Anak Presiden Jadi Cawapres RI

* Oleh: Yohanes Handojo Budhisedjati, S.H.

43

Narwastu.id – Sedang terjadi perbincangan atau tepatnya pergunjingan di NKRI, sehubungan ada fenomena aneh, yakni Gibran Rakabuming menjadi Cawapres Prabowo Subianto. Menyitir beberapa pernyataan yang beredar tentang berita tersebut antara lain disebutkan sebagai kemunduran demokrasi dan politik dinasti. Dan bak gayung bersambut, banyak tokoh nasional yang mengungkapkan keprihatinan dengan masuknya Gibran sebagai pendamping Prabowo, capres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM). Serentak berbagai imbauan, sindiran pedas, nasihat tertuju pada  Jokowi Sang Presiden. Upaya melanggengkan kekuasaan menjadi isu sentral yang kemudian menjadi bahan diskusi sampai ke warung kopi. Para simpatisan, teman dekat, teman pendukung Jokowi dikabarkan menjauh, bahkan ada yang menangis “terbuka” dan diliput media.

Benarkah itu fenomena aneh sebagaimana yang digambarkan di atas?

Masuknya Gibran sebagai cawapres akibat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI yang memperbolehkan batas usia 40 tahun ditambahkan, atau mempunyai pengalaman sebagai kepala/wakil kepala daerah. Inilah pintu masuknya. Dan terlebih yang mengadili adalah paman dari Gibran di MK RI. Maka isu nepotisme terangkat akibat kasus tersebut. Terlepas benar atau salah cara yang dipakai tetapi apakah semua warga masyarakat lupa bahwa praktik suap masih ada di mana-mana. Jadi tanpa perlu punya paman di MK RI kalau tujuan untuk melancarkan rencana Gibran maju sebagai cawapres juga akan berjalan mulus.

Membesarkan isu seperti itu tentu saja harus pula dilihat faktor kepentingan di balik ramai-ramai tersebut, yang tidak bisa dipungkiri adalah kesan ada alasan tersembunyi.

Publik dalam masa pemilu seperti ini sering dibuat bingung oleh pihak-pihak yang mempunyai maksu tertentu, entah sedang mendukung pasangan tertentu, kemudian menggunakan narasinya seolah menunjukkan keprihatinannya.

Demikian juga narasi politik dinasti yang diarahkan kepada Jokowi dan Gibran. Seolah hanya dua orang tersebut yang berkhianat pada rakyat. Mungkin ada yang sudah melupakan di daerah Banten ada pula peristiwa generasi pimpinan daerahnya. Demikian juga banyak anggota DPR senior pun mendorong anaknya ikut dalam pemilihan legislatif, dan masih banyak contoh bahwa politik  dinasti juga ada di barisan lain dalam urusan penyelenggara negara.

Sebuah keprihatinan akan banyaknya narasi yang seolah benar, namun mempunyai muatan lain. Tulisan ini juga bukan untuk kepentingan pembelaan terhadap sosok Gibran. Dan kalau pun harus dikritisi adalah pada wilayah kompetensi jabatan dikaitkan dengan rekam jejak, kemampuan minimal yang wajib dimiliki oleh seorang presiden dan/atau wakil presiden. Itu akan lebih obyektif. Silakan mengemukakan argumentasi secara obyektif dan tanpa bermaksud membela kepentingan siapapun kecuali kepentingan bangsa dan negara tercinta, Indonesia.

 

* Penulis adalah pemerhati masalah perburuhan dan sosial politik, Ketua Umum DPN Vox Point Indonesia dan anggota FORKOM NARWASTU.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here