Perjamuan Kudus dan Karya Keselamatan

* Oleh: Pdt. Tjepy Jones Budidharma

557

”Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu  memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang” (1 Korintus 11:26)

Narwastu.id Perjamuan kudus adalah sarana yang Tuhan Yesus berikan bagi gerejaNya sebagai tindakan deklarasi kita akan kematian Yesus yang adalah juga kematian kita. Kita perlu membangun kesadaran (conscious) bahwa manusia lama kita dan segala atribut yang melekat padanya sudah mati bersama Yesus di kayu salib. Dan sekarang hidup yang kita hidupi adalah hidup karena iman di dalam Yesus yang mengasihi kita (Galatia 2:20). Gereja mula-mula melakukan perjamuan kudus ini setiap hari berpindah-pindah dari rumah ke rumah sambil belajar tentang karya Yesus dan Alkitab mencatat “mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah” (Kisah Para Rasul 4:33).

Yesus tidak pernah merencanakan penghukuman melalui perjamuan kudus, sekalipun tertulis di dalam 1 Korintus 11:30, “Sebab itu banyak di antara kamu yang lemah dan sakit, dan tidak sedikit yang meninggal.” Penghukuman yang dimaksud di sini adalah krima yang berarti hukuman yang masuk ke dalam dunia, karena dosa Adam. Tanpa disadari setiap manusia di dunia ini sebenarnya berada dalam sikap “mendatangkan” hukuman dosa itu ke dalam kehidupannya, seperti sakit penyakit, kondisi fisik yang semakin menurun karena umur, pencemaran alam,  kesulitan hidup, krisis keuangan, dan berbagai masalah hidup, bahkan sampai pada kematian, karena manusia tidak bisa berbuat apa-apa.

Justru dengan perjamuan kudus kita mendeklarasikan kemenangan kita di dalam Kristus atas semua hal-hal tersebut di atas. Pada waktu kita melakukan perjamuan kudus, bukan diri kita atau dosa kita yang menjadi perhatian kita, karena tidak ada satu manusiapun yang layak kalau yang diuji adalah kelayakan manusia. Terlebih ini ditulis kepada jemaat di Korintus yang pada saat itu banyak yang hidup dalam dosa yang parah. Yang diuji adalah cara makan dan minumnya, bukan orangnya! Kalau caranya salah, maka terjadi ayat 30 di atas, tapi kalau caranya benar maka akan terjadi kesembuhan, kekuatan, bahkan umur panjang.

Cara yang benar adalah pada waktu kita ambil roti kita pandang roti itu sebagai tubuh Yesus yang diserahkan bagi kita, kita ucapkan iman percaya kita bahwa oleh bilurNya kita sudah sembuh dan hidup sehat. Kita deklarasikan bahwa kita adalah bagian tubuh Yesus dan percaya bahwa jika Yesus sebagai kepala adalah sehat maka kita sebagai bagian tubuhNya juga mendapat bagian yang sama dalam kesehatanNya. Kemudian pada waktu kita angkat anggur, pandanglah sebagai darah perjanjian yang Yesus berikan bagi kita yang sudah menguduskan kita sekali untuk selamanya dan inilah kehendak Allah bagi kita, seperti tertulis dalam Ibrani 10:10, “Dan karena kehendakNya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus.

Jadi tidak ada hubungannya dengan dosa kita, karena justru masalah dosa inilah yang diselesaikan oleh Yesus di kayu salib. Itu sebabnya, Yesus pernah berkata, “Alam maut tidak akan pernah bisa menguasai hidup orang percaya.” Lalu akan timbul pertanyaan “bagaimana kalau orang menyimpan dosa tetap mengambil bagian dalam perjamuan?” Saudaraku, prinsipnya adalah lakukan dengan cara yang benar dan Alkitab tidak pernah melarang orang berdosa untuk ambil bagian dalam perjamuan kudus selama caranya benar seperti di atas.

Justru cara yang benar ini akan membuat orang berdosa akan hidup dalam kasih karunia, dan Alkitab dengan tegas mengatakan dosa tidak dapat lagi menguasai orang yang berada di dalam kasih karunia (Roma 6:14). Artinya, orang itu tidak akan tahan hidup dalam dosanya itu lagi. Tahukan saudara bahwa kata keselamatan dalam bahasa gerika adalah “soteria” berasal dari kata “sozo” yang dalam bahasa Ibraninya adalah “Yeshuah” (nama Yesus sendiri), yang berarti: keselamatan, kelepasan dari dosa, kesehatan, kesembuhan, kelimpahan, dan kemenangan.” Jadi sekarang kita mengerti apa artinya hidup di dalam kasih karunia, dan dalam persekutuan dengan tubuh dan darah Yesus.

Perhatikan betul-betul perbedaan ini, “Kita hidup didalam Yeshuah!” bukan berbuat untuk mendapatkan Yeshuah. Di dalam Taurat kita berbuat supaya hidup, tapi di dalam Yesus kita sudah hidup supaya mengeluarkan perbuatan dan kehidupan yang baik yang lahir dari kehidupan Yesus di dalam kita. Jadi jangan batasi perjamuan hanya untuk kesembuhan kita, tapi lebih daripada itu untuk segenap keselamatan (Yeshuah) bermanifestasi dalam kehidupan kita. Janganlah mata kita hanya tertuju pada “paket keselamatan” yang pasti kita terima melalui perjamuan kudus ini, tapi biarlah mata dan hati kita tertuju pada Yesus yang mengasihi kita.

Kalau kita perhatikan prinsip yang tertulis dalam 1 Korintus 10:18-22, bukan persembahannya yang adalah “sesuatu” atau yang menjadi pusat perhatian, tapi kepada siapa hati kita tertuju pada waktu membawa persembahan itu. Bisa terjadi kita melakukan perjamuan, tapi mata kita tertuju kepada berkat-berkat yang menjadi berhala bagi dunia ini. Karena apa yang dikejar oleh manusia di dunia ini adalah kenyamanan hidup termasuk hidup sehat, kekayaan, dan segala keinginan mata itu justru menjadi ilah zaman ini yang membutakan mata mereka akan terang Injil (2 Korintus 4:4).

Itu sebabnya, Alkitab mengingatkan bahwa di akhir zaman ini ada orang-orang yang melakukan ibadah tapi menyangkali/tidak percaya akan kuasa dari ibadah itu (2 Timotius 3:5). Artinya, sekalipun melakukan ritual-ritual agama, tapi hati dan pikirannya tidak tertuju kepada terang Injil. Jangan salah paham, bukan berarti kita orang percaya tidak boleh menikmati semua itu. Tapi justru dengan mata kita tertuju kepada kemurahan dan kebaikan Allah di dalam Yesus, menikmati FirmanNya setiap hari dan terbiasa dengan melakukan perjamuan kudus dengan cara yang benar maka sudah pasti “kerajaan Allah” yaitu damai sejahtera, hidup dibenarkan, dan sukacita menjadi bagian hidup kita dan semua yang dicari orang dunia yang sampai menjadi ilah bagi mereka itu justru ditambahkan kepada kita, karena apa yang mereka cari dengan bersusah payah itu ada di dalam nama Yesus, Haleluya.

 

* Penulis adalah Gembala Sidang GKBI (Gereja Kabar Baik Indonesia) Kasih Karunia, Jakarta.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here