Narwastu.id – Mungkin pembaca merasa heran dengan judul di atas. Adakah hubungannya pelayanan pastoral dengan aksi perbaikan jalan yang digagasi dan dilakukan oleh pendeta dan penginjil GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun) yang viral baru-baru ini, dan bahkan sampai masuk berita di “Metro TV.” Bahkan ada juga yang berkomentar miring. Untuk memahami aksi di atas dari sudut pastoral ada baiknya membaca penjelasan di bawah ini. Ada tiga jenis pelayanan atau pendampingan pastoral, bukan satu dan juga bukan dua jenis.
Pertama, pastoral konseling. Yang termasuk pelayanan ini adalah percakapan pastoral antara pendeta atau rohaniwan dengan jemaat bisa secara individu atau secara kelompok. Pendeta atau rohaniwan mendengar, merespons pergumulan jemaat lalu perjumpaan diakhiri dengan pujian dan doa. Ruang lingkupnya sebatas dalam lingkungan gereja dan masalahnya sebatas masalah individu. Kadang juga bisa dilakukan by phone. Kedua, pendampingan pastoral atau biasa disebut dengan pastoral care.
Dalam kegiatan ini antara lain kunjungan-kunjungan penggembalaan ke rumah jemaat, menyapa mereka saat momen-momen khusus seperti di hari ulang tahun dlsb, berkunjung ke rumah sakit, ke penjara, ke panti asuhan tanpa adanya percakapan pastoral secara khusus. Concern-nya bukan sebatas individu tapi sudah melampaui itu.
Kadang membawa bingkisan atau buah tangan. Pelayanan ini sering juga berkorelasi dengan diakoni karitatif. Terkadang juga disebut ministry by present. Kehadiran rohaniwan saja sudah bisa membawa perubahan atau pemulihan tanpa harus ada percakapan pastoral secara khusus. Ruang lingkup dari pelayanan ini sudah melewati tembok-tembok gereja hanya masih terbatas di lembaga-lembaga tertentu. Ketiga, Pastoral Ministry. Ruang lingkup Pastoral Ministry jauh lebih luas dari yang pertama dan yang ke dua dan dampaknya juga jauh lebih luas.
Kegiatan dalam Pastoral Ministry termasuk di dalamnya berdemo menyuarakan kebenaran sebagai perwujudan panggilan kenabian, seperti demo menentang korupsi, narkoba, ketidakadilan dlsb. Terlibat langsung di tengah-tengah masyarakat dalam rangka penyadaran, memperbaiki kondisi lingkungan seperti hutan, air, sampah dan jalan-jalan yang rusak dan memprihatinkan. Ruang lingkupnya masyarakat dan juga lingkungan.
Dari sudut pandang di atas apa yang dilakukan oleh para pendeta-pendeta GKPS dan Bivo terjun langsung dalam memperbaiki jalan yang rusak di Simalungun (Sumatera Utara) sepanjang jalan Pematang Siantar-Seribu Dolok masuk dalam ranah Pastoral Ministry. Ranah yang bersinggungan juga dengan diakoni transformatif.
Kalau melihat apa yang dilakukan para hamba-hamba Tuhan di atas dari kaca mata pastoral konseling dan juga dari kaca mata pendampingan pastoral atau penggembalaan atau pastoral care belaka, pemahaman yang tradisional, sudah barang tentu tidak tepat. Dengan kata lain salah kaca mata bila melihat dan menyikapi keterlibatan para rohaniwan di atas dalam terjun langsung memperbaiki jalan-jalan yang rusak di atas dengan kaca mata pertama dan ke dua. Kaca mata yang tepat untuk menyoroti aksi yang viral di atas adalah kaca mata Pastoral Ministry. Tambahan lagi aksi di atas sesungguhnya adalah wujud kepeduliaan kepada penderitaan masyarakat.
Kepeduliaan yang sekaligus protes atas kekurangpeduliaan pengambil keputusan baik di Sumut maupun di Pusat yang kesannya kurang peduli atas hancurnya jalan-jalan di atas yang sudah barang tentu membuat masyarakat menderita. Sejalan dengan itu mari pakailah kaca mata yang tepat untuk menyoroti aksi di atas sebagai tanda kita updated. Terkadang gagal paham bisa terjadi karena kaca mata yang dipakai masih kaca mata yang lama atau tradisional. Yang pertama dan yang ke dua. Sejalan dengan itu, mari perluas wawasan atau paradigma pastoral. Mari being updated with pastoral knowledge.
* Penulis adalah Ephorus Sinode GKPS (2010-2015), mantan Rektor STT Abdi Sabda, Medan, dan salah satu Penasihat Majalah NARWASTU, tinggal di Medan.