjaan misi lalu dibisniskan. #SalamDamaiHolistik
* Penulis adalah Sekretaris Umum Lembaga Alkitab Indonesia Jakarta. www.alkitab.or.id