Panik

* Oleh: Dr. Tema Adiputra Harefa, S.Pd., M.A.

57
Narwastu.id-Kehidupan yang kita jalani ini ada yang mengatakan: Kejam, gampang-gampang susah, biasa sajalah karena itulah hidup, jatuh bangun, dan ya…mengucap syukur sajalah. Demikian, pembaca dapat menambah deretan definisi tentang kehidupan ini hehehe. Yang pasti kehidupan ini selalu ada masalah. Masalah hilang bila kita sudah “hilang” dari dunia ini alias sudah wafat. Nah, yang saya mau soroti khusus pada kesempatan ini adalah, sejauh mana seseorang memiliki daya bertahan maupun daya juang untuk mengatasi persoalan hidupnya. Dan, untuk hal ini setiap orang memiliki karakter yang berbeda, pengetahuan dan keterampilan yang berbeda. Sehingga bila seseorang itu sampai pada titik “serangan maksimal” dari persoalan hidup yang dihadapinya maka bisa saja dia panik dan salah menentukan solusi.
Berbicara tentang kepanikan, siapakah di antara kita yang tidak pernah panik pada situasi tertentu? Panik, juga merupakan bagian dari kehidupan. Salah seorang sahabat saya, seorang bapak yang sudah memiliki seorang cucu, sudah menjadi langganan panik ini. Karena terbelit hutang yang besar, yang harus diselesaikan tiap bulan, maka ketika ada keperluan dana mendadak dia pun tetap berusaha tenang namun saat berada di jalan buntu dia pun mulai panik dan acap kali dia mengirim pesan tertulis  kepada saya via WA untuk meminta dukungan doa. Oh iya, menarik juga bila kita ingat peristiwa yang ada di Matius 8:23-27 (TB)  Lalu Yesus naik ke dalam perahu dan murid-muridNya pun mengikutiNya. Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang, tetapi Yesus tidur.
Maka datanglah murid-muridNya membangunkan Dia, katanya, “Tuhan, tolonglah, kita binasa.” Ia berkata kepada mereka, “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?” Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali. Dan heranlah orang-orang itu, katanya, “Orang apakah Dia ini, sehingga angin dan danau pun taat kepadaNya?” Dan satu lagi, tentu kita ingat peristiwa berikut ini ada di Yunus 1:3-4, 10-15 (TB)  Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN; ia pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN.
Tetapi TUHAN menurunkan angin ribut ke laut, lalu terjadilah badai besar, sehingga kapal itu hampir-hampir terpukul hancur. Orang-orang itu menjadi sangat takut, lalu berkata kepadanya, “Apa yang telah kau perbuat?” — sebab orang-orang itu mengetahui, bahwa ia melarikan diri, jauh dari hadapan TUHAN. Hal itu telah diberitahukannya kepada mereka.
Bertanyalah mereka, “Akan kami apakan engkau, supaya laut menjadi reda dan tidak menyerang kami lagi, sebab laut semakin bergelora.” Sahutnya kepada mereka: “Angkatlah aku, campakkanlah aku ke dalam laut, maka laut akan menjadi reda dan tidak menyerang kamu lagi. Sebab aku tahu, bahwa karena akulah badai besar ini menyerang kamu.”
Lalu berdayunglah orang-orang itu dengan sekuat tenaga untuk membawa kapal itu kembali ke darat, tetapi mereka tidak sanggup, sebab laut semakin bergelora menyerang mereka. Lalu berserulah mereka kepada TUHAN, katanya, “Ya TUHAN, janganlah kiranya Engkau biarkan kami binasa karena nyawa orang ini dan janganlah Engkau tanggungkan kepada kami darah orang yang tidak bersalah, sebab Engkau, TUHAN, telah berbuat seperti yang Kaukehendaki.” Kemudian mereka mengangkat Yunus, lalu mencampakkannya ke dalam laut, dan laut berhenti mengamuk.
Bila kita renungkan hal-hal di atas, maka akan kita dapatkan: Pertama, memang problema hidup setiap saat ada dialami manusia. Bahkan saat dia merasa dekat dengan Tuhan. Tetapi, rasa takut yang membawa ke dalam kepanikan terkadang tidak bisa dihindari. Dalam situasi ini maka kejernihan pikiran, ketenangan hati sangat diperlukan agar solusi dari masalah tersebut dapat ditemukan. Kedua, terkadang  tanpa kita sadari problema yang kita “ciptakan sendiri” malah membuat orang lain terkena dampaknya, bahkan sampai membahayakan nyawa orang lain. Maka kepanikan pun merembet ke  orang lain. Ketiga, rasa panik itu dimulai dengan adanya serangan dari rasa takut yang berlebihan. Sehingga yang menjadi fokus adalah problema tersebut dan bukan solusi dari problemanya.
Keempat, pada akhirnya bila muncul berbagai masalah, maka masalah kepanikan bisa diatasi dengan menyadari bahwa kekuatan manusia itu terbatas tetapi ada kekuatan yang tak terbatas, yakni Tuhan, maka di dalam Tuhan selalu ada solusi. Persoalannya adalah apakah secepatnya seseorang itu mampu berusaha maksimal dengan fokus mengandalkan Tuhan dalam mengatasi kepanikannya. Demikianlah, hari-hari ke depan problema hidup akan selalu  “menghantam” siapa pun. Pertanyaannya: Apakah kita mampu menguasai diri? Mampu tenang mengatasi? Dan sangat percaya bahwa Tuhan pasti menolong?      Hm…hm…hm…marilah kita renungkan ini bahwa menghindari kepanikan adalah dengan ketenangan seperti tertulis di 1 Petrus 4:7, kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa.
* Penulis adalah rohaniwan, akademisi, penyiar senior radio, penulis buku, pencipta lagu rohani, pengamat sosial kemasyarakatan dan anggota pengurus FORKOM NARWASTU (Forum Komunikasi Tokoh-tokoh Kristiani Inspiratif Pilihan Majalah NARWASTU).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here