Narwastu.id – Pada akhir tahun 2019 lalu, muncul berita mengenai virus corona (Covid-19) di Kota Wuhan, China. Seluruh warga dunia menyampaikan rasa empati dengan berbagai cara. Awal tahun 2020, virus ini merambat menyeberangi lautan dan samudera, menyinggahi sejumlah negara dan menjadi ancaman kehidupan manusia di benua-benua lain, termasuk Indonesia. Dampak virus ini tidak main-main. Fondasi ekonomi, politik, sosial budaya, pendidikan, kesehatan, keagamaan dan sebagainya goyah.
Upaya memutus mata rantai penyebaran virus corona, pemerintah mengeluarkan kebijakan agar semua warga harus tinggal di rumah (stay at home), dan melakukan pekerjaan dari rumah (work from home). Sekolah, mall, tempat hiburan, bahkan kantor pun akhirnya ditutup, untuk jangka waktu yang tidak menentu. Namun akibat kebijakan tersebut sangat berdampak bagi kehidupan masyarakat, termasuk secara ekonomi, secara khusus bagi mereka yang berpendapatan kecil dan mengais rezeki secara harian, seperti pedagang asongan, buruh harian, driver online, dan lainnya.
Melihat situasi tersebut sejumlah gereja melakukan aksi solidaritas sosial berupa pemberian makanan gratis, dan pemasangan hand sanitizer di tempat terbuka agar dapat digunakan oleh siapapun. Seperti yang dilakukan oleh GKI Wahid Hasyim, GKI Maulana Yusuf, serta beberapa gereja lainnya. Dalam aksi pemberian makan gratis, ada yang melibatkan warung makan di sekitar gereja. Di mana pihak gereja membayar biaya sekali makan, yang menurut pemilik warung berkisar Rp 15.000/porsi. Setiap orang yang telah mengambil jatah, akan mencatat dalam daftar sebagai laporan untuk gereja. Bagi mereka yang telah makan 2-3 kali, diharapkan tidak mengambil lagi, agar lebih banyak orang yang tertolong. Menariknya, mereka paham, dan tidak egois.
Aksi ini mendapat tanggapan positif dari mereka yang datang, dan dinilai sebagai wujud rasa kesetiakawanan. Mereka pun menginformasikan kegiatan ini kepada orang lain. Meski terkadang ada yang tidak menerima bagian karena kehabisan, namun mereka dapat memahami. Pemilik warung pun mengaku merasa terbantu, dan senang bisa ikut berbagi di saat yang sulit ini.
Respons yang sama juga dilakukan oleh beberapa pendeta bersama jemaat Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) di Wilayah Modoinding, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, telah sebulan ini melakukan kegiatan yang mereka namakan ”Marijo Baku Tolong.” Gerakan ini sebagai wujud panggilan diakonia gereja menjawab dampak ekonomi akibat Covid-19, sekaligus sejalan dengan imbauan penggembalaan Majelis Sinode GMIM yang tetap mengajak warga gereja untuk batanang (bercocok tanam).
Modoinding yang berhawa sejuk dan terletak di perbukitan Minahasa Selatan ini, memang daerah subur dan terkenal dengan hasil pertaniannya, khususnya hortikultura. Bukan hanya memenuhi kebutuhan masyarakat Sulut tetapi sampai keluar Sulawesi. Aksi tersebut dilaksanakan dalam dua gerak. Pertama, Berbage Sayor, yaitu berbagi dengan sukarela kelebihan pangan yang dimiliki oleh keluarga-keluarga anggota jemaat kepada warga yang membutuhkan, dan dikoordinir oleh majelis jemaat.
Kedua, Gerakan Seratus Ribu. Di mana warga luar wilayah juga dari perkotaan, dapat membeli paket hortikultura seharga Rp 100.000 untuk 3 paket yang masing-masing berisi kentang, wortel, kol, petsai, daun bawang, dan labu siam. Tetapi 2 dari 3 paket tersebut harus dialamatkan kepada orang lain (disumbangkan). Satu paket tersebut dapat menjadi lauk untuk dikonsumsi selama 3-5 hari. Paket-paket tersebut diterima di rumah oleh para pembeli, sehingga tidak ada kerumunan masa. Aksi yang kedua ini sekaligus juga memberdayakan para petani, dan mencegah kehilangan pasar akibat bencana Covid-19.
