Haposan Hutagalung, S.H.: Tuhan Pakailah Saya Jadi Alat KemuliaanMu

276
Haposan Hutagalung, S.H. dalam sebuah acara menyanyikan lagu pujian bagi Tuhan.

Narwastu.id – Barangkali para motivator bisa jadi belum pernah merasakan pahit getirnya hidup tetapi tampil memesona. Artinya, berprofesi motivator belum tentu karena mengalami langsung. Namun motivator sejati adalah orang yang mengalami langsung dan mampu memetik hikmat dari pengalaman pahit itu. Jangan putus asa, tetap berjuang untuk lebih baik ke depannya.

“Orang yang pernah mengalami pergumulan dan perkara besar dalam  hidupnya, mengalami sendiri di penjara, itulah yang bisa bercerita. Ini  pengalaman saya, bukan pengalaman orang lain, dipenjara selama enam tahun penuh terkait kasus besar dan heboh di tahun 2010, yakni kasus Gayus Tambunan di mana saya sebagai pengacaranya, yang bahkan menyeret Kabareskrim saat itu Komjen Pol. Susno Duadji ikut masuk penjara,” ujar Haposan Hutagalung, S.H. saat berbincang beberapa waktu lalu di The Atjeh Connection Resto & Coffee Sabang di Jalan Sabang, Jakarta Pusat.

“Tentu ribuan hikmat yang bisa dipetik dari pengalaman itu. Orang yang bisa bertahan dan survival dalam kata luas, sehat mental dan sehat fisik,” cetusnya. Hidup ini harus berjalan terus, meski persoalan apapun yang mengadang kita. Tidak perlu menyesali apa yang terjadi, tidak perlu terus-menerus melihat ke belakang, kita ambil hikmahnya saja sebagai pelajaran hidup. Benang merahnya perjalanan hidup manusia tentu tak terputus, tersambung masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang.

“Tidak boleh tersandera oleh masa lalu. Apa yang membuatnya bisa survival? Setiap orang jelas tak ada yang mau dipenjara. Siapa pun itu tak mau dipenjara. Saya mengalami kepanikan, saya merasakan kegelapan. Mengapa? Karena persoalan (perkara) yang menguasai saya, terasa gelap dan sesak karena dikurung oleh keadaan,” kenang pengacara kondang ini. Di benaknya saat itu hanya terpikir bagaimana lolos dari perkara yang menimpanya. Tetapi pikirannya tak mampu menemukan jalan keluar, hingga dia merenung sendiri bahwa keadaan seluruhnya harus dihadapi dan dijalani. “Sebenarnya beban saya adalah bagaimana membiayai hidup keluarga, anak-anak dan istri.  Termasuk beban pikiran juga adalah bagaimana menghidupi karyawan di kantor,  termasuk juga perasaan malu  menghadapi keluarga,” ceritanya lagi. Itulah yang membuatnya panik selama lebih kurang seminggu.

Mengapa panik? “Oleh karena saya mengandalkan diri sendiri. Saat itu yang ada saya menangis dan memeras otak, bagaimana mencari jalan keluar. Namun tak ada jalan keluar. Hingga tiba satu momen menyerah dan berserah total kepada Tuhan. Minta ampun dan memohon penyertaanNya. Saya mengakui bahwa Tuhan adalah yang terbesar dari segalanya, bahkan jauh lebih besar dari perkara besar yang sedang saya hadapi dan saya sadar sepenuhnya hanya Tuhan yang dapat memulihkan kehidupan saya kembali,” ujarnya. Klimaksnya dia berserah total pada Tuhan, karena memang tak ada jalan keluar. “Segala cara dan upaya yang saya lakukan ternyata tidak mampu menemukan jalan keluar. Tenyata, uang bukanlah segala-galanya, meski uang bisa berbuat banyak hal, tapi sekali lagi uang belum tentu mampu menyelesaikan setiap persoalan,” katanya.

