Narwastu.id – Pers atau media massa arus utama harus mengembalikan trust atau kepercayaan masyarakat dengan menerapkan standar jurnalistik yang berlaku global, yakni verifikasi informasi secermat-cermatnya sebelum dipublikasi. Meski persaingan ketat di era digital dan sosial media (sosmed) menuntut kecepatan, masyarakat tetap lebih membutuhkan berita yang benar. “Penurunan trust masyarakat terhadap media massa terjadi di seluruh dunia dan insan media harus bisa membalikkan keadaan,” kata Peter Fray, profesor di The Practice School of Communication, Faculty of Arts and Social Sciences, University of Technology Sydney, di Gedung Dewan Pers, Jakarta, pada Selasa, 31 Juli 2018 lalu.
Seperti dikutip harian sore nasional Suara Pembaruan (1 Agustus 2018), Peter Fray mengingatkan pentingnya media massa berlaku objektif, akurat, transparan, sepenuhnya mengabdi kepentingan masyarakat, mudah dipahami, dan menyajikan berita lengkap. Untuk bisa objektif, akurat, dan bekerja untuk kepentingan umum, tukas Fray, media harus memposisikan diri sebagai nonpartisan, independen, tidak memihak. Hanya dalam posisi independen, media bisa bekerja dengan jujur. Media juga perlu transparan dalam sumber berita, pendanaan, dan organisasi yang terasosiasi dengannya.
Dan transparansi ditunjukkan juga dalam metodologi mendapatkan berita. “Media juga harus terbuka terhadap kritik dan jujur melakukan koreksi atas kesalahan dan kekeliruan yang diperbuat,” paparnya. Berita objektif untuk mendapatkan berita yang objektif dan akurat, Fray menekankan pentingnya pengecekan fakta. Praktik check and recheck dan uji silang harus menjadi kebiasaan. Dalam kenyataan, demi kecepatan, media abai dalam melakukan pengecekan fakta. Verifikasi setiap informasi sebelum publikasi harus menjadi standar kerja.
Menurut Fray ada delapan faktor terjadinya misinformasi. Pertama, ketidakpahaman media akan standar jurnalistik yang benar. Kedua, kegemaran media membuat parodi. Ketiga, berita yang provokatif. Keempat, pelibatan emosi dalam pembuatan berita. Sedang faktor kelima adalah posisi media sebagai partisan, baik partisan terhadap penguasa maupun korporasi tertentu. Keenam, dorongan media untuk menghasilkan profit mengabaikan kepentingan masyarakat.
Lalu ketujuh, media menjadi alat pihak tertentu untuk memberikan pengaruh poli tik. Kedelapan, lebih ekstrem dari political influence, media menjadi alat propaganda. Media harus bangkit, menyadari semua kesalahan dan melakukan perubahan dengan menerapkan standar jurnalistik yang benar. Meski saat ini media sosial berperan dominan dalam menyebarkan berita, pembaca tetap mencari informasi yang dipercaya. “Media harus fight untuk merebut kembali kepercayaan masyarakat dengan menerapkan standar jurnalistik yang benar,” pungkas Fray. AW