Menurut Pdt. Wailan Posumah, yang memulai aktifitas tersebut, sampai saat ini telah ada 2 jemaat dan 2 organisasi yang melaksanakan aksi berbagi ini di Wilayah Modoinding, yaitu Jemaat GMIM Sion Pinasungkulan, Jemaat GMIM Zaitun Palelon, KKPG Modoinding (aksi dari Kerukunan Keluarga-keluarga Pendeta dan GA berdonasi), dan Pelsus Sinisir (aksi berbage dari Keluarga-keluarga para Penatua, Syamas, Pendeta dan Guru Agama di desa Sinisir). Hal serupa dilakukan Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT). Jemaat-jemaat GMIT di Klasis Timor Tengah Utara (TTU) membangun harapan bagi mereka yang terdampak Covid 19. Langkah strategis yang ditempuh Majelis Klasis TTU adalah membentuk tim penanggulangan dampak covid-19 di lingkup jemaat untuk mewujudnyatakan kasih melalui kesaksian kata dan aksi. Pdt. Lay Abdi Wenyi, Ketua Klasis TTU, mendorong jemaat-jemaat untuk mengorganisir sumber daya yang tersedia untuk membantu anggota gereja yang terdampak.
Jemaat Petra Kefamenanu mengadakan diakonia sembako, sosialisasi pencegahan, membagi masker dan penyemprotan disinfektan di setiap rumah. Dana yang dikumpulkan selama bertahun-tahun dalam rekening terkuras. Namun dalam keyakinan iman, Pdt. Abdi menegaskan, “Saat Tuhan Yesus datang, Dia tidak tanya berapa saldo yang gereja sudah kumpul. Entah kas tunai, rutin, pembangunan, dana abadi, dan seterusnya, Tuhan tidak tanya itu. Yang Tuhan tanyakan adalah gereja melakukan apa untuk orang-orang yang susah dan menderita? Refleksi iman ini mengetuk pintu-pintu gereja agar terbuka untuk menerima, mengangkat dan memikul bersama segala bentuk kesulitan hidup sesama.”
Sejalan dengan Jemaat Petra, menyusul pula Jemaat Imanuel Kefa, Jemaat Sion Sasi dan Jemaat Biboki Inggureo, berdiakonia sembako untuk keluarga terdampak. Social distancing dan physical distancing bukanlah alasan gereja mengurung diri di dalam kenyamanannya. Majelis jemaat hadir tidak sekadar doa dan kata-kata penguatan tapi juga di tangan mereka berisi kantong-kantong diakonia. Berkeliling dari rumah ke rumah dengan semangat dan nasihat “Bapa-Mama di rumah saja, biar kami yang kunjungi.”
Dari pinggiran kota yang berbatasan dengan distrik Oekusi (Timor Leste), Pdt. Andre dari Jemaat Bikomi juga ikut dalam aksi penyemprotan disinfektan sambil mensosialisasikan protokol penanganan Covid-19. Para Diaken tanpa lelah bergantian memikul tabung cairan disinfektan untuk disemprotkan di rumah-rumah jemaat. Majelis Jemaat setempat juga membuat masker dan dibagi-bagikan dengan sebuah pesan singkat, “Terima ini masker na mohon bapa-mama pake. Kita pake bukan karna takut pemerintah atau takut polisi tapi pake supaya kita selamat dan karna kita mau bekerja sama kasih putus rantai penyebaran virus corana.”
Dengan segala kelebihan dan keterbatasan, ada juga pelayanan diakonia berlangsung di Jemaat Noemuti, Oepope, Betel Dalehi, Netpala, Insana, Fatunisuan, Pantura, Biboki Anleu dan juga Tuamese. Melalui semua bentuk pelayanan tersebut ada refleksi bahwa badai pasti berlalu jika semua pihak mau bekerja sama, saling menjaga, memperhatikan dan menopang satu dengan yang lain dalam iman pengharapan dan kasih. Demikian pula dengan jemaat Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS). Melalui Dompet Haroan Bolon Tanggap Covid-19, jemaat, resort atau komunitas-komunitas telah melakukan aksi kasih dalam rangka mendorong pemerintah memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 dan antisipasi dampak yang ditimbulkannya.
Donasi yang dikumpulkan melalui Dompet Haroan Bolon tanggap Covid-19, sebagian besar telah disalurkan melalui pemberian bantuan pangan kepada 50 kepala keluarga, masing-masing beras 10 kilogram dan telur ayam 20 butir. Selain itu, membagikan 1.000 masker kain kepada masyarakat di Pekan Pematangraya, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, kepada sebagian pedagang dan yang berbelanja pada hari Sabtu, 11 April 2020 lalu. Tujuan utama aksi bagi masker ini adalah mengingatkan dan mendorong masyarakat supaya menyadari pentingnya pakai masker kalau keluar rumah.