Haposan tiba pada kesimpulan, meski kita banyak beking pejabat, ternyata pangkat juga bukan segala-galanya. Meski banyak kenal dekat dengan penguasa dan pengusaha, meski kita didukung banyak orang ternyata itu bukan segala-galanya. Sampai ke titik puncak, perasaan lelah atau sesak dan tak mampu berbuat apa-apa Haposan menyerah dan mengakui bahwa kuasaNyalah yang paling dahsyat.

Hidup  ini pilihan. Persoalannya adalah kita memilih apa dan ke mana. Berserah kepada siapa? Kepada Tuhan atau kuasa lain? “Sebab di luar kuasa Tuhan ada kuasa lain, yakni kuasa iblis. Tapi saya pilih bersandar kepada Tuhan,” ujar jemaat anggota GKPI Menteng, Jakarta Pusat ini. Setelah kita berserah  kepadaNya, maka kita menggunakan iman bukan lagi mengandalkan akal dan kekuatan kita. “Tuhan itu tak kelihatan, tak pernah bicara kepada kita, kok. Namun sesungguhnya Tuhan selalu berbicara kepada kita, hanya saja kita tak peka mendengarNya. Ingat, kitalah yang tak setia sedangkan Dia tetap setia,” ujarnya lagi.

Dia menambahkan, Tuhan mengasihi seluruh umatNya, dan Tuhan memberi anugerah dan berkatNya  kepada semua orang yang percaya kepadaNya. Bahkan kepada orang yang tak percaya kepadaNya pun, dengan maksud agar orang yang tidak percaya itu mau percaya dan mengakui bahwa  Tuhan Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berkuasa memberi hidup dan memulihkan hidupnya dari segala persoalan hidup. Sekarang adalah tinggal sikap kita, apakah kita mau bersandar dan berserah kepadaNya atau tidak.

Orang yang Dipercaya

“Uang, relasi, pertemanan, dan  akses ke banyak penjuru penguasa ternyata tak bisa berbuat banyak. Dalam  perenungan yang mendalam dan detail,  kita ini merasa kecil, bahkan merasa sangat kecil dan tak ada apa-apanya di mata Tuhan. Dan karena kita menyadari sangat kecil dan tidak berarti di mata Tuhan, maka kita berserah dan merendahkan diri dan mohon untuk dipulihkan” ujarnya. Dia menambahkan, sekali pun kita lahir dan besar di gereja, bahkan jadi pejabat gereja sekalipun,  tidak berarti hidup tanpa persoalan.  Setiap orang hidup tidak pernah lepas dari persoalan hidup, miskin, kaya semua punya persoalan hidup. Hanya yang membedakannya adalah kualitas dan tingkat kesulitan persoalan yang dihadapi, dan buat saya esensi hukuman penjara bukanlah bermakna “balas dendam” dari negara. “Tapi menurut saya pribadi itu semua bermakna mendekatkan diri dan mengandalkan Tuhan dalam hidup. Logika manusia tidak berlaku kepada Tuhan, karena rencanamu bukanlah rencana Tuhan dan jalanmu bukanlah jalan Tuhan,” ujarnya. Setinggi langit dan bumi itulah jarak perbedaannya dan itulah yang membuat Haposan pasrah total dan berserah kepada kehendak Tuhan.

Kata Haposan adalah nama pemberian orangtua. Dulu semasa kecil tentu dia tak tahu makna namanya, tapi setelah dewasa baru memahami dan mengerti apa arti nama Haposan secara tersurat maupun tersirat, yakni kepercayaan. Dalam perjalanan hidup, dia semakin menemukan kekuatan di balik nama Haposan, menjadi percaya akan  menentukan keberhasilan hidup seseorang. Apalagi di bidang profesi pengacara, orang menggunakan jasa pengacara karena kliennya percaya (Haposan) kepada pengacaranya. “Jadi menurut saya, kiat hidup untuk bisa berhasil jadilah orang yang dapat dipercaya dan bekerja keras,” ujarnya. Tentu, sebagai manusia kita tak dapat mengerti rencana Tuhan, berserahlah secara total, dan biarlah Tuhan yang memandu arah hidup kita.

