Narwastu.id – Pada 1 Juli 2020 ini usia tokoh masyarakat dan pakar hukum ini telah 83 tahun. Namun mantan Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) RI dan Ketua Umum DPP Kerukunan Masyarakat Batak (KERABAT) ini di usia yang semakin lanjut ini tetap sehat dan bugar serta tak lelah berkarya untuk masyarakat dan bangsa. Dia masih aktif berbicara di berbagai diskusi, seminar dan menulis buku. Bahkan, dua bukunya yang tebal seputar hukum terbit pada Mei 2020, yaitu “Praktik Peradilan Menangani Kasus-kasus Hukum Adat Suku-suku Nusantara” setebal 561 halaman dan “Pemulihan Aset Tindak Pidana Korupsi Teori Praktik dan Yurisprudensi di Indonesia” setebal 800 halaman yang diterbitkan BIP Kelompok Gramedia. Dan pada 2019 lalu juga sudah ditulisnya buku hukum yang tebal, yaitu “Penerapan Etika Hukum Bisnis dalam Sistem Peradilan Indonesia” setebal 527 halaman.
Advokat/pengacara senior, Dr. Luhut M.P. Pangaribuan, S.H., L.L.M (Ketua Umum DPN PERADI) dalam buku “Penerapan Etika Hukum Bisnis dalam Sistem Peradilan Indonesia” menulis, “Perkenalan saya dengan Bapak Dr. H.P. Panggabean boleh saya katakan lebih banyak perkenalan ‘rohaniah’ daripada jasmaniah. Maksud saya perjumpaan kami tidak lebih banyak secara jasmani tetapi secara rohani, yaitu gagasan-gagasan tentang hukum. Sejak beliau masih hakim, saya tak pernah komunikasi dengan beliau apalagi berjumpa. Tetapi, itu tadi, berkomunikasi melalui ide-ide atau pendapat-pendapat yang tak secara langsung berinteraksi. Sejak beliau pensiun, kami kemudian sering berjumpa di tempat-tempat seminar atau di ruang diskusi. Jadi, boleh saya katakan bahwa perjumpaan saya dengan beliau bisa lebih bersifat ke “meeting of mind” yaitu persesuaian gagasan tentang hukum. Karenanya, saya menyambut buku ini, sambil bersyukur kepada Tuhan, Bapak Dr. H.P. Panggabean dengan usia yang sudah lanjut tetap produktif menghasilkan karya.
Produktif merefleksikan pikiran dan gagasannya sebagai seorang sarjana hukum yang handal sebagai hakim, dan terakhir sebagai penasihat hukum, sekaligus beliau orang yang peduli terhadap kegiatan sosial budaya Batak. Beliau adalah “legacy” hukum Indonesia, pada saat yang sama tetap peduli pada akar budayanya, asal usulnya suku Batak, juga peduli dengan gereja.”
Ditambahkan Luhut, “Buku yang ditulis ini adalah etika bisnis. Ini satu karya yang membahas tidak sekadar nilai-nilai atau norma. Etika itu sesuatu yang bertanggungjawab dilakukan mensejahterakan masyarakat, sementara kalau norma-norma hanya sekadar ketertiban. Nah, buku yang ditulis ini memang sesuai dengan reputasi pengalamannya yang sangat panjang, kariernya sebagai hakim yang mumpuni, pendekatan secara etika mampu direfleksikan dengan baik. Dalam konteks hukum di Indonesia, etika bisnis memang harus ditonjolkan. Karena apa? Karena penegakan hukum di Indonesia lebih dominan oleh aspek kekuasaan daripada proses.
Misalnya, negara itu dari banyak hal masih dominan dalam proses penegakan hukum, melalui penyidikan, melalui penuntutan dan melalui pengadilan. Jadi, etika di sini semakin relevan, sekaligus “message” atau pesan kepada pembuat undang-undang dalam hal ini DPR dan Pemerintah, di mana nanti dalam pembuatan undang-undang yang baru makin sentral aspek etika. Jadi buku tentang etika bisnis ini sangat penting dalam konteks hukum di Indonesia sekarang, sebab dalam banyak hal, dalam masyarakat terjadi degradasi moral yang ditandai dengan angka korupsi yang tidak berkurang, sehingga korupsi dipersepsikan sebagai kejahatan yang luar biasa. Semua ini terjadi dimulai dari dekadensi moral di mana etika itu sama sekali tidak diperhatikan. Dengan demikian buku ini menjadi relevan.”
