Tokoh gereja asal Sumatera Utara (Sumut) ini, di kalangan jemaat GKPS sering dianggap Hamba Tuhan yang “ahli” mengusir setan-setan atau kuasa kegelapan. Tak heran, kalau ada sebutan bahwa Pdt. Dr. Jaharianson Saragih seorang Hamba Tuhan “berwarna” Karismatik. Ia selama ini juga menekuni bidang pelayanan healing, spiritualitas, kepribadian dan pelayanan pelepasan (Deliverance Ministry). Terkait soal pelayanannya di GKPS, tahun lalu ia sudah menerbitkan buku berjudul Kebaktian Kesembuhan Meditatif (KKM) dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Fisik Sosial, Psikis dan Spiritual Jemaat.
Pdt. Jaharianson terpilih sebagai Ephorus Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) di Sinode Bolon GKPS yang diadakan pada 28 Juni hingga 4 Juli 2010 lalu. Ia meraih 182 suara di putaran kedua dalam pemilihan Ephorus GKPS, dan saingannya meraih 109 suara. Pdt. Jaharianson adalah kader GKPS terbaik, sehingga Tuhan pun memilih dia untuk memimpin GKPS.
Buku Kebaktian Kesembuhan Meditatif (KKM) dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Fisik Sosial, Psikis dan Spiritual Jemaat yang ditulis Pdt. Jaka, begitu ia akrab disapa jemaatnya, diterbitkan berdasarkan hasil survei partisipatif (Baca lagi: NARWASTU Edisi Februari 2014 dan Edisi April 2014). Buku itu cukup menarik, karena kita bisa menyimak pengalaman rohani seorang Hamba Tuhan, baik saat mengikuti pendalaman rohani ketika belajar teologi maupun sewaktu melayani sebagai gembala jemaat.
Terkait soal pelayanan dan kepemimpinan Pdt. Jaharianson selama ini di GKPS, sumber majalah ini menerangkan, kepemimpinan Pdt. Jaharianson cukup baik, peduli kepada jemaat dan penuh gagasan. Ia selalu berupaya membangun kerohanian jemaat agar bertumbuh dan imannya kuat dalam menghadapi tantangan kehidupan. Seorang lulusan STT Abdi Sabda, Medan, kepada majalah ini mengatakan, Pdt. Jaharianson selama ini cukup memperhatikan kesejahteraan pendeta-pendeta jemaat maupun vikaris di GKPS, sehingga ia layak didukung lagi untuk memimpin GKPS untuk periode berikut.
Aktivis gereja dari GKPS Cikoko, Jakarta Selatan, dan mantan anggota DPR-RI, St. Bertha Saragih, S.PAK kepada NARWASTU menerangkan, selama ini ia pun mencermati pelayanan Pdt. Jaharianson cukup diapresiasi oleh jemaat. Bahkan, jemaat Gereja HKBP Rawamangun, Jakarta Timur, pernah mengundangnya sebagai pembicara di dalam sebuah KKR (kebaktian kebangunan rohani). Itu sebuah pengakuan terhadap pelayanan Pdt. Jaharianson, apalagi Gereja HKBP Rawamangun adalah salah satu gereja terbesar di DKI Jakarta.
“Jadi pemimpin seperti Pak Jaharianson perlu diberi kesempatan lagi untuk memimpin GKPS. Saya perhatikan beliau pemimpin yang dipakai Tuhan untuk melayani GKPS dan masyarakat, terutama di Sumut,” ujar Pembina/Penasihat Majalah NARWASTU yang cukup produktif menulis seputar gereja, sosial, kemasyarakatan dan politik ini.
Pdt. Jaharianson yang lahir di Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun, Sumut, 7 September 1962 adalah cucu Pdt. Jewismar Saragih Sumbayak (alm.) pendiri GKPS. Pdt. Jaharianson pernah menjabat sebagai Ketua STT Abdi Sabda, Medan, dan mantan Direktur Pascasarjana STT Abdi Sabda. Dia menyelesaikan S1 teologia di STT Jakarta, S2 di ASI (Asian Social Institute), Manila, Philipina, dan S3 di Philipina.
Pendidikan SD ia ikuti di Pematang Siantar, lalu pendidikan berikutnya di SMP Negeri 94, Jakarta, dan SMA Negeri 4, Jakarta. Pdt. Jaharianson adalah hamba Tuhan yang cerdas. Lantaran itulah ia kemudian terpilih menjadi orang nomor satu di GKPS. Dalam pelayanannya selama ini, suami tercinta Dearliany Purba, S.H. ini aktif mendampingi para pendeta GKPS, BNKP, GBKP, HKI, GKPI dan GKPA untuk memperdalam ilmu teologi.
Berbekal S3 dari Dellasha University Manila, Philipina, sejak 2005-2009 lalu, ia telah mensurvei warga gereja di Sumut dalam hal kerohanian. Dalam surveinya, Pdt. Jaharianson menyimpulkan, disiplin rohani jemaat kita masih cukup lemah. “Di Korea Selatan ada hasil survei, warga gereja di sana sedikitnya 10 menit berdoa setiap hari. Sedangkan hasil survei saya di Sumut, paling lama jemaat kita berdoa empat menit setiap hari,” pungkasnya.
Ayah dua anak, Yare Gracia Saragih dan Jasopino Saragih ini, berpendapat, kemiskinan, keterbelakangan dan kebodohan yang dialami oleh jemaat tak bisa dilepaskan dari iman atau kerohaniannya. Pdt. Jaharianson sangat meyakini bahwa orang yang disiplin rohaninya kuat, maka kehidupannya akan lebih baik. “Analoginya, sebuah pohon akan menghasilkan buah yang bagus, kalau kita perhatikan juga akarnya, batangnya atau pemupukannya. Demikian juga kerohanian kita,” tukasnya.
Menurutnya, kerohanian berkualitas bisa dilihat dari kedisiplinan berdoa, bersaat teduh atau beribadah ke gereja. Di Indonesia banyak gedung gereja yang penuh ketika beribadah. “Bungkusnya kelihatan bagus dan cantik, tapi di sisi lain banyak terjadi penyakit sosial di tengah masyarakat, seperti berjudi, berzinah dan terjerumus pada bahaya narkoba. Dari hasil survei saya terhadap jemaat di Sumut, baik di desa-desa maupun kota-kota, disiplin rohani jemaat lemah,” tuturnya. Menurutnya, kalau kualitas rohani (spiritualitas) seseorang bagus, maka produktivitasnya untuk bekerja akan bagus.