Narwastu.id – Sejak Januari 2020 lalu, sebetulnya diplomat senior dan Duta Besar RI Berkuasa Penuh di Hongaria, Kroasia, Bosnia, Herzegovina dan Makedonia pada 2006-2010 ini sudah mengagendakan untuk berkunjung ke kantor Majalah NARWASTU. Namun situasi dan kesibukannya, terutama karena wabah Covid-19, akhirnya membuat rencananya itu tertunda. Dan baru pada Jumat sore, 10 Juli 2020 lalu, Pak Mangasi Sihombing (73 tahun) yang juga mantan Ketua PERKI (Persekutuan Kristen Indonesia) Se-Eropa bisa mampir ke kantor majalah dengan jargon “Menyuarakan Kabar Baik” ini. Lebih dari satu setengah jam, ia bertukar pikiran dengan Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi NARWASTU, Jonro I. Munthe, S.Sos dan tim sembari menyeduh teh hangat dan menikmati kue bolu.
Pria Batak yang punya satu anak dan satu cucu ini dikenal sosok cendekiawan yang nasionalis, serta ia mantan Caleg DPR-RI dan sesepuh marga Sihombing (Lumban Toruan). Dalam kunjungannya ke kantor Majalah NARWASTU, Mangasi Sihombing pun menerima penghargaan sebagai salah satu dari “21 Tokoh Kristiani 2019 Pilihan NARWASTU” yang seharusnya diterimanya pada 10 Januari 2020 lalu saat Majalah NARWASTU mengadakan acara ibadah Natal dan Tahun Baru 2020. Tapi karena saat itu ia berhalangan, akhirnya baru sore itu penghargaan tersebut diberikan Jonro Munthe. “Terima kasih atas penghargaan Majalah NARWASTU buat saya, padahal saya belum berbuat banyak bagi umat Kristen,” ujar Ketua Bidang Luar Negeri dan Diplomasi Partai Indonesia Damai dan sosok Pancasilais yang inspiratif dan mampu memotivasi ini.
Dalam kunjungan ke kantor Majalah NARWASTU, Mangasi Sihombing mengatakan, saat kita merayakan 75 tahun kemerdekaan Indonesia tahun ini, kita perlu merefleksikan kembali eksistensi bangsa ini. “Setelah kita merdeka 75 tahun, kita harus kembali pada jati diri sebagai sebuah bangsa yang punya ideologi Pancasila. Kita prihatin dengan gejala-gejala yang muncul saat ini, yang mencabik-cabik nasionalisme kita dalam cara berpikir. Dulu Pancasila yang mempersatukan kita, sekarang muncul lagi elemen-elemen yang mengusik keberadaan Pancasila dengan mencoba memunculkan ideologi lain. Dan itu tidak mungkin, dan kalau dipaksakan maka Indonesia akan pecah. Sehingga kita harus kembali pada UUD 1945,” ujar pria Batak kelahiran Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 22 Juli 1947 ini.
Peraih Satya Lencana Karya Setya dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Penerjemah Sastra Indonesia ini, pernah juga dipercaya sebagai Dirjen Informasi, Diplomasi Publik dan Perjanjian Internasional (Dirjen IDPPI). Menurut Mangasi, saat dulu tokoh-tokoh pendiri bangsa kita akan merumuskan undang-undang dasar ada dulu dialog dan pembahasan yang serius. Tokoh-tokoh bangsa, seperti Bung Karno, M. Yasin dan Soepomo memberikan pemikiran-pemikiran untuk Indonesia yang besar ini. Termasuk tokoh-tokoh dari Indonesia Timur dilibatkan untuk ikut berbicara. Di situ ada dialog yang alot dan kompromi agar semua anak bangsa setara dan bisa hidup rukun. Saat itu yang diutamakan adalah persatuan dan kesatuan bangsa. “Tapi kalau sekarang Pancasila dikutak-katik, maka akan kembali ke titik nadir,” ujarnya.
Bangsa ini, ucap Mangasi, harus memperkuat nasionalisme dan kebangsaan. Dan jangan dikutak-katik lagi Pancasila itu, karena rumusannya sudah jelas, dan ideologi Pancasila itu konsensus bangsa kita. “Mayoritas bangsa kita sudah menerima Pancasila, namun ada segelintir orang yang ingin mengutak-atiknya,” ucapnya. Presiden RI Jokowi yang sudah memimpin bangsa ini dua periode ada di dalam koridor nasional, dan kita mengakui kepemimpinannya selama ini. “Kita bangga dengan presiden kita Pak Jokowi. Kalau ada kekurangannya, itu biasa dan ia memang tak sempurna. Dan kita lihat selama ini Jokowi telah menunjukkan prestasi yang diakui dunia. Dunia melihat Indonesia pada jalan yang benar, negara stabil, tak ada gejolak dan ada kepercayaan di dalamnya,” tukasnya.
