Narwastu.id – Omnibus secara terminologi berasal dari Bahasa Latin yang memiliki arti: Untuk semuanya. Dalam konteks hukum, Omnibus Law adalah hukum yang bisa mencakup untuk semua atau satu undang-undang yang mengatur banyak hal. Kata Omnibus juga dipakai dalam motto atau semboyan negara Swiss yakni “Unus proomnibus, omnes pro uno” yang memiliki arti: Satu untuk semua, semua untuk satu, yang menyimbolkan Swis sebagai negara yang mencintai perbedaan dan pluralisme. Meski terbilang produk hukum baru di Indonesia, Omnibus Law lazim dipakai negara-negara yang menganut sistem hukum common law. Di Amerika Serikat (AS), Omnibus Law dikenal dengan Omnibus Bill.
Omnibus Law tergolong kurang familiar di telinga masyarakat Indonesia, sebelum adanya Undang-Undang (UU)Cipta Kerja. Hal ini wajar saja, mengingat UU Cipta Kerja adalah Omnibus Law pertama yang disahkan dalam hukum Indonesia. Omnibus Law sendiri pertama kali mulai dikenal publik Tanah Air sejak disebut-sebut dalam pidato pelantikan Presiden Jokowi di periode keduanya pada Oktober 2019 lalu.
UU Cipta Kerja yang disahkan oleh DPR-RI direspons dengan demo besar-besaran di sejumlah daerah yang berujung dengan kericuhan. Pangkal ponolakannya terutama terkait dengan perubahan pasal-pasal ketenagakerjaan. Tak hanya dari dalam negeri, penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja ini datang dari negara tetangga yang akan berdampak signifikan apabila undang-undang ini disahkan dan diberlakukan di Indonesia.
Adalah Charles Santiago, Ketua ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR) dan juga anggota parlemens Malaysia yang terusik dengan keberadaan “undang-undang sapu jagat” ini. Charles menjelaskan, tujuan dari Omnibus Law ini untuk mendongkrak investasi asing dengan mengorbankan hak-hak demokratis, hak buruh, dan lingkungan hidup. “UU ini tidak didasarkan atas ilmu ekonomi, melainkan oportunisme semata,” kata dia seperti yang dilansir di laman bisnis.com.
Sehingga, Charles meminta Jokowi menyusun Rancangan UU baru yang memenuhi kewajiban HAM di Indonesia. Ia meminta UU baru ini pun disusun bersama serikat-serikat buruh dan masyarakat sipil. “Sementara itu, dia (Jokowi) menjamin keamanan para pengunjuk rasa damai,” kata Charles. Hal ini tentu memunculkan respons negatif terhadap komentar Charles Santiago yang mencampuri urusan dalam negeri negara lain. Ketua Umum Forum Bhinneka Tunggal Ika, Lukas Kacaribu, S.H., M.H. mengecam pernyataan Charles Santiago yang terlalu mencampuri urusan negara lain.
“Di dalam sebuah ketentuan undang-undang mengenai hubungan internasional yang berlaku di Indonesia UU Nomor 37 Tahun 1999 dalam poin A alinea pertimbangan dari UU ini disebutkan bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat, pelaksanaan hubungan luar negeri didasarkan pada asas kesamaan derajat, saling menghormati, saling tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing, seperti yang tersirat di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,” tutur Lukas yang juga giat mencermati masalah hukum dan politik di dalam negeri tentang komentar Charles.
Menurutnya, hubungan bilateral yang dijalin selama ini antara Malaysia dan Indonesia tidak akan terganggu, yang akan terganggu justru oknum yang tak senang dengan kemajuan Indonesia dalam hal ketenagakerjaan. “Dari segi perekonomian tentu akan mensejahterakan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan akan menyerap banyak tenaga-tenaga yang selama ini susah mendapatkan pekerjaan, dan perkiraan saya, oknum yang mempermainkan para TKI di luar negeri akan terputus rantainya, sehingga hal ini yang membuat para makelar pekerjaan, mafia peraturan tenaga kerja merasa terhambat dan perlu bereaksi terhadap keputusan negara Indonesia mengenai Omnibus Law ini,” jelas Lukas yang memiliki Law Firm atau kantor hukum di Kota Bandung, serta pernah disebut-sebut tokoh muda yang layak jadi calon Bupati Karo, Sumatera Utara itu.
Intervensi negara lain terhadap sebuah keputusan di sebuah negara pun dapat menimbulkan konflik di antara negara tersebut, maka jelas di dalam Piagam PBB Pasal 2 ayat 1 menerangkan bahwa hubungan antarnegara berdasarkan persamaan derajat dan bebas.
Lukas menambahkan, di Pasal 2 ayat ke-7 di Piagam PBB dijelaskan, “Setiap negara dalam melakukan hubungan internasional dilarang untuk melakukan suatu intervensi ke dalam urusan domestik negara lainnya, begitu pula dengan PBB dilarang ikut campur dalam urusan domestik negara lain…”
“Hal ini jelas, saya sebagai orang yang mengerti hukum di Indonesia mengecam pernyataan Charles Santiago yang seolah mengintervensi Pemerintah Indonesia untuk kepentingan negaranya semata,” tutup Lukas Kacaribu, yang termasuk dalam “21 Tokoh Kristiani 2014 Pilihan Majalah NARWASTU” dan dikenal cerdas, religius serta Pancasilais. JK
Banyak menolak omnibus law bukan bukan karena undang undang nya yang salah, namun karena kepentingan pribadi atau golongan yang terganjal dan sebagian besar mereka yang menolak belum mempelajari secara teliti. Terimakasih untuk hambaNya Lukas Pasaribu, S.H., M.H Maju terus menegakkan keadilan.