Narwastu.id – Hampir tiga bulan lamanya Covid-19 bercokol bebas di negeri ini. Virus yang menyerang saluran pernafasan mampu menebarkan rasa takut pada penduduk di seluruh dunia. Pasalnya, selain penularannya yang cepat, dapat mematikan, malahan kini diduga siapapun yang terkena bisa tanpa ditandai dengan gejala sakit. Pemerintah yang menerapkan kebijakan guna meminimalis penyebaran virus asal Wuhan, Cina, termasuk penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) bagi para petugas medis.
Sebagai garda terdepan mulai dari dokter, perawat, hingga elemen yang terkecil adalah mereka yang bersinggungan langsung dengan para pasien Covid-19. Itu berarti secara tidak langsung mereka adalah orang-orang yang siap menerima risiko terpapar oleh corona. Kendati telah menggunakan APD lengkap tapi maut tetap mengintai mereka. Dari informasi terakhir di bulan April 2020 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyampaikan total ada 25 dokter yang meninggal dunia karena terkonfirmasi positif maupun Pasien Dalam Pengawasan (PDP) corona. Di balik kejadian tersebut terselip cerita memilukan seperti yang dialami oleh dr. Michael Robert Marampe.
Dokter muda berusia 28 tahun yang bertugas di Rumah Sakit Permata Bunda Cibitung, Bekasi, Jawa Barat, menghembuskan nafas terakhir karena corona. Pria yang pintar bermain piano itu terpaksa menunda pernikahannya pada April 2020 itu, dikarenakan tugasnya sebagai garda terdepan melawan Covid-19. Namun, takdir berkata lain, Mike begitu biasa ia disapa harus menghadap Bapa di Surga. Rencana pernikahannya bersama kekasih yang telah dipacarinya selama 8 tahun, Tri Novia Septiani terpaksa hanya menjadi cerita cinta. “Tahu Mike positif itu sebulan ke belakang. Sebelumnya kita nggak tahu pasti karena memang Mike posisinya adalah seorang dokter, banyak berinteraksi dengan pasien yang kita nggak tahu,” kisah Novia ketika tampil di acara “Brownies Trans TV” (29 April 2020).
Banyak masyarakat Indonesia yang masih kurang sadar akan bahayanya Covid-19 dan menganggap hal ini sepele. Yang lebih menyedihkan lagi adalah banyak pasien yang tidak jujur dengan kondisinya. “Banyak pasien yang intinya tidak jujur ketika ditanya, tapi saat di rontgen hasilnya cukup mencengangkan, itu yang bikin kaget,” tutur Novia. Mike memang sempat mengeluhkan rasa sakit pada paru-paru bagian kanannya. Akan tetapi, ia menolak untuk memeriksakan kesehatannya karena merasa masih baik-baik saja. Hingga akhirnya pada Sabtu, 25 April 2020, Mike menghembuskan nafas terakhir di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Sebelumnya ia sempat menjalani perawatan selama delapan hari di RSUP Persahabatan setelah hasil rapid test positif covid-19. Kala itu ia sempat membaik sebelum akhirnya drop dan meninggal dunia.
Cerita yang sama juga dialami oleh dr. Indra, petugas IGD RS Soewandhi Tambak Rejo, Surabaya. Dokter yang merupakan alumni Perkantas itu menghembuskan nafas terakhir setelah terpapar Covid-19. Hal itu terjadi saat ia menangani seorang pasien asal Bandung, Jawa Barat, yang tidak jujur kalau dirinya sudah PDP (telah menjalani rapid test). Sebelum sampai di Surabaya, pasien yang “melarikan diri” oleh keluarganya disebut bahwa ia harusnya menjalani isolasi saat tiba di Jawa Tengah. Namun, ia menolak. Tiba di Surabaya, pasien mengalami penurunan kesadaran akhirnya kembali menjalani rapid test dan ternyata positif Corona. Ia menjadi PDP pertama di rumah sakit tersebut. Tim IGD langsung menjalani screening setelah 4-5 hari menerima pasien positif Covid-19. Hasilnya negatif. dr. Indra memang memiliki penyakit asma. Setelah menjalani rapid test, hari kedua ia mengalami demam, pilek dan sesak. Ia diagnosa mengidap Bronchitis. Ia dikategorikan sebagai PDP dan harus menjalani isolasi mandiri. Setelah hari keempat kondisinya memburuk dan harus diopname dan sempat di ICU hingga akhirnya meninggal dunia.
Faktor kejujuran memang menjadi hal yang penting dalam setiap lini kehidupan tidak terkecuali bagi mereka yang memang telah positif corona. Menjadi hal yang baik bilamana tingkat kesadaran masyarakat untuk berterus terang bila mengalami tanda atau gejala dari penyakit tersebut. Dan bukan malah menutup-nutupinya bahkan sanak keluarga membantu melarikan diri. Oleh sebab itu, dibutuhkan peranan masyarakat untuk bahu membahu dalam melawan penyebaran Covid-19 sesuai yang dianjurkan oleh pemerintah. Para tim medis sebagai garda terdepan adalah mereka yang tulus ikhlas melayani sekuat tenaga, tidak hanya mengorbankan waktu dan tenaganya, melainkan rela mempertaruhkan nyawanya. DBS