Indah RencanaNya

Perjalanan hidup yang getir selama di penjara, baik di Rutan Mabes Polri, Rutan Salemba dan Sukamiskin Bandung, Jawa Barat, membentuk dirinya sedemikian rupa dan dengan keteguhan imannya justru menjadi pemimpin bagi saudara-saudaranya yang seiman selama di penjara dalam menekuni ibadah. Bahkan, di sana jugalah dia belajar main gitar dan bernyanyi dalam setiap ibadah di penjara. “Di sana saya membentuk vokal group untuk mengisi setiap acara kebaktian,” kisahnya. “Vonis hukum kepada saya awalnya 7 tahun, lalu saya banding, divonis malah naik menjadi 9 tahun, lantas Kasasi. Eh, malah naik jadi 12 tahun. Itulah akibatnya kalau kita hanya mengandalkan kepintaran dan kekuatan manusia. Coba kalau saya terima putusan Pengadilan Negeri hanya 7 tahun. Kan harusnya saya sudah lama bebas,” ujarnya terbahak.

“Saya bebas pada tahun 2016 setelah menjalani hukuman selama enam tahun,” ungkapnya. Kini Haposan aktif pelayanan. “Pelayanan harus terus berjalan, dan harus aktif melayani di gereja dan masyarakat,” cetusnya. Dia berkisah, orang jahat yang ada di sebelah Yesus waktu disalib, mengakui dosanya dan saat itu juga dia bertobat, dan saat itu juga dia diselamatkan. Oleh sebab itu, jujurlah pada Tuhan, sebab Dia tahu apa yang kita lakukan, bahkan Dia tahu apa yang ada dalam hati kita. “Orang lain bisa kita bohongi, tapi Tuhan tidak. Ingat, Tuhan tidak pernah menjanjikan jalan mulus tanpa hambatan, bahkan banyak jalan yang terjal dan berkerikil yang menyakitkan meski kita pengikut setia Tuhan. Tetapi kita tidak boleh lupa bahwa Tuhan juga berjanji bahwa Dia akan menyertai tiap langkah anak-anakNya yang setia kepadaNya, dan akan memberi kekuatan dan memampukan kita untuk melewati kesukaran hidup sebesar apapun,” katanya.

Haposan berdoa agar Tuhan kiranya memakai hidupnya jadi alat Tuhan. “Tuhan pakailah saya menjadi alatMu. Saya bukan berdoa, Tuhan pakailah saya menjadi pengacara yang terkenal dan kaya,” katanya. Dia kemudian mengumpamakan hidup manusia seperti bejana di tangan pembuatnya. “Bejana itu, kan, dibuat dari tanah liat, tetapi setelah dibentuk oleh pembuatnya, harus dibakar supaya menjadi kuat dan keras, demikian juga hidup. Apakah kita mau dibentuk dan dibakar untuk menjadi kuat. Karena kalau tak dibakar, maka akan mudah retak bahkan patah,” ujarnya, setelah menemukan makna pertobatan.

Hingga saat ini  profesinya tak berubah, tetap menjadi pengacara, tetapi ada saat-saat dia juga sungguh-sungguh membantu orang yang tidak mampu yang berperkara, tak dibayar malah mengeluarkan uang untuk membiayai perkara yang ditangani. Haposan menegaskan, hidup kita ini adalah anugerah, maka hidup tak boleh egois atau mementingkan diri sendiri. Lihatlah sekelilingmu. Karena kita sudah lebih dulu diberkati, maka kita pun harus menjadi berkat buat sekitar kita, ujarnya. HL

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here