Narwastu.id-Ada sebuah kejutan menarik yang diberikan Pemerintah Pusat kepada seluruh umat Kristiani di Indonesia. Bahwa sebutan “Isa Almasih” yang sebelumnya dipakai dalam perayaan Hari Raya Paskah, kini istilah tersebut resmi diubah menjadi Yesus Kristus. Hal itu disampaikan oleh Wakil Menteri Agama Saiful Dasuki yang mengatakan, perubahan itu merupakan usulan dari umat Kristen (Protestan) dan Katolik. “Ini usulan dari umat Kristen dan Katolik agar nama nomenklatur itu diubah ke yang mereka yakini, yaitu kelahiran Yesus Kristus, wafatnya Yesus Kristus dan kenaikan Yesus Kristus juga, jadi memang dari usulan mereka,” ungkap Saiful baru-baru ini sebelum digelar Pemilu 2024.
Perjuangan dari umat Kristiani akhirnya membuahkan hasil melalui Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2024 tentang Hari-Hari Libur yang telah ditetapkan Presiden Joko Widodo, yakni mengubah nomenklatur atau tata nama Isa Almasih menjadi Yesus Kristus dalam penanggalan resmi. Sebagai umat Kristiani tentu ini bukan hanya sekedar kabar sukacita. Apalagi kalau mengingat bahwa Indonesia adalah negara Muslim kedua terbesar di dunia. Tentu saja dengan penanggalan resmi nama Yesus Kristus secara terang benderang, seperti sebuah oase di tengah padang gurun. Berharap momen ini menjadi awal yang baik dalam aspek lainnya menyangkut soal kebebasan beribadah.
Harapan tersebut cukup beralasan, bukan? Seperti kita ketahui sampai hari ini, bahkan di ujung pergantian presiden, izin pendirian gereja masih saja terhalang oleh kebijakan dari pemerintah yang seolah-olah kalah oleh suara mayoritas. Padahal dalam UUD 1945 tertulis dengan jelas dan dijamin mengenai hak setiap warga negara Indonesia yang mendapat kebebasan beribadah. Namun, sebagai umat Kristiani sesungguhnya kesejatian iman kita tidak terletak pada hal-hal lahiriah. Meskipun dalam hal ini bukan pula ingin menganggap setiap hari besar sebagai sebuah hal yang sepele.
Iya, sesungguhnya iman sejati kepada Kristus, yakni berani menyangkal diri dan memikul salib (Matius 16:24-27). Memang untuk dapat mengaplikasikan kebenaran firman Tuhan tersebut bukan perkara yang mudah. Melainkan harus ada harga yang dibayar. Berupa penyaliban daging dengan segala keinginannya seperti percabulan, kecemaran, hafa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, pencideraan, roh pemecah dan sebagainya.
Jika setiap kita jujur dengan diri sendiri, keinginan daging yang harusnya tidak kita lakukan justru menjadi seperti sahabat kita sehari-hari, yang enggan untuk bisa dimatikan. Seperti orang dunia katakan, bahwa segala sesuatu yang menyangkut dosa itu enak untuk dinikmati. Padahal Alkitab dengan tegas mengatakan, saat kita masih melakukannya, maka kita menjadi seteru Allah. Bahkan, tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Sebuah kata permakluman yang seringkali menjadi alasan klise kita adalah roh penurut tapi daging lemah. Lantas, apakah itu menjadi dasar yang logis untuk berulang kali jatuh dalam dosa. Atau masih bisa mengatakan, akan ada masanya untuk bertobat?
Dengan sangat gamblang Alkitab menulis dan memperingatkan kita, “Karena itu, perhatikanlah dengan seksama, bagaimana kamu hidup, jangan seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan” (Efesus 5:15-17). Kita tahu bahwa setiap pribadi diberi kehendak bebas sesungguhnya bukan untuk disalahgunakan, melainkan supaya dapat melakukan kehendak Allah.
Untuk mengetahui apa yang menjadi kehendakNya adalah harus memiliki hubungan intim denganNya (1 Timotius 2:3-4) dan menjadikan firmanNya sebagai satu-satunya sumber kebenaran yang sejati (Mazmur 119:105). Oleh sebab itu, Ia memberikan kita Roh Kudus sebagai penuntun/pembimbing (Yohanes 16:13a). Dengan tuntunan Roh Kudus maka kita akan mengenal Dia, sehingga kehidupan kita akan berbuah dan berdampak bagi orang lain (Galatia 5:22-23). Bukankah setiap kita harus memikirkan perkara yang di atas, bukan yang di bumi (Kolose 3:2). Selamat merenung. BTY