Kalau ada perusahaan asing yang masuk ke Indonesia, katanya, karena mereka percaya pada pemerintahan Jokowi dan Indonesia dianggap aman. Dan setiap persoalan yang ada di bangsa ini bisa diselesaikan, karena dibicarakan dalam perspektif demokrasi. Lalu Mangasi menceritakan kiprah tokoh Indonesia almarhum Adam Malik yang dulu dijuluki “Si Kancil”, yang diakuinya seorang negarawan sejati. Adam Malik dulu pernah memimpin Sidang Umum PBB, dan perannya luar biasa dalam mengembalikan Papua (Dulu disebut: Irian Jaya) ke pangkuan Indonesia. “Sekarang kita butuh figur-figur negarawan. Kita bersyukur punya presiden seperti Jokowi, yang selalu tenang dan tidak emosional saat membuat keputusan. Dia mau sabar berdialog tanpa terprovokasi. Dan seorang pemimpin harus begitu. Diplomat juga begitu, dan tidak mudah untuk menjadi diplomat. Diplomat itu tahu tugasnya, diplomasi dikuasainya, tidak melangkah terlalu jauh, punya kepribadian yang tangguh dan urusan negara ada di pundaknya. Dan prestise negaranya ada di pundak diplomat itu,” pungkasnya.
Menurut Mangasi, dalam merefleksikan 75 tahun kemerdekaan Indonesia, maka generasi muda jangan dibiarkan seperti berjalan tak punya arah. “Dalam dunia pendidikan anak-anak harus dididik agar punya pikiran yang jernih dan jangan menyimpang pada pikiran-pikiran yang lain. Kita ini negara Pancasila, jadi jangan lagi kita sedih karena dimunculkan ideologi-ideologi lain. Kita Pancasila, jadi jangan ada lagi anti-Pancasila di Indonesia. Dan anak-anak atau TK jangan diarahkan agar anti-Pancasila. Pembangunan fisik memang penting, tapi pembangunan karakter juga amat penting. Sehingga karakter anak-anak sejak kecil harus dibina dengan hal-hal yang positif,” papar pria yang beribadah di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Kwitang, Jakarta Pusat, dan suami tercinta Parodang boru Hasibuan ini.
Mangasi menerangkan, di era Jokowi ini pembangunan fisik atau infrastruktur sudah digalakkan, dan kita harapkan itu diteruskan lagi. Tujuan nasional, imbuhnya, harus kita teruskan untuk mensejahterakan dan mencerdaskan rakyat. Dan untuk membangun bangsa ini, perlu juga diperhatikan pengembangan teknologi terapan. Karena teknologi terapan ini langsung berhubungan dengan orang banyak. Sehingga lembaga-lembaga penelitian kita perlu dikembangkan dan dijadikan prioritas. “Ilmu pengetahuan di negeri ini harus terus dikembangkan seperti di negara-negara lain,” ucapnya.
Di sisi lain, Mangasi menyampaikan bahwa kemajuan sebuah bangsa juga sangat tergantung pada kemampuan meniru, tapi dalam arti yang positif. Hukum meniru itu, ujarnya, perlu diperhatikan. “Salah satu cara untuk membangun kehidupan pada manusia adalah dengan memperhatikan hukum meniru dalam arti yang positif. Kalau orang kecil meniru orang besar dalam arti positif, kan, bagus,” tukasnya. Supaya negeri ini terus eksis dan sejahtera, maka semua anak bangsa, imbuhnya, harus terus membangun semangat kesatuan dan jati diri diperkokoh. “Kita menghargai perjuangan pahlawan-pahlawan terdahulu. Kita punya pahlawan di berbagai bidang, dan perjuangan mereka harus kita renungkan di dalam mengisi kemerdekaan ini,” paparnya.
Di usia 73 tahun, Mangasi Sihombing mengatakan, dirinya masih sehat dan berpikiran jernih, sehingga tak ada alasan bagi dia untuk tidak berbuat sesuatu untuk kebaikan negeri ini. “Saya tak akan berhenti berjuang, dan tak akan berhenti memikirkan masa depan bangsa ini. Melalui ormas-ormas atau partai politik kita bisa ikut memikirkan masa depan bangsa ini. Dulu ada tokoh pendahulu kita, Melanchton Siregar, dia pemimpin Laskar Kristen, dan juga berjuang di tengah masyarakat,” ucap tokoh intelektual dan penulis sejumlah buku ini.
Sekarang, kata Mangasi, ia berjuang lewat panggung politik melalui Partai Indonesia Damai. “Partai Indonesia Damai bisa diharapkan untuk cita-cita politik. Kita harus menyadarkan sejumlah pihak di bangsa ini, yang menyebut tak perlu ada partai Kristen. Itu tidak tepat. Negara maju seperti Jerman pun punya partai Kristen, dan di sana partai Kristen punya peran penting di dalam membangun negara. Sehingga di sini pun kehadiran partai Kristen seperti Partai Indonesia Damai tetap penting,” ucap Ketua Dewan Penasihat Visi Indonesia Unggul dan pemrakarsa pembentukan Badan Kerjasama Umat Kristiani di Nederland (Belanda) ini.
Mangasi juga berharap dan berdoa agar Indonesia bisa mengatasi wabah Covid-19, yang begitu mengganggu tatanan sosial, kesehatan dan ekonomi masyarakat. “Di ulang tahun ke-75 kemerdekaan bangsa kita pada tahun 2020 ini, kita berharap agar segera bebas dari Covid-19. Setiap hari saya berdoa agar bangsa kita dilindungi Tuhan dan lepas dari Covid-19,” ucap Ketua Umum Panitia Peringatan 100 Tahun Tugu Datu Ompu Lobi Nasumurung di keluarga besar marga Sihombing ini. KL