Sedangkan dalam kata sambutannya yang disampaikan Ketua Mahkamah Agung (MA) RI, Prof. Dr. H. Muhammad Hatta Ali, S.H., M.H. tentang buku berjudul “Praktik Peradilan Menangani Kasus-kasus Hukum Adat Suku-suku Nusantara” ini ditulis, “…Pada kesempatan ini saya atas nama pribadi dan lembaga Mahkamah Agung RI menyambut gembira penerbitan buku ‘Praktik Peradilan Menangani Kasus-kasus Hukum Adat Suku-suku Nusantara,’ karya Dr. H.P Panggabean, S.H., M.S., mantan Hakim Agung yang masih sangat aktif dalam penulisan-penulisan buku, sebagai salah satu karya baktinya dalam rangka memajukan perkembangan hukum Indonesia. Dalam buku ini, pembaca akan diajak untuk semakin memahami kaidah-kaidah hukum adat sebagai sumber hukum formal untuk mendukung sistem peradilan di Indonesia. Dalam buku ini telah dipaparkan adanya gagasan pembentukan Lembaga Adat Budaya Suku (LABS) atau Lembaga Masyarakat Adat Suku (LMAS) sebagai organisasi sosial Mahudat suku-suku membentuk dan menerapkan pranata hukum adat di berbagai suku di Indonesia.”
Sementara dalam buku berjudul “Pemulihan Aset Tindak Pidana Korupsi Teori Praktik dan Yurisprudensi di Indonesia” di kata sambutan yang disampaikan tokoh nasional, Prof. Dr. H. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H. ditulis, “Saya menyambut gembira penerbitan buku ‘Pemulihan Aset Tindak Pidana Korupsi (TPK), Teori Praktik dan Yurisprudensi di Indonesia’ karya Bapak Dr. H.P. Panggabean, S.H., M.S. Ini merupakan salah satu buku karya Pak Panggabean yang sangat bernas. Saya merasa mendapat kehormatan untuk sekali lagi diminta menuliskan kata pengantar atau sambutan dalam buku ini sesudah buku-buku sebelumnya. Dalam membahas materi buku ini, penulis tidak hanya berangkat dari teori, tetapi juga dari praktik sebagaimana tercermin dalam pelbagai putusan pengadilan mengenai pemulihan aset tindak pidana korupsi yang dibahasnya.
Sebagai mantan hakim yang banyak membaca buku dan memiliki kekayaan pengalaman dalam memeriksa, mengadili, dan memutus pelbagai macam perkara di pengadilan, Pak Panggabean sangat lancar dan fasih menuturkan pemikiran dan pengalamannya dalam buku ini. Semoga dengan buku ini, penulis dapat menjadi sumber inspirasi bagi dunia hakim pada umumnya mengenai pentingnya kebiasaan intelektual untuk akrab dengan buku, penulisan pendapat hukum, dan perdebatan dalam forum permusyawaratan hakim, sebelum akhirnya memutus sesuatu perkara untuk kepentingan para pencari keadilan, yang tidak lain menyangkut kepentingan umum yang luas berkaitan dengan prinsip-prinsip keadilan yang bersifat universal.”
Suatu saat pria Batak yang juga salah satu Penasihat Majalah NARWASTU dan Ketua Umum DPN Kerukunan Masyarakat Hukum Adat Nusantara (KERMAHUDATARA) ini mengatakan, melalui buku yang ditulisnya ia ingin mencerdaskan masyarakat supaya semakin paham hukum yang berlaku di negeri ini. Sebelumnya sudah puluhan buku seputar sosial politik, kemasyarakatan, adat serta budaya dan gereja ia tulis dan beredar di kalangan cendekiawan, tokoh-tokoh gereja, pemuka adat, pimpinan media massa, pakar hukum dan politisi.
Di usianya yang kini 83 tahun, Pak Panggabean yang termasuk dalam “20 Tokoh Kristiani 2007 Pilihan Majalah NARWASTU” mengatakan, ia sangat bersyukur atas anugerah Tuhan karena sudah lebih dari 40 tahun ia mendedikasikan hidupnya sebagai hakim atau penegak hukum. Ia sudah dipercaya 10 tahun menjadi Hakim Pengadilan, 15 tahun Ketua Pengadilan, 10 tahun hakim biasa, 10 tahun Hakim Tinggi dan 5 tahun menjadi Hakim Agung MA-RI. “Itu semua karena berkat Tuhan, sehingga bisa saya mencapainya. Saya ini berjuang dari kampung dan didoakan orang tua sehingga bisa seperti sekarang. Di berbagai tempat penugasan saya ada banyak tantangan yang saya alami, tapi semua bisa saya hadapi dengan mengandalkan Tuhan,” pungkas pria yang juga mantan Ketua Dewan Kehormatan PDS (Partai Damai Sejahtera) ini.
