Narwastu.id-Lelaki Batak ini pernah menjadi seorang teknisi dengan membuka toko Mitra Elektronik Service, yang memberikan jasa perbaikan televisi, radio, kamera, video dan computer. Itulah bagian dari perjalanan hidup seorang Prof. Dr. Hoga Saragih, S.T., M.T. Dengan kemampuannya, lalu berbekal doa, ketekunan dan kerja keras, ia berhasil mewujudkan cita-citanya sebagai dosen. “Selama masih hidup saya suka pekerjaan sebagai dosen. Dan jika Tuhan mengijinkan hal itu, saya ingin menghasilkan 10 orang profesor baru, 100 orang doktor baru, 1.000 orang magister baru dan sepuluh ribu orang sarjana baru,” kata Prof. Hoga Saragih.
Menjadi dosen, baginya, tidak hanya sekadar mengajar, tetapi juga melakukan bimbingan, pembelajaran, mengadakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, sehingga anak didiknya itu bisa lulus tepat waktu dengan nilai terbaik. Dengan begitu mereka bisa memberikan manfaat kepada orang banyak sekaligus mengupayakan nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian, kesejahteraan dan memberikan kebahagiaan dalam memanusiakan manusia.
Ia pun berusaha untuk bisa berdampak bagi orang lain. Dan Ketua Program Studi Informatika di Universitas Bakrie, Jakarta, ini memiliki visi dan misi, yakni menyampaikan kebenaran tentang keilmuan teknologi informasi. Ilmu manusia adalah ilmu tertinggi dalam semua zaman, waktu dan peradaban baik pada zaman dahulu, sekarang dan yang akan datang. Banyak terjadi di lapangan bahwa manusia yang menciptakan teknologi seharusnya dapat menguasai dan mengedalikannya. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, alat yang diciptakannya justru melawan ciptaannya. Atau dengan kata lain ia mengatakan, jangan sampai teknologi membunuh manusia, membunuh waktu manusia dan membunuh kehidupan sosial manusia.
“Harusnya teknologi diciptakan agar bermanfaat dan menolong manusia. Jadi jangan sampai teknologi membunuh nilai-nilai kemanusiaan atau manusia jangan menjadi budak teknologi. Karena pada dasarnya dampak dari teknologi adalah ada yang positif dan negatif,” tukas dosen yang aktif di berbagai organisasi dan lembaga terkemuka ini. Bicara mengenai manfaat dari teknologi memang mempermudah pekerjaan sehari-hari. Apalagi di era yang serba digital mengharuskan setiap orang untuk melek teknologi, termasuk di kalangan hamba Tuhan. Dengan talenta dan keahlian di bidang teknologi informasi, dosen yang pernah mengajar di Universitas Pelita Harapan (UPH) Kota Tangerang, Banten, ini berbagi ilmu sebagai pembicara dan ceramah di sejumlah seminar. Ia selalu menekankan agar para hamba Tuhan harus belajar teknologi informasi, namun jangan sampai diperbudak dan terikat olehnya.
Menurutnya, teknologi hanya tools untuk membantu manusia bisa lebih cepat, dekat dan mempermudah. “Namun harus ada keterlibatan manusia untuk menguasai dan mengendalikannya,” ujar dosen yang aktif mengajar di berbagai universitas terkemuka di Jakarta ini. Bisa berbagi ilmu kepada orang lain rupanya memberi kebahagiaan tersendiri untuk Prof. Hoga. Ia menyadari bahwa ilmu teknologi yang dimiliki merupakan anugerah dari Tuhan. Prof. Hoga berpendapat, di kala ia mengambil waktu untuk berelasi secara pribadi dengan Tuhan, ia selalu minta untuk diberikan pengertian, hikmat dan kebijaksanaan. “Sehingga apa yang saya sampaikan kepada orang lain, mereka bisa mengerti dan bisa berguna bagi banyak orang,” ungkapnya.
Tak satu pun di era digital ini yang dapat membendung arus informasi yang sedemikian cepat. Hampir di setiap waktu kita diperhadapkan pada banyak pilihan dalam mengkonsumsi sebuah informasi. Kesempatan itulah yang digunakan oleh para oknum tertentu untuk menyebarkan hoax, sehingga banyak orang yang menjadi korbannya. Akibatnya sanksi hukuman diberikan karena telah melanggar UU ITE. Prof. Hoga Saragih berpendapat, hoax adalah dusta yang tidak dibenarkan. Karena sejatinya manusia adalah makhluk mulia yang diciptakan segambar dan serupa dengan penciptaNya.
“Ada lima kepentingan hukum yang harus dilindungi nyawa manusia, tubuh manusia, kemerdekaan, kehormatan dan harta benda. Jadi jangan berbohong untuk kelima hal ini sebab manusia adalah makhluk yang diberikan kekuasaan untuk mengelola semua ciptaan Tuhan. Dan manusia tidak dapat mengadakan perkara yang lebih kuat dari padanya. Teknologi hanyalah alat untuk menyampaikan informasi dan hati-hati dengan informasi palsu,” ujar anggota jemaat di GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun) Cikoko, Jakarta Selatan, ini.
Dan kesibukannya yang begitu padat tidak serta merta membuat ia harus mengabaikan keluarga kecilnya. Seperti kebanyakan manusia lainnya, ia melakukan pekerjaan dengan waktu dan jam kerja yang terorganisir dengan baik. “Saya melakukan pekerjaan dengan membagi waktu menggunakan teknologi dalam jadwal kalender (schedule). Jadi saya membagi waktu untuk planning organisasi actuating monitoring. Intinya, cara kerja yang optimal dengan menggunakan pola alam dengan cara menyiapkan wadahnya kemudian saya isi dengan kontennya,” jelas lelaki yang terdaftar sebagai anggota di Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) ini.
Ternyata keberhasilan Prof. Hoga sebagai akademisi mengantarkannya ke berbagai event, baik sebagai pembicara, praktisi maupun sebagai dewan juri dalam suatu lomba bergengsi. Dan, hal itu tidak lepas dari dukungan semua pihak terutama keluarganya. Untuknya keluarga adalah segalanya. Sedangkan arti sukses baginya, yaitu menjaga kekudusan hidup dengan tidak mencemarkan diri dari keinginan jahat dunia ini dengan melakukan apa yang Tuhan katakan.
Menurutnya, ia bisa sukses sebab minta kepada Tuhan untuk diberikan kekuatan dan kemampuan untuk mengasihi Dia dan sesama seperti mengasihi diri saya sendiri. Prof. Hoga memiliki keinginan jika suatu hari bisa menjadi abdi negara, seperti gubernur, menteri dan namanya bisa tertulis serta dikenang sebagai seorang pahlawan nasional. Bisa memberikan yang terbaik bagi sesama melalui ilmu yang dimilikinya adalah teladan yang baik dan bisa dicontoh oleh orang banyak.
Prof. Hoga punya impian sangat sederhana, yakni dapat memanusiakan manusia. Misalnya memberikan penghidupan yang layak kepada ART (asisten rumah tangga), supir dan lain sebagainya. “Intinya hidup ini mau berbagi dan memberi kepada manusia lain. Atau orang yang tidak kita kenal, bahkan musuh sekalipun namun kita memperlakukan mereka seperti kita memperlakukan diri kita sendiri,” tukas Prof. Hoga yang bersama saudaranya adalah orang-orang hebat, dan orangtuanya pernah disiarkan di acara Andi Noya di Metro TV, karena punya anak-anak yang semuanya bergelar doktor.