Narwasatu.id – Lahirnya istilah Indonesia jauh sebelum bangsa Indonesia lahir, dan kepulauan nusantara dikenal dengan sebutan Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan) oleh bangsa Tionghoa. Bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), bangsa Arab menyebut Jaza’ir al-Jawi (Kepulauan Jawa), bangsa Eropa menyebut nama Kepulauan Hindia atau Hindia Timur, Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur), Eduard Douwes Dekker (1820-1887) atau Multatuli, menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu “Insulinde”, yang artinya juga “Kepulauan Hindia.
Nama “Indonesia” berasal dari dua kata Yunani, yaitu Indus (Ἰνδός) yang berarti “India” dan kata Nesos (νῆσος) yang berarti pulau/kepulauan, maka “Indonesia” berarti “kepulauan India.”
Dalam Journal of the Indian Archipelago and Eastern AsiaVolume IV tahun 1850, halaman 66-74, George Samuel Windsor Earl (1813-1865) menulis artikel “On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations” menegaskan bahwa penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name). Sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (“nesos” dalam bahasa Yunani berarti “pulau”).
Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan(1819-1869) menulis artikel “The Ethnology of the Indian Archipelago” menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan yang sekarang dikenal sebagai Indonesia. Logan kemudian memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia. Ini merupakan bukti bahwa sebagian kalangan Eropa tetap meyakini bahwa penduduk di kepulauan ini adalah orang India.
Lahirnya Nasionalisme
Sarekat Dagang Islam pada tahun 1905 di Pasar Laweyan, Solo, mengawali kebangkitan pergerakan nasional Indonesia. Awalnya berdiri untuk menandingi dominasi pedagang Tionghoa. Kemudian berkembang menjadi organisasi pergerakan sehingga pada tahun 1906 berubah nama menjadi Sarekat Islam. Sejarah mencatat tumbuh rasa kesadaran nasional sebagai “orang Indonesia“ dengan berdirinya Boedi Oetomo, 20 Mei 1908. Perjuangan para pemuda melahirkan Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928. Ini merupakan warisan bagi generasi sekarang yang memiliki dampak dalam kehidupan sehari-hari, seperti bangga menjadi bangsa Indonesia. Turut serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesa serta menghargai perjuangan pendiri bangsa Indonesia,
Nasionalisme Indonesia tidak mengenal ikatan primordial, Indonesia adalah anugerah dari Tuhan. Para pelakuknya adalah tokoh nasionalis yang beragama Islam, Kristen dan Katolik, Budha, Hindu dan sebagainya tetapi mereka bersatu.
Lahirnya Bangsa Indonesia
Sejarah juga mencatat bahwa Dokuritsu Junbi Cosakai membentuk panitia kecil untuk merumuskan dan menyusun undang-undang dasar dengan berpedoman pada pidato Ir. Soekarno. Dibentuklah Panitia Sembilan terdiri dari Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Mr. A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim, Achmad Soebarjo, Wahid Hasyim dan Mohammad Yamin, ditugaskan untuk merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar negara berdasar pidato yang diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, dan menjadikan dokumen tersebut sebagai teks untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Rumusan Pancasila hasil penggalian Ir. Soekarno berhasil dirumuskan untuk dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, yang disahkan dan dinyatakan sah sebagai dasar negara Indonesia merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh BPUPKI.
Proklamasi tidak sekadar berdirinya Republik Indonesia tetapi berdirinya BANGSA INDONESIA. Berdirinya Indonesia berdasarkan bangsa-bangsa yang hadir di seluruh Nusantara, suku-suku Jawa, Batak, Sunda, Bali, Dayak Melayu, Aceh, Manado, Ambon, dll. Bangsa-bangsa Tionghoa, Arab, India, Pakistan, Banglades, Jepang, Belanda, Inggris, Jerman, dll. Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, “Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut “Hindia Belanda.” Juga tidak “Hindia” saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air pada masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesiër) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya.”
Mengisi Kemerdekaan
Warisan para pejuang kebangsaan yang nasionalis merupakan hadiah bagi generasi sekarang dengan kemerdekaan. Tugas kita saat ini, yaitu memajukan dan meningkatkan kualitas bangsa. Kiranya apa yang mereka lakukan dapat membangkitkan semangat dan kerinduan di dalam diri kita untuk memberi yang terbaik bagi bangsa Indonesia, dan tentu saja, bagi Tuhan.
Kemerdekaan merupakan gerbang dari kemakmuran dan kesejahteraan. Maka kita harus bergerak maju memasukinya dan membangun agar terwujud kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh penduduk. Sebagai orang yang terlahir menjadi bagian bangsa Indonesia, kita harus berpartisipasi dalam usaha mengatasi berbagai permasalahan bangsa. Antara lain dengan bergerak melawan kemiskinan, kebodohan, korupsi, dan narkoba, dll. Demikian juga kita turut serta menjaga kedamaian serta saling menghargai dalam setiap perbedaan yang ada di bangsa ini. Pertanyaannya, kapan terakhir kali Anda turut memberi sumbangsih untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa ini?
Galatia 5:13, ”Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.”
Firman Tuhan juga memberi pesan, agar kita selalu menaikkan doa kepada Tuhan bagi Presiden, Wakil Presiden dan seluruh pemimpin bangsa ini (1 Timotius 2:1-2). Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia dan selamat bertugas kepada Bapak Ir. Joko Widodo dan Bapak K.H. Ma’ruf Amin untuk memimpin bangsa Indonesia memasuki zaman baru dengan bermartabat.