Dia merupakan anak ke-2 dari 8 bersaudara, dan dididik orangtuanya dengan disiplin, nilai-nilai Kristen dan nilai-nilai adat budaya Batak (Habatahon) sejak kecil. “Saya bersyukur kepada Tuhan, karena keluarga saya mendukung saya selama ini,” ujarnya. Dan pada Juli 2020 ini ia tidak menggelar ibadah syukur atas hari ulang tahunnya dengan mengundang para kerabat dan sahabatnya, karena wabah Covid-19 ini. “Jadi kami berdoa sederhana saja di rumah untuk ulang tahun saya agar Tuhan terus menyertai saya dan keluarga,” cetus Ketua Umum DPP Jaringan Layanan Damai (Jala Damai) ini.
Berbicara tentang kiatnya untuk menjaga kesehatan sehingga selalu sehat dan bugar, H.P. Panggabean mengatakan, ia dulu biasa berolahraga golf, namun sejak wabah virus Covid-19 ia lebih banyak berada di rumah. “Agar selalu sehat saya selalu olahraga, seperti push up minimal tiga kali seminggu agar berkeringat, juga saya nyangkul-nyangkul di pekarangam rumah kami agar selalu berkeringat dan sehat,” ujarnya tentang aktivitasnya. Dan sejak dulu ia punya pekarangan di daerah tempat tinggalnya di daerah Jakarta Selatan, dan di situ ditanami aneka sayuran, cabe dan jahe. Dan selama stay at home di rumah ia tetap menjaga aktivitasnya yang bermanfaat, seperti membaca aneka buku-buku, menulis dan membongkar buku-buku lamanya. “Jadi kita harus syukuri kehidupan ini sekalipun kita dibatasi keluar rumah karena ada wabah Covid-19 yang menyerang seluruh dunia,” ujar H.P. Panggabean yang juga berperan mendirikan sejumlah gedung gereja di Jambi, Palembang, Manado, Kalimantan dan Depok saat ia bertugas sebagai hakim.
Ketika ditanya Majalah NARWASTU, apa refleksinya mengenai situasi dunia dan Indonesia yang kini dilanda wabah Covid-19, Pak Panggabean menerangkan, munculnya wabah Covid-19 merupakan tantangan hidup bagi banyak orang, termasuk bagi orang beriman supaya bisa menahan diri, disiplin dan memperhatikan social/phisical distancing. “Virus ini amat berbahaya, namun kalau imun tubuh kita bagus tak akan kena. Makanya kita harus jaga kesehatan dengan menjaga imun tubuh supaya kuat. Hadirnya virus corona atau Covid-19 juga mengajak kita merenung supaya semakin disiplin menjaga diri. Bersalaman saja kita hindari, juga tak bisa hadir di tempat kerumunan. Apalagi sekarang kita mesti memperhatikan protokol kesehatan yang dibuat pemerintah karena pemberlakuan new normal,” pungkas anggota jemaat Gereja HKBP Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, dan kakek (ompung) yang pernah menjadi Penasihat Perhimpunan Wartawan Media Kristiani Indonesia (PERWAMKI) ini.
Terkait dengan pengalamannya selama stay at home karena wabah Covid-19, Pak Panggabean pun menerangkan, hampir setiap hari ia menerima pesan lewat SMS, WA dan telepon dari kerabat, kenalan dan anggota keluarga yang meminta sumbangan untuk membeli sembako. “Keadaan saat ini memang sulit, karena orang untuk membeli sembako pun sulit. Karena banyak orang yang pendapatannya berhenti dan pekerjaannya terganggu. Saya akhirnya minimal membantu Rp 300 ribu setiap ada keluarga atau sahabat yang meminta bantuan. Padahal kantor hukum kami pun terganggu aktivitasnya karena Covid-19 ini, tapi saya tetap membantu keluarga yang berkekurangan,” terangnya.
Hanya saja H.P. Panggabean menerangkan, sumbangan berupa sembako saat ini sesungguhnya sifatnya sementara. Karena itu, ia mengimbau gereja-gereja dan keluarga-keluarga supaya mulai memperhatikan ketahanan pangan, dengan memanfaatkan pekarangan rumah atau kebun untuk menanam sayur-sayuran, cabe, jahe, bawang merah, buah mangga, jambu, alpukat dan jeruk. Dan itu bersifat jangka panjang. Di sisi lain, ia mengimbau masyarakat supaya mendukung pemerintah dalam menjalankan new normal supaya ekonomi tetap bergerak, dan di sisi lain supaya sehat, maka warga masyarakat harus patuh pada aturan protokol kesehatan yang dibuat pemerintah. “Kita berharap dan berdoa agar Pak Jokowi dan jajarannya bisa segera mengatasi wabah Covid-19 ini,” pungkasnya bijak. JH