Narwastu.id –Hampir tiga bulan ini, kualitas udara di DKI Jakarta dan sekitarnya dikategorikan tidak sehat akibat polusi yang sangat mengkhawatirkan. Berbagai penyakit pun mulai mengancam kesehatan masyarakat Jabodetabek. Misalnya, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), batuk, pilek, flu, penyakit kulit dan sebagainya. Berdasarkan data website pemantau kualitas udara IQAir pukul 07.00 WIB, Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta mencapai 125. Kondisi tersebut menjadikan Jakarta sebagai kota dengan polusi tertinggi ke-9 di dunia. Menurut para ahli, penyebab polusi udara di DKI Jakarta, antara lain, pertama, dipengaruhi pergerakan angin.
Dirjen Pengendalian dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK, Sigit R., mengatakan, penyebab polusi udara di Jakarta lantaran telah dipengaruhi angin dari wilayah timur. Kedua, emisi kendaraan. Sektor transportasi menyumbangkan emisi terbesar hingga 44%. Ketiga, musim kemarau. Plt. Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menuturkan, beberapa pekan terakhir polusi ini karena dipengaruhi oleh musim kemarau yang sedang berlangsung. Keempat, fenomena lapisan inversi. Karena berada di wilayah urban, saat ini musim kemarau. Ada fenomena yang namanya lapisan inversi, saat pagi di bawah itu cenderung lebih dingin di permukaan dibanding di atas.
Sehingga, itu mencegah udara untuk naik dan terdiversi. Dan lapisan tersebut bisa terlihat karena adanya perbedaan penampakan keruhnya lapisan udara. Kelima, pembangkit listrik. Selain berasal dari kendaraan bermotor, sumber lainnya yaitu kegiatan industri termasuk di dalamnya pembangkit listrik maupun kegiatan-kegiatan pembakaran terbuka yang dilakukan masyarakat atau pihak lain. Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya menyebutkan setidaknya ada 161 industri di enam lokasi yang telah diperiksa di antaranya Sumur Batu, Bantar Gebang, Lubang Buaya, Tangerang, Bogor dan Tangerang Selatan.
Rupanya tidak hanya masyarakat yang merasakan dampaknya, saat berpidato menyampaikan RUU APBN 2024 dan Nota Keuangan di Kompleks Parlemen Senayan, Presiden RI Joko Widodo telah empat minggu menderita batuk. “Presiden minta dalam waktu satu minggu ini ada langkah konkret karena presiden sendiri sudah hampir 4 minggu. Beliau belum pernah merasakan seperti ini dan kemungkinan dokter menyampaikan ada kontribusi daripada udara yang tidak sehat dan kualitasnya buruk,” terang Sandiaga Uno selaku Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf).
Berbagai upaya memang tengah dilakukan guna mengurangi dampak yang telah mengganggu kesehatan dan ketidaknyamanan dalam beraktivitas. Presiden Joko Widodo menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) untuk mengatasi persoalan itu.
Menariknya, salah satu anggota DPR-RI mengusulkan guna menekan peningkatan kasus ISPA di Jabodetabek, salah satu cara yang digunakan adalah dengan mengundang Rara Istiati Wulandari atau dikenal dengan Rara “Si Pawang Hujan.” Dengan aktivitas supranaturalnya itu, maka diharapkan hujan akan turun. Opsi lainnya adalah mengimbau agar pemerintah mempercepat pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Usulan lainnya adalah agar pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan RI kembali mengkampayekan penggunaan masker secara masif, terutama saat melakukan kegiatan di luar ruangan.
Kondisi ini tentulah bukan terjadi secara tiba-tiba. Melainkan akibat ulah manusia yang memperlakukan alam dan lingkungan sekitarnya dengan semena-mena. Tidak heran, selain banjir, pemanasan global, cuaca yang tidak menentu, polusi dan lain-lain menjadi ancaman permanen bagi kehidupan manusia di bumi. Imbauan untuk menjaga lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan, menggunakan SDA dengan bijak (air dan minyak bumi), melakukan reboisasi atau sejenisnya adalah bentuk proteksi yang harus dilakukan terus menerus. Sebab, alam sebagai ciptaan Tuhan yang ada sampai hari ini adalah warisan bagi anak cucu kita di masa mendatang. Lantas sampai kapankah polusi akan berakhir, atau jangan-jangan seperti pandemi Covid-19, yang akhirnya suka atau tidak suka, kita semua harus terbiasa dan bersahabat dengan kondisi seperti ini. DBS