Menyoal Pemilihan Tokoh-tokoh Kristiani Versi Majalah NARWASTU

* Oleh: Tema Adiputra

106

Narwastu.id – Satu hal yang saya kagumi dari pengelola Majalah Kristiani NARWASTU adalah keberaniannya membuat program “Pemilihan Tokoh-tokoh Kristiani” sejak tahun 1999. Mengapa? Karena tidaklah mudah untuk melakukan itu, dan tidaklah mudah untuk konsisten melakukan itu. Tentu, ada banyak komentar “di belakang layar” ketika mengumumkan siapa-siapa saja yang terpilih menjadi tokoh Kristiani setiap tahunnya. Namun, saya juga meyakini tim NARWASTU tidaklah sembarangan menjatuhkan pilihannya pada figur tertentu. Mereka memiliki kriteria tertentu, dan pengamatan pun dilakukan tidaklah dalam satu atau dua hari.

Terkait  paragraf di atas, ada beberapa hal yang hendak saya ungkapkan yang berhubungan dengan judul tulisan ini. Di katakan menyoal, maka tentu ada banyak aspek yang dapat diutarakan. Aspek yang pertama, menurut hemat saya, adalah setiap orang, siapa pun dia, pasti membutuhkan perhargaan. Bukan melulu “dihargai” dengan uang, tidaklah, namun yang substansi di sinilah ialah diakui keberadaannya, diakui hasil pekerjaannya, diakui kemampuannya, dan sebagainya.

Tidaklah mungkin seseorang menghargai dirinya sendiri saja, ini sangat subyektif tentu. Oleh sebab itu, diperlukan sudut pandang lain yang berasal dari mata, hati, pikiran orang lain untuk mengimbangi kesubyektifitas tadi. Dengan demikian, hal ini membawa penilaian untuk memberi penghargaan menuju obyektifitas, walau terbatas juga. Dengan demikian ini berarti seseorang yang membutuhkan penghargaan haruslah “bertemu” dengan orang yang tergerak memberikan penghargaan.

Nah, arena “pertemuan” itu oleh pengelola Majalah NARWASTU dengan sangat jeli telah diperoleh, yakni kehadiran mereka dalam pemberitaan di NARWASTU. Bagi saya, ini adalah hal yang bijaksana. Sebab, bila seseorang telah pernah “diangkat” di majalah ini, paling tidak ada kontak batin yang akan mendorong upaya pengenalan lebih dalam terhadap seseorang yang akan mendapat penghargaan alias akan dinobatkan sebagai tokoh Kristiani di ujung  tahun berjalan. Kondisi seperti ini dapat dipertanggungjawabkan.

Aspek kedua, bagi saya pribadi tidaklah menjadi soal Majalah NARWASTU melakukan pemilihan tokoh-tokoh Kristiani setiap tahunnya. Sebab, ada pula media cetak/elektronik di Indonesia maupun mancanegara yang juga melakukan hal yang sama, sekalipun tidak dengan embel-embel “Kristiani”. Bahwa hal tersebut bisa dijaga secara rutin terus berlangsung adalah sebuah prestasi tersendiri. Dan, tentulah diharapkan penilaian yang dilakukan semakin kritis dan penuh dengan daya saing.

Saya melihat, dengan keberanian yang dilakukan media massa untuk memilih orang-orang tertentu untuk “ditokohkan”, maka hal ini akan membuka “mata-pikiran” masyarakat untuk bertanya, mengapa dia bisa mendapat gelar itu? Sisi negatif dalam pemikiran masyarakat pembaca maupun masyarakat umum tentu ada. Namun, berbarengan dengan itu bila hatinya “bersih” maka sisi pemikiran positif pun turut muncul yakni: kalau dia bisa terpilih, mengapa  yang lain  tidak? Kalau yang terpilih itu memang benar-benar berprestasi dalam bidangnya, mengapa yang lain tidak mau berjuang agar berprestasi di bidangnya?

Nah, substansi dari penjelasan ini adalah aspek memotivasi seseorang untuk berjuang, karena melihat orang lain berhasil “ditokohkan” karena kiprah suksesnya dalam bidang tertentu dan berdampak bagi masyarakat baik langsung maupun bertahap maupun tidak langsung. Aspek ketiga, bagi yang terpilih sebagai tokoh Kristiani di ujung tahun berjalan, bisa jadi hal ini “surprise” baginya yang akan membuatnya semakin bersemangat menghasilkan karya terbaik. Ini sangat positif sekali.

Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi NARWASTU, Jonro I. Munthe, S.Sos (tengah) saat memberikan penghargaan dari Majalah NARWASTU sebagai “Tokoh Kristiani 2013” kepada pengusaha dan Direktur Utama PT. HMT, Ronny B. Tambayong, S.E., MACM. (kanan) dan mantan Pangdam Jaya Mayjen TNI (Purn.) Darpito Pudyastungkoro, S.IP, M.M. (kiri) dan Hidup untuk jadi berkat.

Sebab, dalam amatan saya, beberapa tokoh Kristiani pilihan NARWASTU selama ini ternyata kemudian semakin “jadi orang.” Maksud saya, dari orang-orang yang berpredikat pengusaha, advokat atau anggota dewan, aktivis lembaga/organisasi tertentu, dan lain-lain tahu-tahunya tidak berapa lama kemudian sudah menjadi kepala daerah, politisi di gedung dewan, pengusaha sukses yang perusahaannya semakin berkembang, dan sebagainya.

