Narwastu.id – Mazmur 116:15, “Berharga di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihiNya.” Saya langsung ingat ayat firman Tuhan ini manakala saya mendapat informasi telah pulang ke rumah Bapa di Sorga, sahabat kami, U.T. Murphy Hutagalung, S.E., MBA, pada Senin, 29 Juni 2020 lalu. Kami, anak-anak SMA Negeri 4 , Jalan Batu 3, Gambir, Jakarta Pusat, biasa memanggilnya dengan nama Unggul. Ya, tentu saja kami sangat bersedih hati. Kami adalah angkatan 4-80, artinya lulus dari SMA 4 pada tahun 1980. Persis, kami adalah “korban” pertama diubahnya tahun ajaran baru yang seharusnya kami lulus pada Desember 1979, mau tidak mau kami “nikmati” perpanjangan 6 bulan lagi sehingga bulan Juli 1980 rata-rata kami sudah melanjut kuliah di kampus-kampus. Maka, jalan hidup kami yang angkatan 4-80 pun memasuki era baru, dan akhirnya kami jarang-jarang mengetahui kabar masing-masing.
Saya pribadi, sekali pun satu angkatan dengan Unggul di SMAN 4, namun tidak pernah sekelas. Namanya termasuk yang terkenal di sekolah, termasuk nama adiknya, Arion, yang juga di SMA 4. Saya masih ingat, pada waktu ada demonstrasi mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah, dan ada kabar bahwa aktivis kampus Arief Rahman ditangkap aparat, maka banyak pula anak-anak SMA yang bersimpati pada perjuangan itu. Nah, di aula SMAN 4 pada waktu itu diadakan orasi-orasi dihadiri oleh semua siswa/i. Sangat melekat dalam ingatan saya, Unggul adalah salah satu orator di acara tersebut. Mantap bicaranya.
Oh, ya, saya melompat sejenak. Sekian tahun setelah lulus dari SMA 4, saya sebagai jurnalis radio mulai mengetahui kiprah Unggul di dunia bisnis, dunia politik, dan sebagainya. Saya tahu itu dari media massa. Nah, suatu saat saya berkesempatan berkunjung ke kantor pusat grup bisnisnya di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, dekat Gereja HKBP Rawamangun. Setelah masuk ke ruang kerjanya dan menunggu sebentar karena dia masih memimpin rapat manajemen, tiba-tiba dia muncul dari pintu dan kami saling lihat, keluar ucapan ini dari mulutnya, “Ehhhhh elu…” Ha…ha…ha…ha…ha. Dia ingat wajah saya. Ada banyak yang kami perbincangkan dalam suasana akrab. Dan langsung saya bertanya tentang sesuatu yang selama ini membuat saya penasaran, “Mengapa sekarang tidak disapa lagi dengan Unggul, tapi dengan Murphy?” Dengan senyum santai dia menjawab, “Biar keren bro….” Ha…ha…ha..ha…ha.
Memang saya tidak banyak kesempatan untuk dekat sekali dengannya sejak SMA itu. Tapi yang jelas, dia termasuk orang yang populer. Bahkan perusahaan busnya “Arion” termasuk bus yang juga sering saya naiki terutama saat saya kuliah di kawasan Rawamangun. Tuhan sangat memberkati Murphy dan saudara-saudara kandungnya, termasuk Arion, yang juga terkenal itu. Mereka berbisnis dalam bidang properti, transportasi, dan lain-lain. Grup bisnisnya terkenal dengan nama: Arion Paramitha Holding Company. Dan Murphy adalah pemimpin utamanya.
Berjumpa dengan Murphy di beberapa acara dengan statusnya sebagai orang yang sudah sukses dalam banyak bidang sangatlah menyenangkan. Dia sangat ramah dan mau bercerita tentang hidupnya. Belakangan saya jumpa dengannya beberapa kali dalam area kerohanian. Waktu itu istrinya, Ibu Lucyana Dewiyanti, diwisuda S2 dari kampus teologi PSP IKAT di aula sebuah hotel terkenal kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Saya pun bertanya pada Murphy, “Kapan gabung nih, ikut kuliah juga?” Dia pun merespons dengan senyum dan mengatakan, nanti ada waktunya.
Namun, kami alumni SMA 4-80 sudah rutin mengadakan Persekutuan Doa Alumni sekian bulan sekali. Murphy rajin hadir. Dan pertemuan sangat berkesan dengannya (maaf, saya tidak rutin menghadiri karena benturan waktu dengan kesibukan pelayanan lain) terjadi sekian waktu lalu, saat kami bersekutu di ruang rapat Rektor UKI Cawang, Jakarta Timur. Karena Rektor UKI sekarang, Dhaniswara, adalah alumni SMA 4-80 juga yang notabene sahabat kental Murphy. Dalam ibadah persekutuan doa itu, saya dan Murphy duduk bersebelahan persis. Kami pun berbincang tanya-tanya kabar. Terutama tentang kesehatan. Dan tak disangka-sangka, kami bergiliran diminta menyampaikan kesaksian hidup.
Saya duluan, disusul oleh Murphy. Isi kesaksian kami sama: Mukjizat dari Tuhan yang kami alami sembuh/pulih dari sakit berat. Dan, sangat berkesan di ibadah persekutuan doa itu, kami berkesempatan menyanyikan lagu rohani “Hidup ini Adalah Kesempatan.” Penggalan video saat nyanyi lagu ini masih saya simpan. Akhirnya, selamat jalan, Murphy, berjumpa Tuhan Yesus dalam keabadian. Bagi seluruh anggota keluarga yang ditinggalkan, Tuhan Yesus menolong dan memberkati selalu. Amin.
* Penulis adalah rohaniwan, akademisi, jurnalis senior dan anggota pengurus Forum Komunikasi Tokoh-tokoh Kristiani Pilihan Majalah NARWASTU (FORKOM NARWASTU).