Narwastu.id – Melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, pemerintah berencana untuk melakukan impor beras dengan alasan memenuhi kebutuhan beras selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Pasca adanya wacana impor beras yang akan dilakukan oleh pemerintah, muncul berbagai reaksi penolakan dari tengah kelompok masyarakat.
Kritik tajam salah satunya muncul dari DPP Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI). GAMKI menyayangkan kebijakan impor beras yang tidak berdasarkan pertimbangan yang matang dan tidak berpihak kepada petani Indonesia. Pernyataan ini disampaikan Sekretaris DPP GAMKI Bidang Kemaritiman, Pertanian, dan Perikanan, Firmes Nosioktavian di Jakarta, pada Senin 22 Maret 2021. “Informasi akan adanya impor beras di tengah berlebihnya stok beras akan mempengaruhi psikologis harga. Sangat memungkinkan panen raya pertama di tahun 2021 ini harga gabah akan anjlok. Jika harga gabah murah, maka petani akan merugi. Kebijakan impor beras ini sangat merugikan rakyat,” kata Firmes.
Menurut Firmes, data dari Kementerian Pertanian dan BPS menyebutkan di bulan Maret, April, dan Mei 2021, stok beras akan surplus. Seharusnya pemerintah membuat kebijakan bagaimana distribusi stok beras dapat berjalan baik serta strategi untuk meningkatkan produktifitas beras di masa panen berikutnya.
“Sepertinya Menko Perekonomian dan Menteri Perdagangan tidak paham maksud dari Presiden Jokowi untuk mencintai produk dalam negeri dan membatasi impor. Para menteri seharusnya menjalankan apa yang menjadi visi misi Presiden, bukan justru mencoreng wajah Presiden dengan kebijakan impor beras. Rencana impor beras ini harus dibatalkan,” tegasnya. Di tengah rencana impor beras, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo membeberkan data prognosa ketersediaan dan kebutuhan pangan pokok periode Januari-Mei 2021. Berdasarkan data tersebut, Syahrul menyebut neraca pangan pokok, khususnya untuk komoditas beras dalam keadaan cukup.
Dalam data tersebut, Syahrul mencatat stok beras pada akhir 2020 sebesar 7,38 juta ton. Sementara perkiraan produksi dalam negeri sebesar 17,51 juta ton. Sehingga, jumlahnya menjadi sekitar 24,9 juta ton. Adapun perkiraan kebutuhan, yaitu sebesar 12,33 juta ton. Sehingga, muncullah angka surplus 12,56 juta ton. Menanggapi data prognosa ketersediaan dan kebutuhan pangan yang disampaikan Menteri Pertanian, Pegiat pertanian rakyat, E.F. Pranoto menyampaikan perlu adanya integrasi data dan kebijakan antara berbagai kementerian dan lembaga untuk mendukung terwujudnya ketahanan pangan nasional.
“Yang terjadi saat ini sepertinya ada perbedaan data dan kebijakan di antara kementerian. Kementerian yang satu ingin mewujudkan swasembada pangan dan membatasi impor. Kementerian lainnya justru dengan gampangnya memutuskan untuk melakukan impor beras. Ini, kan, kebijakan yang jelas-jelas bertentangan,” ujar E.F. Pranoto yang juga merupakan mantan Ketua Bidang Aksi dan Pelayanan GMKI.
Menurutnya, petani harus mendapatkan keberpihakan dan proteksi agar dapat bertahan menjalankan aktivitas pertanian terkhusus di masa pandemi Covid-19.
“Pemerintah melalui Menteri Perdagangan dan para pelaku pasar harus berkomitmen untuk mengutamakan produk dalam negeri dan menolak impor seperti perintah dari Presiden Jokowi. Pandemi Covid-19 ini telah mencekik aktivitas ekonomi masyarakat. Jangan sampai kebijakan impor beras, semakin membebani kehidupan masyarakat petani kita,” pungkasnya. ST