Boleh jadi, ini akibat yang bersangkutan tambah populer yang dibarengi dengan bukti nyata (yang nyata-nyata terlihat/terasa) hasil investigasi bukan hanya oleh tim pemilih dari NARWASTU tetapi juga investigasi yang dilakukan oleh masyarakat. Dia semakin populer karena ide-idenya diperlukan untuk kemajuan negeri, produk-produk perusahaannya sangat dibutuhkan karena telah menjadi solusi, bahkan masyarakat semakin mendekatinya/mendukungnya karena berpihak membela rakyat yang terugikan dan terpinggirkan.

Aspek keempat, ini mungkin sedikit menggelitik atau bahkan sedikit kontradiktif. Dikatakan, yang dipilih adalah seseorang “untuk menjadi” tokoh Kristiani ataukah memang “sudah menjadi” tokoh Kristiani sepanjang tahun berjalan dan tim majalah NARWASTU tinggal “memeteraikan”-nya di penghujung tahun. Begitukah? Tidak perlu membahas panjang tentang ini. Titik tekan saya adalah, bila seseorang mendapat “meterai” sebagai tokoh apalagi diikuti dengan kata “Kristiani” maka ada banyak hal yang perlu dipancarkan. Yang utama tentu di dalam dirinya terpancar kerendahhatian.

Sebab pengertian kata “tokoh” adalah orang yang terkemuka dan kenamaan dalam bidangnya masing-masing. Dengan penghayatan ini, mau tidak mau kerendahhatian pun akan mutlak diikuti oleh sebuah sifat/sikap keteladanan. Inilah tentu salah satu kriteria yang saya yakin tim NARWASTU sajikan dalam pemilihan tokoh Kristiani setiap tahunnya. Batang padi makin berisi makin menunduk, makin dihargainya seseorang maka makin dekat dia dengan rakyat/umat. Tidak malah makin menggelantung di “ketinggian” sana. Substansi yang mau saya katakan ialah predikat “tokoh Kristiani” harus dipertanggungjawabkan di depan rakyat/umat dan terutama di hadapan Tuhan.

Nah, hal berikut ini yang ringan-ringan saja. Majalah NARWASTU sudah lama saya kenal. Dia memiliki ciri khas. Dia berkarakter. Bukan bermaksud memuji tetapi itulah yang saya rasakan dan amati. Kehadiran majalah ini menambah semaraknya untaian media Kristiani di Indonesia. Isi majalah ini menambah wawasan/pencerahan dan memberikan nilai-nilai edukasi. Bahwa pada akhirnya ada program setiap tahun memilih tokoh-tokoh Kristiani pada ujung tahun yang berjalan, menurut hemat saya, hal itu bagus. Polemik bisa saja terjadi. Tetapi bagaimanapun sebuah program yang dilandasi dari hati yang tulus dan diusahakan secara maksimal di area obyektifitas serta mau mendengarkan usulan-usulan (input) dari berbagai pihak, maka posisi Majalah NARWASTU aman dan netral. Bahkan bisa menjadi berposisi sebagai “sahabat yang mau mendengarkan curhat” masyarakat.

Momentum di ujung tahun berjalan, dengan memunculkan pemilihan tokoh-tokoh Kristiani pada akhirnya akan memicu rasa penasaran para pembaca (masyarakat Kristiani dan masyarakat umum), siapa sih yang akan dipilih? Mengapa sih dia dipilih? Dari dua pertanyaan ini saja sudah dapat melahirkan pemikiran yang analitis yang sangat berguna meningkatkan kecerdasan seseorang. Apalagi bila tokoh-tokoh yang terpilih itu, yang sebelumnya tentu sudah harus diperkenalkan profilnya, mampu mengutarakan siapa dia, inspirasi apa yang dapat dia sumbangkan ke tengah-tengah pembaca/masyarakat, maka ini artinya ada nilai-guna tokoh itu terpilih.

Yang namanya inspirasi itu berarti terbuka ruang baru untuk dikembangkan oleh orang lain dengan dasar ruang yang telah dicetuskan oleh tokoh-tokoh yang terpilih. Indah bukan? Secara rohani ini dapat dibahasakan dengan: Diberkati untuk memberkati!

Nah, akhirnya ada saran saya. Jujur saja, baru beberapa kali saja saya mengikuti ibadah syukur dalam rangka pemilihan tokoh-tokoh Kristiani versi Majalah NARWASTU. Bagus juga bila pada kesempatan mendatang  tokoh-tokoh Kristiani yang terpilih itu mendapat  kesempatan waktu, tidak lebih dari 1 menit, untuk mengucapkan kata-kata inspirasi/motivasi yang singkat-padat-efektif terkait dengan bidang yang digelutinya selama ini. Hal ini akan sangat bermakna bagi yang hadir dalam acara tersebut. Hadirin pulang, diberkati karena mendapat inspirasi/motivasi baru.  Ya! Selamat memilih dan selamat terpilih!

 

  • Penulis adalah Konsultan Radio/Pemerhati Media/Dosen.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here