Ketua Umum Paguyuban Masyarakat Tapanuli Tengah, Ir. Sahat Pasaribu, M.Pdk Bicara Pemilu 2019 dan Gagasan Seputar Provinsi Tapanuli

726
Ir. Sahat Pasaribu, M.Pdk bersama Presiden RI Joko Widodo dalam sebuah acara ormas PERMAI.

Narwastu.id – Ketua Umum Paguyuban Masyarakat Tapanuli Tengah (Sumatera Utara), Ir. Sahat Pasaribu, M.Pdk pada Jumat siang, 24 Mei 2019 lalu bertemu sembari bersantap siang di Celcius Cafe, Rawamangun, Jakarta Timur, atas undangannya dengan Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Majalah NARWASTU, Jonro I. Munthe, S.Sos. Pria Batak yang dikenal nasionalis, cerdas, religus dan pengusaha batu bara ini adalah salah satu figur yang termasuk dalam “21 Tokoh Kristiani 2014 Pilihan Majalah NARWASTU.” Dan sejak 2013 lalu, pemikiran dan gagasan Sahat Pasaribu banyak muncul di Majalah NARWASTU, yang mendapat apresiasi dari banyak kalangan. Tak pelak, lantaran pemikirannya bernas dan jejak rekamnya baik, Majalah NARWASTU memberikan apresiasi kepadanya sebagai salah satu tokoh Kristiani pilihan majalah ini pada awal Desember 2014 lalu.

Di sisi lain, Sahat Pasaribu yang juga Ketua Umum Ormas PERMAI (Persatuan Masyarakat Indonesia) relawan Jokowi-Maruf di Pilpres 2019 ini adalah anggota jemaat Gereja HKBP Kebon Jeruk, Jakarta Barat, yang peduli pada kegiatan gerejawi. Pada tahun 2015 lalu di Majalah NARWASTU ia sudah bicara panjang lebar soal pemindahan ibukota RI ke Kalimantan, dan kini Pemerintah Pusat sudah serius membahas untuk memindahkan ibukota RI ke luar Jawa. Di bagian lain, Wakil Ketua Dewan Penasihat ormas Laskar Merah Putih dan pendiri Mitratama Group ini mengusulkan jika Provinsi Tapanuli jadi terbentuk, ibukotanya layak dibuat di kota Sibolga, dengan sejumlah alasan. Ia termasuk tokoh masyarakat yang peduli pada perkembangan kampung halamannya.

Ketika berbicara soal Pilpres 2019 yang lalu, Sahat yang bersama ormas PERMAI gigih mendukung Jokowi-Maruf menerangkan, kedua figur nasionalis dan tokoh terbaik di Indonesia itu harus didukung. Pasalnya keduanya merupakan figur terbaik yang tampil di Pilpres 2019 dan mengedepankan persatuan bangsa. “Kita berdoa dan berupaya supaya Indonesia lebih damai, sejahtera, ekonomi lebih baik, hukum lebih ditegakkan dengan baik dan Indonesia lebih berwibawa di mata negara-negara dunia di bawah kepemimpinan Pak Jokowi dan Pak Maruf. Kita ingin Indonesia lebih baik agar anak cucu kita di masa mendatang hidupnya lebih baik dan sejahtera,” ujar pria yang sudah pernah berkeliling ke sejumlah negara di belahan Amerika dan Eropa guna melihat pembangunan di negara-negara dunia tersebut.

Sahat menuturkan, setelah ia banyak turun ke daerah dan melihat hasil Pemilu 2019 lalu, ia menyimpulkan bahwa bangsa kita masih perlu terus dicerdaskan dalam mengikuti perkembangan politik atau berdemokrasi. “Ada caleg yang dipilih di Pemilu 2019 justru secara nalar dan logika tidak nyambung. Sumber daya manusianya amat terbatas, sehingga figur yang ilmu dan pengetahuannya amat terbatas, bagaimana mungkin bisa memperjuangkan aspirasi masyarakat di parlemen. Mestinya yang tampil di parlemen, baik DPRD, DPR dan DPD adalah yang pengetahuan atau ilmunya memadai untuk memahami persoalan masyarakat. Karena mereka, kan, harus berbicara dan berjuang untuk kepentingan rakyat di parlemen, sehingga wawasannya mesti memadai. Mestinya yang bisa duduk di parlemen pendidikannya minimal S1 atau sarjana. Namun harus ada undang-undang yang mengatur untuk itu,” pungkas Sahat.

 

Ir. Sahat Pasaribu, M.Pdk bersama Kepala Staf Kepresidenan RI, Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko.

