Belajar dari Singapura

* Oleh: Betty Bahagianty, S.Sos

85

Narwastu.id – Anugerah! Itulah yang dirasakan oleh PERWAMKI (Perkumpulan Wartawan Media Kristiani Indonesia) karena bisa menginjak negara Singapura pada 10-13 November 2016 lalu. Bukan apa-apa jelang Munas (musyawarah nasional) V, Ketua Umum PERWAMKI, Yusak Tanasyah, M.Th, M.Pdk melontarkan rencana untuk menggelar acara tersebut di Singapura. Atas rencana tersebut tentu kami semua menanggapi hal itu beragam.

Ada yang optimis dan pasti terwujud, namun tak menutup kemungkinan pula ada yang menilai rencana itu sebagai hal yang mustahil. Namun, karena kebaikan Tuhan akhirnya hal itu bisa diwujudkan. Tentu di sinilah ada campur tangan Tuhan lewat penasihat, senior dan anggota PERWAMKI untuk mendukung ide tersebut. Kendati di detik-detik terakhir sempat ada keraguan untuk berangkat, karena negeri berlambang singa itu tengah dilanda virus Zika, tapi akhirnya kami memutuskan untuk tetap berangkat.

Selama empat hari tiga malam kami berada di sana dengan mengunjungi beberapa obyek wisata yang sangat terkenal di negara itu, seperti Merlion Park tempat ikon negara Singapura, yang menggabungkan antara ikan duyung dan singa, Orchad Road yang bertebaran tempat kuliner dan keteraturan tempat belanja yang nyaman dan enak dipandang mata.

Tak luput kami pun menjajal Sentosa Island, Universal Studios dan Bugis Street untuk membeli oleh-oleh bagi keluarga dan sahabat. Namun, dari semua rangkaian perjalanan itu yang terpenting adalah momen di mana kami bisa menggelar Munas V PERWAMKI. Selain memilih ketua umum, berdiskusi dan menggodok beberapa program kerja PERWAMKI hingga tiga tahun ke depan, kami pun bisa bicara dari ke hati secara kekeluargaan bersama para sahabat di organisasi wartawan Kristiani yang berdiri sejak Oktober 2003 silam itu.

Dari perjalanan itu, kami tak hanya membawa oleh-oleh berupa aneka panganan cokelat, T-shirt ataupun tas dan lain sebagainya. Tapi, kami membawa program kerja yang harus direalisasikan sesuai dengan komitmen bersama. Bagi kami, Singapura yang sarat dengan keteraturan (disiplin) dan kebersihan patut diacungi jempol, karena memberikan keamanan dan kenyamanan, terutama dalam penggunaan fasilitas umum.

Saat berbincang dengan salah satu hamba Tuhan warga Indonesia yang melayani jemaat di sana, ia mengatakan, pemerintah Singapura sangat ketat dalam pembelian kendaraan pribadi. Sebut saja jika di Indonesia untuk mobil seharga Rp 200 juta, di negeri Singa dibandrol harga Rp 2 miliar. Jadi cukup beralasan hanya orang-orang tertentu yang mampu memiliki kendaraan pribadi. Selain itu, usia kendaraan pun ikut dibatasi, sehingga meminimalisir pencemaran udara karena asap kendaraan dan bebas macet.

Negara moderen yang disebut sebagai salah satu yang memiliki biaya hidup mahal itu, memang sangat nyaman untuk ditinggali. Dengan keteraturan dan kebersihan di sepanjang jalan, serta area publik sehingga sedap dipandang mata tentu masyarakatnya sudah mengalami revolusi mental. Apalagi Singapura pun menjunjung tinggi nilai toleransi dalam beragama. Inilah sebetulnya yang bisa kita contoh dari mereka. Mungkin akan dipandang sulit untuk bisa menerapkan hal itu.

Tapi, selama berusaha tidak ada kata tidak bisa. Hal itu pun sesuai dengan program Presiden RI Joko Widodo, yakni revolusi mental di segala sektor. Dan itu bisa kita lihat dari keberhasilan Singapura yang termasuk lima besar sebagai negara maju di dunia. Walaupun untuk soal keramahan dan rasa makanan, bagi saya pribadi, Indonesia masih di urutan teratas.  Tapi, tidak ada salahnya mencontoh hal-hal yang baik dari negara itu tetangga itu. Mari kita galakkan program pemerintah sebagai warga negara yang baik. Semoga.

 

 

* Penulis adalah jurnalis Majalah NARWASTU dan pengurus PERWAMKI, serta lulusan Fakultas Komunikasi IISIP Jakarta.

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here