Sementara itu, Crisis Centre Gereja Toraja menyerahkan stok bantuan Alat Pelindung Diri (APD) kepada Satgas Covid-19 Pemkab Toraja Utara. Diterima langsung Bupati Kalatiku Paembonan setelah rapat evaluasi di kompleks perkantoran gabungan dinas di Kecamatan Tondon, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, pada Senin siang, 13 April 2020 lalu. Sejumlah paket APD diserahkan Crisis Center Gereja Toraja dari Badan Pekerja Sinode (BPS) diperuntukkan bagi tenaga medis dan relawan di rumah sakit maupun Puskesmas.
Donasi yang dikumpulkan BPS Gereja Toraja adalah bantuan yang dikumpulkan dari para donatur turut menyumbangkan APD ke petugas kesehatan yang sangat membutuhkan. Ketua BPS Gereja Toraja, Pdt. Musa Salusu mewakili penyerahan menyampaikan alat-alat APD berupa masker, kacamata dan lainnya lengkap diserahkan kepada pemerintah daerah dalam menangani pasien Covid-19. Lanjut Pdt. Musa, termasuk tenaga medis di seluruh rumah sakit yang ada di Toraja Utara, termasuk juga diberikan ke RS Fatima di Makale. “Kami menggalang dana ini dari komunitas masyarakat Toraja maupun warga gereja Toraja dan luar gereja yang peduli kepentingan masyarakat di masa penanganan virus Corona,” ucapnya.
Sementara Ketua I BPS Gereja Toraja, Pdt. Alfred Anggui menyampaikan pihaknya memberikan bukti jika bersama donatur sangat peduli atas keberadaan tenaga medis dan kesehatan yang cukup mudah terselesaikan dalam waktu singkat. “Warga gereja Toraja sangat spontan mengumpulkan sedikit demi sedikit serta bersatu padu mendapatkan APD lengkap yang digunakan para tenaga medis dan petugas di puskesmas,” ujar Alfred. Bupati Kalatiku Paembonan setelah menerima bantuan dari BPS Gereja Toraja memberi apresiasi karena mendapat komunikasi hingga luar daerah sehingga bisa mengumpulkan donasi berbagai macam APD. “Ini meyakinkan kita jika penanganan harus lebih semangat ke depan dan akan lebih banyak petugas kesehatan yang harus berani sehingga kita yakinkan ke rakyat agar jangan ragu,” pesan Kalatiku.
Jumlah APD lengkap keseluruhan akan diserahkan totalnya 1.500 pasang serta masker medis sebanyak 10.500 lembar, separuhnya telah dibagikan ke 10 Puskesmas denga rincian 100 pcs masker bedah, 100 pasang Gloves, Google 2 pcs, Hazmat 2 pcs dan Faceshield 2 pcs. Diprioritaskan di 10 Puskesmas yang tinggi tingkat ODP maupun ODR dan juga dibagikan ke empat rumah sakit serta Satgas Covid-19 Pemkab Tana Toraja menerima 1.050 pcs masker bedah dan akan berlanjut pembagian di puskesmas lainnya.
Ajakan untuk melakukan aksi solidaritas kemanusiaan telah disampaikan oleh MPH-PGI lewat imbauan untuk gereja peduli terhadap sesama pada masa pandemi Covid-19. Dalam imbauannya, MPH-PGI mengajak gereja-gereja untuk mengembangkan “Diakonia Karitatif Antarkeluarga” dengan mendorong warga jemaat yang berkelebihan maupun berkecukupan secara finansial/materiil, untuk menolong keluarga-keluarga yang berkekurangan, dan mengalami dampak buruk ekonomi dari situasi ini. Diakonia tersebut tidak terbatas bagi warga gereja, tetapi dapat disalurkan pula kepada sesama lainnya (antariman), agar di balik situasi yang tidak bersahabat ini dapat terbangun solidaritas kemanusiaan, dan kedamaian di tengah masyarakat.
MPH-PGI (Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) menegaskan, salah satu dari Diakonia ini adalah “Gerakan 3 M”(Memberi Mereka Makan). Gerakan ini berangkat dari perkataan Yesus kepada para murid di tengah berbagai penolakan dan krisis yang terjadi pada saat itu. Hal ini sekaligus menjadi bukti kesaksian gereja di tengah berbagai tantangan dan pergumulan bangsa, serta kontribusi nyata gereja dalam mendukung program pemerintah untuk jaring pengamanan sosial (social safety net).
Semoga aksi serupa terus dilakukan oleh gereja-gereja, sehingga partisipasi gereja dalam rangka menolong masyarakat yang terdampak Covid 19 terus dilakukan. Pertolongan tersebut tentunya diharapkan tidak hanya bagi umat Kristen, tetapi seluruh masyarakat Indonesia tanpa memandang latarbelakang agama. KL