Sahat kembali menegaskan, ada dia lihat di sebuah daerah pemilihan figur caleg yang lulusan perguruan tinggi ternama, moralitasnya bagus dan punya visi serta misi yang jelas untuk mensejahterakan rakyat, namun tidak dipilih masyarakat. Rakyat cenderung memilih yang punya duit banyak dan yang punya hubungan emosional dengan si caleg. “Sementara saat ini persoalan rakyat itu makin komplek, dan perlu diperjuangkan oleh figur wakil rakyat yang mumpuni, punya kredibilitas dan punya pengetahuan yang cukup luas. Kalau yang muncul figur-figur pragmatis dan tidak punya hati untuk berjuang bagi rakyat, maka akan rentan terjadi korupsi saat yang bersangkutan menjabat. Inilah yang perlu diketahui masyarakat dalam situasi politik kita saat ini. Kenapa banyak sekarang anggota dewan korupsi, karena tidak memahami tugas panggilannya sebagai wakil rakyat dan panggilannya hanya ingin memperkaya dirinya,” cetusnya.

Ia menambahkan, ke depan perlu juga dipikirkan pemerintah dan masyarakat agar pemilihan bupati dan wali kota tak usah lagi pemilihan langsung atau pilkada langsung. Karena selain banyak uang negara habis atau boros, juga wali kota dan bupati sekarang banyak yang terjerumus pada tindak pidana korupsi karena ia merasa dipilih rakyat, sehingga kerap menyalahgunakan wewenangnya. Sebaiknya anggota DPRD saja yang memilih bupati atau wali kota, namun partai politik yang mengusung bupati atau wali kota tersebut mesti secara objektif dan transparan menyampaikan apa keunggulan calon kepala daerah tersebut ke masyarakat supaya bisa dinilai publik.

“Sekarang bupati cenderung hanya bisa membuat rekomendasi dalam setiap kebijakan di daerahnya, dan otoritas lebih banyak dimiliki gubernur dan Pemerintah Pusat. Situasi ini mungkin membuat banyak bupati akhirnya terjerumus pada korupsi karena wewenangnya semakin terbatas,” terangnya. Dan sekarang pun anggota DPRD di kabupaten dan kota agaknya kurang dihargai bupati dan wali kota, karena merasa yang memilih kepala daerah tersebut adalah rakyat secara langsung. “Dan kita lihat sekarang bupati dan wali kota di Indonesia lebih banyak yang ditahan atau ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena mereka menyelewengkan anggaran di daerahnya,” tukasnya.

Berbicara tentang adanya gagasan sejumlah pemuka masyarakat dan politisi asal Sumatera Utara yang sejak dulu ingin membentuk Provinsi Tapanuli, Sahat dengan tegas menyampaikan, itu ide yang bagus dan gagasan para pemuka masyarakat mesti dihargai. Dan potensi alam di Sumatera Utara terutama di daerah Tapanuli memang cukup memadai bila dimekarkan dengan membentuk provinsi baru, seperti Provinsi Tapanuli. “Gagasan membentuk Provinsi Tapanuli itu cukup bagus dan patut kita hargai. Secara sumber daya alam dan sumber daya manusia, saya pikir daerah Tapanuli cukup kaya. Namun jika ditanya kepada saya tentang ibukota Provinsi Tapanuli di mana yang paling layak, saya akan jawab kota Sibolga, Tapanuli Tengah,” paparnya.

Menurutnya, kota Sibolga itu posisinya cukup strategis apalagi dekat ke laut. Laut itu, imbuhnya, kekayaan alam yang luar biasa. Karena ada juga sejumlah negara di dunia ini tak punya laut, seperti di daerah Afrika dan Asia Tengah. Jadi, ujarnya, kita patut bersyukur kepada Tuhan jika Indonesia ini punya laut yang luas dan kaya raya. “Ada banyak keuntungan bila Sibolga dijadikan ibukota Provinsi Tapanuli, karena potensial juga dijadikan sebagai kota industri, dan bisa dikembangkan punya pelabuhan. Juga sumber daya manusia di sana, saya pikir cukup memadai, namun ini perlu percakapan dan diskusi,” ujarnya.

“Saya tentu punya argumentasi bila mengatakan kota Sibolga layak jadi ibukota Provinsi Tapanuli. Saya berharap pemikiran ini bisa dibaca tokoh-tokoh asal Sumatera Utara atau tokoh Kristen Batak melalui Majalah NARWASTU. Andai saja Majalah NARWASTU bisa mengadakan sebuah diskusi tentang gagasan pembentukan Provinsi Tapanuli, saya bisa bicara di situ untuk menyampaikan keunggulan kota Sibolga,” pungkas Sahat Pasaribu yang juga pemuka marga Pasaribu di DKI Jakarta dan sekitarnya, serta punya tiga cucu ini. LK

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here