Narwastu.id – Baru-baru ini, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen (Dirjen Bimas Kristen) Kementerian Agama (Kemenag), Prof. Thomas Pentury menyebut pihaknya di Kementerian Agama RI mempunyai program yang berfokus pada percepatan pembangunan Papua. Sebelumnya, Kemenag memiliki program Kita Cinta Papua (KCP). Kemudian, seiring lahirnya Inpres 9 Tahun 2021 tentang percepatan pembangunan Papua, ada satu pokok pikiran akselerasi pembangunan untuk Bumi Cenderawasih itu, yakni Papua Bangga.
Hal itu diungkapkan Dirjen Bimas Kristen Prof. Thomas Pentury saat mewakili Menteri Agama Dr. Yaqut Cholil Qoumas, memberikan materi pada Konperda III GAMKI (Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia) Papua Tahun 2021, pada Sabtu, 12 Juni 2021, di Hotel Horizon, Kotaraja, Kota Jayapura, Papua. “Saya berharap nantinya putra-putri asli Papua yang akan mengikuti program afirmasi pendidikan tinggi bisa mempersiapkan diri guna melangkah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi di 7 Perguruan Tinggi Negeri Keagamaan Kristen di bawah naungan Kemenag. Mereka juga nantinya akan kembali ke Papua untuk membangun tanah Papua menjadi lebih baik,” ungkap Prof. Pentury, berdasarkan seperti dirilis GAMKI.
Selain itu, kepada GAMKI dan GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), dia menjelaskan ada beberapa pemicu terjadinya persoalan antarberagama di negeri ini, yakni penodaan agama dan pelarangan pendirian rumah ibadah. “Kita punya problem-problem yang menjadi pemicu adanya persoalan relasi antar umat beragama itu menjadi tidak baik, bahkan bisa berkonflik. GAMKI dan GMKI harus terus berbicara tentang persoalan penodaan agama ataupun pelarangan pendirian rumah ibadah. Kalau itu tidak clear dalam interpretasinya, maka persoalan ini akan sangat dominan dalam relasi antara agama,” kata Dirjen.
Salah satu contoh, tuturnya, sulitnya membangun rumah ibadah di beberapa daerah. Sementara, di Tanah Papua pendirian rumah ibadah tidak pernah menjadi persoalan. “Pendirian rumah ibadah. Di Papua, orang mendirikan rumah ibadah apapun enggak ada masalah. Tetapi di tempat-tempat tertentu, itu bermasalah. Saya tidak bisa memahami, tetapi setelah mencoba melihat lebih jauh memang ada doktrin-doktrin tertentu yang sama sekali melarang (mendirikan rumah ibadah),” kata dia.
Menurutnya, ideal dalam melihat dan menyelesaikan persoalan di Papua adalah dengan melakukan pendekatan agama sebagai sebuah resolusi konflik untuk mewujudkan Papua tanah damai. “Di Papua dikenal dengan tiga tungkunya, yang terdiri dari Adat, Agama, dan Pemerintah. Bagi kami (Kementerian Agama RI), melihat dan menyelesaikan persoalan di Papua, harus dengan cara pendekatan agama sebagai sebuah resolusi konflik untuk memujudkan Papua tanah damai,” ucap Prof. Pentury. Pentury menyinggung Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) di Papua dan Papua Barat dan membandingkannya dengan kondisi kesejahteraan di kedua provinsi tersebut.
“Indeks Kerukunan Umat Beragama di Papua dan Papua Barat tinggi. Papua Barat itu nomor satu urutannya, 82,1 persen. Papua ada di nomor 6 (79,8 persen). Namun berbanding terbalik dengan indeks kemiskinan dimana Papua, Papua Barat, NTT, dan Maluku itu ada di posisi 5 besar bawah. Perbandingan data ini kontradiktif dan paradoks,” jelasnya. Menurut Prof. Pentury, masyarakat Papua dan Papua Barat moderat dan toleran, tidak seperti yang dikhawatirkan oleh segelintir orang. Namun yang menjadi persoalan adalah terkait kesejahteraan dan pemerataan ekonomi. “Gap kesejahteraan ini yang harus dijawab oleh pemerintah. Kemenag melalui program Kita Cinta Papua dan Papua Bangga berupaya untuk dapat menjawab persoalan ini melalui pembangunan sekolah dan rumah ibadah, sembari meningkatkan SDM dan membangun moderasi beragama untuk mewujudkan Papua tanah damai,” ujarnya.
Pfof. Pentury meminta GAMKI untuk menjadi pelopor dan mengambil bagian dalam membuka dialog-dialog antar umat beragama sehingga moderasi beragama akan muncul guna terciptanya kedamaian bersama, untuk mewujudkan Papua tanah damai. “Mari GAMKI bersama Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat bergandengan tangan mewujudkan Papua ke arah yang lebih baik,” ajaknya. Dirjen meminta Konperda GAMKI Papua dapat merumuskan beberapa rekomendasi tentang perspektif Papua, dan berbagai dinamika di Papua, serta persoalan dan jalan solusi permasalahan di Papua.
“Saya meminta Konperda GAMKI dapat merumuskan rekomendasi dan kemudian mengirimkannya kepada Pemerintah Pusat melalui para menterinya, juga DPR RI, Pemerintah Daerah, dan lembaga lainnya sehingga bisa menjadi masukan dan jalan solusi bersama untuk terbangunnya kedamaian di Papua,” pungkasnya. Turut hadir mendampingi, Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Papua Amsal Yowei, S.E., M.Pd.K, Ketua STAKPN Sentani Dr. Fredrik Warwer, M.Th, Ketua Umum GAMKI Willem Wandik, S.Sos dan Sekjen GAMKI Sahat M.P Sinurat, S.T., M.T. HJ